Tebakan

1727 Words
"Jadi kamu ketahuan selingkuh sama Rossa?!" Ben mengangguk tanpa menoleh pada Marcel. Kemarin pacar sahnya tau jika Ben punya selingkuhan yang bernama Rossa "Terus gimana reaksi Afgan?" Ben meletakkan ponselnya lalu memperbaiki posisi duduknya "Ka ka katakan tidak pada mendua, ka ka katakan tidak pada selingkuh!" Jawab Ben datar "Kayak lirik lagu ya" "Coba tebak judul lagunya!" "Lagi syantik?" "Salah!" "Jreng jreng gubrak?" "Sedikit lagi" "Bang toyib?" "Kamu mendapatkan nilai 1000!" "Horeeee!!!" Marcel bersorak gembira seperti orang yang benar-benar menang lotre sedangkan Ben mengambil pita-pita yang telah Dinda guting kecil untuk ia hamburkan kearah Marcel. "Kenapa sahabatmu pada gila?" Tanya Dion yang duduk disamping Elang "Jangan lupa mereka juga temanmu!" Elang melirik kedua orang dibelakangnya "Dasar gila!" Desisnya membuat Ben dan Marcel berhenti "Kamu dengar suara nggak? Gila? Entah siapakah yang bilang gitu" Marcel membersihkan rambutnya dari pita-pita yang Ben hamburkan padanya "Nggak sadar diri amat ya. Dari tadi liatin ponsel mulu malah ponselnya nggak pernah bunyi lagi, kasian!" Lanjutnya "Jomblo mah gitu" tambah Ben yang diangguki "Sok sibuk liatin hp tapi nyata cuma liatin doang, nggak ada yang chat hahahahahaha" Ben dan Marcel tertawa tanpa menyadari raut wajah Elang yang berubah "Nonpribumi nggak usah banyak bacot!" Keduanya terdiam mendengar ucapan Elang. Nonpribumi? Ben dan Marcel saling melihat satu sama lain. Apa salah mereka? Kapan Elang menganggap mereka pribumi dan bukan sebagai nonpribumi?  Mereka cinta Indonesia dan mereka ingin dianggap sebagai pribumi yang sesungguhnya. Meski mereka keturunan bule mereka tetap memilih Indonesia sebagai kewarganegaraan mereka. "Hei burung! Bisa nggak jangan manggil kita nonpribumi lagi?" "Iya nih, burung mah jahat sama kita"  ucap Ben lesu, Elang tau saja cara membuat mood mereka rusak "Lebih jahat mana aku sama kalian yang ngatain aku jomblo?!" Tanya Elang berbalik menatap kedua sahabatnya datar "Lah? Kamu kan emang jomblo Lang, kamu lupa?!" Tanya Marcel tak percaya, apa sahabatnya ini terbentur semalam hingga ia lupa jika tidak punya pacar "Aku ingatnya kalau aku itu single bukan jomblo." Ralat Elang membuat Ben mengumpat, itu sama saja. "Dan ya sepertinya kalian lupa kalau pacar-pacar kalian itu bekasku. Bekas penolakanku maksudnya" lanjut Elang tersenyum meremehkan. Elang tidak habis pikir kenapa mereka mau-mau saja menerima cewek-cewek yang mengatakan cinta pada mereka padahal mereka tau jika sebelumnya cewek-cewek itu lebih dulu mengejar Elang, seperti Rossa mantannya Ben dan juga Andini mantannya Marcel. "Nah justru itu, kami itu nggak mau mubazir kayak kamu! Udah ada makanan didepan mata masa dibiarin gitu aja?!" Perjelas Ben, menolak cewek-cewek yang mendekatinya sama saja menolak rejeki, intinya mereka yang mendekati Ben bukan Ben yang mendekati mereka "Makanan? Kalau makanannya udah busuk masih aja kamu makan?!" "Tergantung, kalau lauknya masih bagus kenapa nggak?!" "Kenapa kalian jadi ngomongin makanan?! Kita itu bicara mengenai nonpribumi tau! Pokoknya Elang jangan manggil kita nonpribumi lagi!" Titah Marcel yang langsung diangguki Ben, Elang menaikkan kedua alisnya "Terus aku harus manggil apa?" Ben dan Marcel sedikit berpikir "Primars? Prijupiter? Prisaturnus? Priuranus atau pripluto yang tak dianggap?" "Sekalian aja priplanet jadi nggak usah ngabsen!" Kesal Ben melihat sikap Elang "Prikemanusiaan aja supaya kamu juga punya rasa simpati pada kami!" Usul Marcel ingin menendang kepala Elang sampai ke pluto biar sama-sama hilang dan tak dianggap "Nggak ah! Nonpribumi tetap the best!" "KAMPREET KAMU EMANG!" * * * "Aduuhhhhh si Dinda kalau mukul kayak Mike Tyson aja. Punggungku masih sakit" ringis Marcel memegang punggungnya. Dinda mengamuk karena pita-pita yang ia gunting tadi malah berhamburan padahal pita itu sebagai bahan untuk mata pelajaran seni budaya. Melihat pita-pita itu berhamburan disekitar Marcel, tanpa bertanya Dinda langsung meninju punggungnya "Ini semua gara-gara kamu nih!" Kesal Marcel pada Ben, pelakunya Ben tapi dia yang kena batunya "Alah! Kamu juga suka" balas Ben tak punya rasa bersalah sedikitpun. "Kita mau kemana nih? Ini kan bukan kearah kantin" Elang tetap berjalan tak peduli dengan ocehan kedua sahabatnya dibelakang "Ngapain kita kesini?" Ben melihat siswa-siswi SMP yang berlalu lalang disekitarnya "Tau nih si burung. Malah anak SMP sekarang pada kecentilan lagi" Marcel membuang muka tak ingin melihat 4 orang siswi bertingkah sok cantik karena melihatnya "Si Mirah masuk sekolah?" "Iya masuk, tapi aku harap dia nggak bolos lagi hari ini" "Apa Si burung mau ketemu Mirah ya?" "Mau ngapain si burung pemangsa itu ketemu adikku?!" "Apa mungkin dia suka adikmu?" Marcel bertenti menyipitkan matanya kearah Ben lalu menatap punggung Elang yang sudah menjauh "Mana mungkin, Elang kan nggak punya selera sama cewek, lagian cuma si Mirah suka sama dia tapi dia cuma ogah-ogahan." Mirah selalu bercerita padanya jika ia menyukai Elang sahabat kakaknya. Mirah selalu minta agar kakaknya itu mendekatkan dirinya dengan Elang tapi selama ini Marcel tak berhasil melakukannya. "Iya juga, lagian adikmu kan masih ingusan mana mau Elang sama dia!" Ucap Ben menyusul Elang yang pergi entah kemana * * * Elang bernapas lega melihat Arum tertawa bersama teman-temannya. Sejak tadi  Elang khawatir dengan Arum, Elang menunggu kabar dari Arum tapi Arum tak mengabarinya sama sekali jadi Elang memutuskan untuk ke sekolah Arum agar bisa melihatnya. Elang memasuki kelas Arum yang awalnya ribut kini hening karena melihat kedatangannya. Siswi disana berdecak kagum dan tak percaya karena seorang Elang yang mereka tau sebagai bintang ASHS datang ke kelas mereka. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya, biasanya mereka meliat Elang saat mereka pergi ke sekolah ASHS untuk melihat pertandingan basket dimana Elang sebagai kapten. "Kak Elang!" Seorang gadis berambut sebahu berdiri menghampiri Elang sembari memegang lengan Elang "Kakak kenapa disini?" Tanyanya sembari tersenyum membuat mata  sipitnya tambah sipit "Mau ketemu seseorang" Elang melepaskan tangannya lalu mendekati Arum yang tetap duduk dikursinya "Kakak kenapa kesini?" Tanya Arum setelah Elang sampai didepannya "Apa kakak harus punya alasan nemuin adik kakak sendiri?" Tanya Elang balik. Arum mendongak sambil tersenyum padanya "Kenapa nggak beri kakak kabar?" "Katanya kalau ada apapa baru kasih kabar." Arum ingat betul ucapan kakaknya itu kalau ada apa-apa Arum harus mengabarinya. Elang juga ingat ucapannya tadi pagi, harusnya ia bilang kalau Arum harus selalu mengabarinya. "Kakak kenalin mereka teman baru aku!" Elang melirik ketiga siswi yang duduk didepan dan disamping Arum, ketiganya tersenyum tanpa mengalihkan matanya dari Elang. Elang mengangguk kecil. Parah, bukan cuma siswi di sekolahnya yang menatapnya seperti itu, anak ingusan seperti mereka juga melakukannya. "Kakak, dia Ruth!" Arum menunjuk gadis berkaca mata didepannya "Dia Diana!" Tunjuknya pada gadis berkuncir kuda didepannya "Dia Megan!" Arum memegang bahu siswi disamping kanannya "Dan dia," "Dia Mirah kan?" Potong Elang saat Arum menunjuk Mirah yang berdiri disamping Elang "Kok kakak tau?" "Dia adiknya abang Marcel sayang" Arum melebarkan matanya tak percaya, jadi teman sebangkunya itu adiknya abang Marcel? "DEDEK!" Arum menoleh kearah pintu dimana kedua pria yang berseragam seperti kakaknya Elang menghampirinya. "Dedek sekolah disini?!" "Kenapa nggak bilang?!" "Kenapa harus bilang pada kalian?!" Balas Elang pada kedua sahabatnya itu, kedua mulai heboh melihat penampilan Arum memakai seragam AJHS "Ya harus dong! Dedek gemes kan juga adikku" balas Ben yang diangguki Marcel "Jangan berani-beraninya klaim milikku!" Seru Elang tak suka dengan ucapan Ben. Adiknya? Enak saja, Arum itu cuma adik Elang, Arum bukan adiknya siapa-siapa selain dirinya "Jadi, Arum ini adiknya kak Elang yang abang bilang?" Beberapa hari yang lalu Marcel pernah bercerita padanya jika Elang memiliki adik angkat yang super cantik yang mengalahkan dirinya. Mirah tidak ambil pusing dengan ucapan abangnya itu karena abangnya memang tidak pernah mengakui jika dia cantik. Tapi semenjak saat itu Mirah ingin sekali melihat adik kak Elangnya. Mirah selalu meminta abangnya mengantarnya untuk bertemu adiknya Elang tapi Marcel selalu sibuk mempersiapkan pertandingannya akhir minggu ini. Jika Arum memang adik Elang maka Mirah akui jika ucapan abangnya itu bukan bohongan. Arum memang cantik, saking cantiknya Mirah sebagai cewek juga mengakui itu. "Iya, cantik kan?" "Wahhhh Arum! Aku nggak nyangka kamu adiknya kak Elang" seru Mirah heboh, hari ini punya sahabat baru. Meski ia belum mengenal Arum, Mirah sudah bertekad akan menjadi Arum sebagai sahabatnya "Aku juga" ucap Arum tersenyum lembut "Ayo kita ke kantin!" Elang meraih tangan Arum "Kamu pasti belum makan kan?" Lanjutnya membawa Arum meninggalkan mereka * * * "Mau makan apa?" Arum melihat daftar menu yang menempel didinding kantin. Setelah melihat semuanya, Arum memilih bakso mercun. Elang menggeleng tak membiarkan Arum memilih itu. Bakso mercun pedas dan Elang tidak ingin Arum kepedasan karena itu. "Tapi aku maunya itu" "Pilih yang lain aja!" Titah Elang membuat Arum lesu. Bakso mercun adalah kesukaannya karena Arum suka makanan pedas, sudah lama sekali Arum tidak pernah memakannya karena tidak memiliki uang untuk membelinya. "Yaudah, gado-gado aja" Elang mengelus kepala Arum lalu menariknya duduk bersama Ben, Marcel dan Mirah dimeja paling dekat dengan pintu kantin. Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya pesanan mereka datang. Arum kebingungan melihat lima mangkok bakso dimeja. "Bakso urat yang mana nih?" Mirah mendekatkan bakso urat kedepan Ben, sedangkan ia dan abangnya memesan bakso keju. Arum menahan tangan Elang saat mendekatkan semangkok bakso didepannya. "Kenapa?" "Bukan bakso tapi gado-gado" Ibu kantinnya mungkin salah karena Arum tidak memesan bakso. "Katanya mau bakso mercun jadi kakak pesanin" Mendengar adiknya, Elang tau jika Arum kecewa karena Elang tidak membiarkannya makan bakso mercun, karena tak ingin Arum kecewa maka Elang memesan bakso mercun 2 mangkok untuk Arum dan juga dirinya "Katanya nggak boleh makan yang pedas" "Jadi mau kakak pesanin gado-ga," "Ehhhh jangan!" Sergah Arum melepaskan tangan Elang pada mangkok didepannya "Makasih ya kak" ucapnya tersenyum lebar, baksonya sudah ada didepannya sayang kalau tidak dimakan lagian Arum juga mau sekali memakanya. "Kalian bakal datang, kan?" Tanya Marcel disela-sela makannya, jumat ini ia harus ke Jepang untuk mempersiapkan diri untuk pertandingan hari minggu nanti jadi sebelum berangkat ia meminta sahabatnya untuk datang "Tiket pesawat mahal" ucap Ben sebelum memasukkan sebutir bakso terakhirnya "Ya ampun, pencicilan amat jadi sahabat" Ben hanya menaikkan kedua bahunya tak ambil pusing dengan ucapan Marcel, toh meski Marcel tidak memintanya ia akan tetap kesana untuk mendukungnya. "Mau ikut nggak, Rum?" Arum menatap Mirah didepannya lalu menoleh pada Elang disampingnya. Elang juga menoleh pada Arum sembari menaikkan alisnya "Arum mau ikut ke Jepang?" Tanya Ben antusias "Ikut ya dedek gemes!" Pinta Marcel mengedikkan sebelah matanya "Arum mau ikut?" Arum menoleh pada Elang yang menatapnya dari samping "Kakak mau ikut?" Tanya Arum balik "Iya kakak ikut, takutnya buaya darat 01 akan ngamuk kalau nggak ikut" Marcel berdecih mendengar panggilan Elang padanya, buaya 01? Aneh, tapi itu lebih baik dibanding dengan nonpribumi "Emang aku boleh ikut?" "Tentu saja!" "Nggak ngerepotinkan?" "Arum nggak akan ngerepotin kakak" "Makasih kakak!" Cup Elang mengacak rambut panjang Arum setelah mencium pipinya. Kenapa adiknya itu menggemaskan dan semanis ini? "Manis sekali" pikir ketiga orang didepan mereka Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD