Honeymoon?

1126 Words
08 Sepanjang perjalanan menuju Tanjung Benoa, Keven hanya mengobrol dengan Wayan, sopir dari travel agen yang membawa dirinya dan Aruna menuju tempat wisata tersebut. Aruna yang merasa bila Keven mengabaikannya, menyibukkan diri dengan membaca n****+ online di aplikasi ungu, atau hanya sekadar menggeser-geser layar, beredar dari satu aplikasi ke aplikasi lain. Sesekali Aruna akan menikmati pastry yang tadi sempat dibeli di toko yang kebetulan tidak terlalu jauh dari hotel tempat mereka menginap. Perjalanan panjang itu akhirnya berakhir. Aruna bergegas turun dan mengambil tas ranselnya sendiri. Menyampirkan benda hitam itu di pundak kanan dan melangkah menuju pintu masuk tempat wisata. Di belakang tampak Keven yang jalan sembari menenteng ransel hijaunya. Menyusuri jalan sambil terus memandangi punggung Aruna. "Na," panggil Keven. "Tunggu sebentar, ada yang mau aku omongin," sambungnya dengan menaikkan volume suara, karena Aruna mengabaikan panggilannya. Keven mempercepat langkah dan menarik tangan kanan Aruna. Mengarahkan tubuh perempuan itu hingga mereka saling berhadapan. Mengangkat dagu Aruna dan menatap lekat paras menawan perempuan, yang kali ini mengenakan jeans biru dan kaus lengan pendek putih. Tampak sangat segar sekaligus cantik. "Jangan ngambek terus dong. Nanti cantiknya luntur," canda Keven sambil menyolek pipi kanan Aruna. "Kurang sedap dipandang kalau mukamu ditekuk kayak gitu," imbuhnya yang dibalas Aruna dengan delikan tajam. "Aku salah, ya?" Aruna mengangkat bahu. "Kalau emang salah, aku minta maaf. Oke?" Aruna bergeming, enggan berkomentar. "Na, kamu cemberut gitu jadi kayak udah tua." Aruna mendelik tajam dan memukul pundak kiri Keven dengan semangat. "Apaan sih? Orang ngambek itu dipujuk, bukannya diledekin!" desisnya sembari membetulkan tali ransel yang sempat melorot. "Males ngerayu kamu." "Apa?" "Nggak usah dirayu juga nanti bakal nemplok ke aku." "Kev!" "Hmm?" "Bener-bener deh kamu ini. Minta digebukin!" "Jangan digebukin, tapi cium dan peluk aja." Keven langsung lari menghindari cubitan Aruna. Selanjutnya adegan saling berkejaran mereka lakukan dengan diiringi tawa. Aruna yang memang sering joging akhirnya sanggup mencapai Keven dan mendaratkan pukulan di lengan pria tersebut dengan gemas. Beberapa pengunjung lain memerhatikan mereka. Ada yang tersenyum melihat tingkah kedua orang tersebut, ada pula yang menggerutu karena dengki dengan kebahagiaan mereka. Aruna terkesiap ketika Keven menahan kedua tangannya dan mengarahkan ke leher. Pria itu melingkarkan tangan di pinggang Aruna yang seketika membeku. Sejenak waktu seakan-akan berhenti berputar. Embusan angin pantai yang cukup kencang membuat rambut Aruna yang diikat bentuk ekor kuda itu beterbangan. "Kev." "Ehm?" "Banyak yang merhatiin kita." "Biarin aja. Anggap sedang latihan adegan pre wedding." "Kamu tuh kalau ngomong suka asal!" "Aku serius, Na. Nggak mau main-main dan pengen langsung nikah aja." Aruna terperangah, tak percaya bila Keven benar-benar mengucapkan kata-kata itu. Perempuan itu menatap sepasang mata beriris hitam yang balas memandangi dengan binar cinta yang membuat hatinya berdentum. "Apa keluargamu mau nerima aku?" tanya Aruna ragu-ragu. Dia tahu bila ibunya Keven adalah orang yang agak kaku. Berbeda dengan almarhum ayah Keven yang ramah, persis seperti putranya. "Tentu saja. Ibu kan udah lama nyuruh aku nikah. Kalau aku bilang ke ibu sekarang udah punya calon istri, beliau pasti ikut senang," jawab Keven dengan suara yang terdengar mantap. "Masalahnya ibumu kan tau kalau aku pacarnya Sammy. Takutnya beliau nggak setuju, Kev." Keven mengusap wajah dan rambut Aruna sembari menggeleng pelan. "Ibu nggak pernah ngatur-ngatur kehidupanku, Na. Beliau pasti ngerti dengan posisimu saat ini." Aruna kembali terdiam, sibuk berpikir dan meyakinkan diri untuk mencoba kehidupan baru bersama Keven, pria yang telah menemani selama ini dan membuatnya selalu tenang dan nyaman. "Kita lanjut jalan, yuk! Aku udah pesan tempat di glass bottom boat," ajak Keven. Pria itu mengurai pelukan dan mengusap wajah Aruna sekali lagi, sebelum menurunkan tangan dan menggenggam jemari perempuan tersebut. Mereka melangkah beriringan menuju tempat perahu tersebut ditambatkan. Aruna berseru kegirangan kala melihat pemandangan indah bawah laut dari bagian bawah perahu. Penumpang lain juga melakukan hal yang sama dengan Aruna. Sementara Keven sibuk mendokumentasikan berbagai ekspresi Aruna yang menurutnya sangat bagus. "Beda, ya, kalau model. Nggak dandan juga tetap aja cakep difoto," ujar Keven sambil memperlihatkan hasil jepretannya pada Aruna yang tersenyum lebar. "Ehh, Kev. Kita perasaan jarang foto berdua deh," ungkap Aruna. "Good idea, bentar." Keven membalikkan tubuh dan berbicara sesaat dengan salah satu pria sesama penumpang. Kemudian dia memberikan kamera miliknya pada pria berkumis tersebut, dan berpindah ke sebelah kanan Aruna. Beberapa kali pengambilan gambar, Aruna merasakan kehangatan dari pandangan mata Keven yang tertuju padanya. Meskipun sedikit malu, tetapi Aruna merasa tersanjung dengan perhatian Keven yang begitu besar. "Coba istrinya dipeluk, Mas," pinta pria berkumis. "Di-kissing juga kayaknya bagus tuh," timpal lelaki muda yang merupakan anak dari pria berkumis. Keven tersenyum lebar menanggapi candaan tersebut. Sementara pipi Aruna memanas, tetapi dia tidak menolak ketika Keven melingkarkan tangan di pinggang dan memintanya untuk merangkul leher pria tersebut. Waktu seakan-akan berhenti saat kedua pasang mata itu saling menatap satu sama lain. Aruna merasa hatinya meleleh, terutama ketika Keven memajukan tubuh dan mengecup dahinya dan sedikit berlama-lama di sana, agar pengambilan gambar bisa lebih pas. "Aduh, bagus banget fotonya!" seru gadis muda yang merupakan anak kedua pria berkumis. "Bikin baper nih Om dan Tante," sambungnya yang dibalas Keven dengan mengembangkan senyuman. "Lagi honeymoon, ya, Mas?" tanya perempuan dewasa yang merupakan ibu kedua remaja tadi. "Iya, Mbak," jawab Keven mewakili dirinya dan Aruna. "Pantes, dari tadi Masnya meluk-meluk terus. Gregetan pasti, mbaknya cantik banget." Perempuan dewasa itu terkekeh. Keven mengerling pada Aruna yang pipinya semakin memerah. Keven tahu bila saat ini Aruna kehabisan kata-kata untuk menjawab ucapan keluarga di hadapan. Perempuan itu tidak mungkin akan mengungkapkan bahwa mereka belum menikah, sebab sejak awal Keven memang bersikap mesra padanya. Keven tahu, bila dia tidak bergerak cepat maka Aruna bisa kembali berpaling pada Sammy. Bersaing secara fisik dengan sahabat sekaligus bosnya itu, Keven merasa bisa menang. Namun, bila harus bersaing tentang hal materi, maka Keven pasti kalah. Karena hal itulah Keven gencar melakukan pendekatan dan memperlakukan Aruna selembut mungkin. Sebab hanya itu satu-satunya cara agar Aruna bisa memindahkan hatinya pada Keven. Setibanya di tempat penangkaran penyu dan makhluk amphibi lainnya, Aruna tampak bersemangat. Bersama gadis muda yang bernama Sandra, yang merupakan anak pria berkumis, Aruna tak henti-hentinya berseru kala melihat makhluk-makhluk lucu itu berenang. "Sayangnya kita nggak bisa lama-lama di sini, ya," ucap Aruna. "Kenapa?" tanya Keven. "Aku belum puas main sama penyu." "Ya udah, terusin aja." "Kan kamu mau parasailing sama jet ski." "Itu bisa agak sorean." "Tapi nanti kita pulang ke hotelnya kemalaman, Kev." "Ehm, kita nginap di sini aja. Bawa baju ganti ini. Kalau yang lain-lain bisa beli nanti." Aruna membulatkan mata, kemudian melipat tangan di depan dadaa sambil menggeleng pelan. "Sayang duitnya kalau nginap di dua hotel." "Semalam ini, Na. Besok balik lagi ke sana. Biar paginya kita bisa jalan-jalan dulu seputar sini. Gimana, oke?" Aruna berpikir sesaat sebelum akhirnya mengangguk menyetujui usul Keven. Perempuan itu mengulaskan senyuman kala tangan Keven terulur dan mengacak-acak rambutnya. Pria tersebut tidak menyadari bila tindakannya itu membuat hati Aruna meleleh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD