Aura Jahil

1574 Words
Iffa Pov Tidur nyenyaknya terganggu karena cahaya matahari yang masuk melalui ventilasi kamarnya. Pagi yang indah dengan jiwa yang sepi. Membuatnya malas untuk bangun tapi diharuskan bangun karena ada yang membuka hordeng jendela kamar nya. "Aduh, siapa sih yang buka gordennya. Rese amat," gerutuku. Masih belum sadar, di hadapan nya sudah ada seorang perempuan yang berdiri dengan melipat tangan nya di d**a, dan menggelengkan kepala melihat kelakukan putrinya yang suka menggerutu.  "Teteh, bangun. Sudah siang, bukannya hari ini harus ke kampus karena ada rapat sama koordinator yang lain untuk persiapan kemah?" Suara lembut menyadarkan nya, ia mengerjapkan mata nya beberapa kali dan terkejut karena diingatkan rapat hari ini. Aku langsung bangun dan terduduk, mengucek-ngucek mata. "Maaf Mamah," ujarnya merasa salah karena sempat menggerutu di hadapan Mamanya. Sang Ibu menghampiri putrinya yang masih belum sadar sepenuhnya, ikut duduk dibibir ranjang disebelah putrinya. Sang Ibu hanya menggelengkan kepala saja melihat anak sulungnya itu. "Ayo bangun, mandi, sarapan. Lalu berangkat ke kampus. Ponselmu sejak tadi sudah berdering terus, sepertinya Citra yang terus menerus menelpon," ujar Mamah, membelai sayang kepala putrinya. Dan mulai beranjak meninggalkan aku, yang mulai sibuk dengan ponsel. Banyak sekali telpon dari ini bocah, gak ada kerjaan banget sih, pagi-pagi buta sudah menelpon trus, gerutuku kesal karena ada 50 panggilan tidak terjawab dari Citra Rosadi. Sahabatnya yang menyebalkan, dengan perawakan yang tinggi, gede dan rambut ikalnya. Aku menjawab pesannya Kak Cit yang penuh drama terlebih dulu, lalu jalan terburu-buru masuk ke kamar mandi dan bersiap untuk sarapan lalu berangkat ke kampus. Setelah selesai mandi dan bersiap, ia tak lupa memasukkan segala macam keperluan yang akan dia butuhkan, berjaga-jaga apabila nanti ia yang dikasih tugas untuk survei. Karena, menurut pengalaman-pengalaman sebelumnya, ia yang selalu di minta dan di percaya untuk survei dan melaporkan hasil survei dan tentunya selalu berangkat bersama lelaki menyebalkan yang selalu di jadikan partner oleh Mas Dede selaku ketua saat Iffa harus survei. *** Ruang makan, sudah ada Mamah, Papah dan kedua adik Iffa yang menunggunya untuk sarapan. Tanpa rasa salah, ia berjalan dengan langkah yang santai. "Cepet bisa enggak sih, Teh. Lama banget jalannya, udah lapar," ujar Arul Kesal. Adik bungsu Iffa yang sudah duduk di bangku SMP yang sebentar lagi akan lulus dan masuk SMA. "Ya lama banget sih lu, Teh." Sekarang gantian Rina yang menggerutu melihat kelakuan Teteh nya yang membuatnya muak. Iffa mempercepat jalan nya, menghampiri mereka yang sudah menunggunya dengan kesal. Papah hanya menggelengkan kepala saja, karena setiap pagi pasti ada saja drama keributan yang diciptakan oleh anak-anaknya. "Sabar lah. Gak sabar banget sih lu berdua, heran." Iffa menjawabnya acuh dan langsung menarik kursinya untuk duduk. Kami makan dalam diam dan khusyu. Tiba-tiba Papah membuka suara, "Jadi teh kemahnya?" tanyanya santai membuat Iffa mendongakkan kepala dan melihat ke arah yang mengajaknya mengobrol. "Jadi dong, Pah. Rencananya, hari ini akan survei ke Villa itu," jawab Iffa enteng dengan tersenyum manis. "Yaudah hati-hati di jalannya ya, Teh," ujar Mamah dengan suara lembutnya. Iffa mengangguk-anggukkan kepala tanda siap. "Eh Teh, yang gue dengar ya. Itu Villa Angker luh." Rina berhasil membuat Iffa mendelik kesal ke arahnya. Survei aja belum, tapi sudah dijelaskan sesuatu hal yang membuat Iffa muak. "Yang bener lu, Neng?" tanya Arul antusias mendengar pernyataan Rina. Mereka memanggilnya dengan sebutan Neng. "Emang k*****t lu berdua. Berangkat ke kampus aja belum, survei aja belum, udah di jelasin sesuatu hal yang bikin muak," jawab Iffa kesal melihat kedua adiknya yang rese. Pasalnya mereka tau, Tetehnya itu sangat penakut. Mereka semua hanya tertawa mendengar jawaban Iffa, dan melanjutkan makannya lagi. Lalu mereka bergegas berangkat ke tujuan nya masing-masing. Seperti sekarang ini, Iffa sudah berada disuatu ruangan rapat dan dipaksa untuk survei bersama Mas Jaka yang menurutnya sangat menyebalkan. *** Iffa masih memikirkan perkataan adiknya. Apa benar itu Villa angker? Duh mampus aja kalau iya angker, gak akan bisa menikmati suasana disana pasti, batin nya. Ia sedang asik melamun, sambil menunggu Mas Jaka bersiap. "Ayo berangkat, malah ngelamun lu mah, Iffa," ujar Mas Jaka membuyarkan lamunan Iffa. Dan mereka bergegas menuju ke Villa di Desa Cindai. Selama perjalanan menuju Desa Cindai, mereka banyak diam dan menikmati perjalanan yang suasana nya adem. Dengan hembusan angin yang dingin, dingin nya sangat menusuk ke tulang. Membuat Iffa menarik jaketnya agar lebih rapat lagi. "Dingin?" tanya Mas Jaka yang mungkin melihat Iffa dari kaca spion, sibuk merapatkan jaketnya. "Iya Mas, dingin banget. Kita harus kasih tau peserta nanti diwajibkan membawa jaket. Gila ini dingin banget luh dijalan, apalagi nanti di Villa kan? Pasti lebih dingin," terang Iffa, maksudnya agar nanti Mas Jaka mengingatkan juga barangkali ia lupa. Namun hanya anggukan kepala yang direspon oleh Mas Jaka. "Mas, masih jauh?" tanya Iffa karena merasa lelah di perjalanan. "Bentar lagi kok, paling 15 menit lagi. Sabar, jangan bawel!" ujarnya membuat Iffa kesal. Mas Jaka melihatnya dari kaca spion hanya mampu mengulas senyum melihat Adik Tingkatnya itu kesal. "Mas, kata Adek gue itu Villa Angker," ucap Iffa lagi mencoba menghilangkan kebosanan, Mas Jaka diam cukup lama. Ia tau, memang Villa tersebut angker, tapi mencoba tenang agar Iffa yang menurutnya ribet dan penakut itu tetap tenang. "Enggak kok. Justru tempatnya asik, indah dan unik. Gue jamin, lu semua bakal betah deh," jawabnya menyakinkan agar Iffa tetap tenang. "Emang iya Mas? Jangan bohong lu! Awas aja ya kalau tempatnya tidak sesuai dengan apa yang lu jelaskan!"  *** Di ujung sudut Kota yang asri ini, ada sebuah bangunan yang sangat unik di Desa Cindai. Yang ternyata bangunan tersebut dimiliki oleh dua orang yang berbeda. Villa tersebut, terletak di bawah kaki Gunung Ciremai.  Bangunan Villa Unik ini milik Bapak Mustofa dan berdiri diatas tanah milik Bapak Andi. Villa ini sungguh sangat unik. Kenapa unik? Karena tiap kamarnya itu dibuat bertingkat dan juga ada gapura candi di pintu masuknya. Bagi kalian, Para Pecinta Alam dan Para Pendaki yang khususnya sudah pernah atau akan naik ke Gunung Ciremai dengan melewati jalur pendakian Desa Cindai pasti akan dihidangkan oleh keindahan Villa tersebut. Villa yang lumayan agak jauh dari pemukiman warga, lengkap dengan hamparan sawah yang sudah siap panen mengelilingi Villa tersebut. Ini memang, satu-satunya Villa yang ada di jalur pendakian Desa Cindai. Benar-benar mewah alias mepet sawah, ya seperti yang sudah dijelaskan di atas. Villa ini sering sekali dimanfaatkan menjadi tempat singgah sementara untuk Para Pecinta Alam dan Para Pendaki. Walau hanya untuk berbaring sebentar atau beristirahat menikmati pemandangan. Masyarakat juga banyak yang membuat acara untuk bermalam di tempat tersebut. Karena villa tersebut cukup nyaman untuk ditempati. Siapapun yang bermalam di Villa tersebut pasti akan langsung melihat hamparan sawah yang hijau dengan kerlap-kerlip lampu Kota yang bisa terlihat dari atas sana.  Tempatnya cukup nyaman dan masih sangat asri sekali. Namun jangan salah, disini banyak juga kehidupan lain yang tidak kasat mata. Mereka bukan hanya satu atau dua jenis tapi banyak. Memang karena pada dasarnya kita hidup berdampingan, jadi wajar jika di villa tersebut banyak sekali penghuni yang tidak kasat mata. Semua penghuni yang tidak kasat mata sudah terlihat oleh Iffa, dan berhasil membuat dia merapatkan tubuhnya pada Mas Jaka. Sesungguhnya ia merasa takut, namun mencoba tetap tenang karena ia sadar, lelaki yang sedang bersamanya ini rese. Dan mungkin tidak percaya akan hal seperti itu Mas Jaka sadar akan ketakutan adik tingkatnya itu, sekaligus salut ia melihat Iffa tetap tenang dalam situasi seperti ini. Ia mengulas senyum melihat genggaman tangan Iffa di jaketnya semakin kuat dan menandakan mungkin banyak yang ia lihat. Disini tidak hanya ada kamar, tapi ada juga kolam yang cukup besar dan berwarna hijau. Kata penjaga disitu, kolamnya bisa digunakan untuk renang. Tetapi mereka berdua juga merasa heran, apa mungkin iya bisa digunakan untuk renang dengan warna air yang hijau sangat pekat. Entahlah kolam itu hijau karena warna tembok atau lumut. Tetapi sepertinya karena temboknya yang berwarna hijau dan lumut yang menghiasi dinding sekitaran tembok tersebut, airnya bersih dan tidak ada dedaunan, mungkin sering dibersihkan juga oleh Pak Toto yang menjaga Villa tersebut. Kamar di Villa ini kurang lebih ada sekitar 6 sampai 7 ruangan kamar mungkin. Karena mereka tidak mengelilingi setiap kamarnya, lelah juga harus turun naik tangga untuk melihat setiap kamarnya. Ketika akan masuk ke dalam, melewati sebuah gapura akan disuguhkan oleh pemandangan kolam yang di setiap sisinya terdapat taman bunga yang indah dan sedang tumbuh dengan warna-warni yang cantik. Pintu masuk gapuranya berbentuk candi. Dan Candinya ini masya Allah sangat unik. Unik banget menurut mereka yang melihat. Saat melewati gapura candi tersebut, akan terasa hawa jahil. Seperti sambutan dari mereka yang tidak kasat mata kepada mereka manusia yang melewatinya.  Mata Iffa mulai mengawasi setiap gerak-gerik yang ada di sekitar, ia berjaga-jaga khawatir ada sesuatu yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Auranya bukan aura jahat, namun tak ada salahnya bukan jika Iffa merasa harus lebih waspada mengingat ini adalah tempat baru baginya. Tempat yang dalam beberapa hari kedepan akan ditinggali oleh mereka semua nantinya, Iffa merasa dirinya harus lebih tau kondisi di villa tersebut ya walaupun nantinya satu di antara mereka banyak yang tidak percaya dengan apa yang disampaikan. Sekarang, ia membuat hidupnya lebih simpel sebab terlalu banyak orang yang tidak percaya dengan apa yang dia lihat dan rasakan membuat dirinya berhati-hati untuk bercerita, sebab belum tentu orang tersebut bisa menerima ceritanya. Jadi, ia lebih berhati-hati memilih seseorang untuk menjadi pendengar setia dan mendengar keluh kesahnya saat bertemu mereka yang tak kasat mata. Sementara ini, belum banyak yang dirasakan oleh Iffa. Hanya hawa jahil dan beberapa diantara mereka yang mengintip penasaran dengan aura yang mendekat yang mungkin menurut mereka itu sangat mencengkam diri mereka yang tidak kasat mata. Tanpa Iffa sadar, Mas Jaka beberapa kali mengulas senyum dan menahan tawa melihat rasa khawatir dan takut yang tercetak jelas di wajah Iffa. Beberapa tangannya tanpa sengaja menggenggam lengan Mas Jaka erat. Awalnya Mas Jaka ingin menolak namun rasa nyaman lebih sering mendera hatinya membuat ia enggan untuk menegur Iffa agar melepaskan genggaman tangan di bajunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD