Playlist :
Alec Benjamin - Let Me Down Slowly
••••
Axel berdiri, dengan tangan terkepal, ia menatap satu persatu wajah kedua orang tuanya bergantian. Lantas, melempar senyuman picik. "Jangan berharap! Aku tidak mau di jodohkan dengan siapapun!"tandas Axel lantang.
"Axel kau tidak bisa egois. Ini demi keluarga kita, dengan menikahi Clarys Field saham daddy mu selamat!"ucap Maureen, seorang wanita paruh baya yang duduk di sisi Deran Frey Damiano, Founder Fireoval Company.
"Kenapa harus aku? Bagaimana jika kalian tawarkan Zander?"
"Clarys Field lebih memilihmu,"potong Zander seraya melangkah pelan untuk mendekatkan diri.
"Saham Fireoval anjlok, hampir setengah investor mundur. Aku harap kau memahaminya Axel,"ucap Deran selaku daddy dari Axel dan Zander Damiano.
"Aku akan menyelematkan perusahaan tanpa harus menikah dengan—"
"Axel please. Ambil cara yang paling mudah, lagipula kekasih mu itu sangat tidak berkelas."
"Apa maksudmu mom?"tanya Axel mengepal tangannya kuat.
"Kau tidak perlu menutupi nya lagi, kami sudah sangat tahu siapa kekasih mu itu,"jelas Maureen membuat Axel merapatkan seluruh giginya geram.
"Menikahlah dengan Clarys. Dia gadis paling tepat untuk bersanding di sisi keluarga Damiano, dengan begitu kau bisa memimpin Fireoval,"ucap Maureen lantas melirik ke arah suaminya dan Zander. Seketika, ketiga orang itu segera beranjak, melangkah meninggalkan Axel dengan perintah yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan. Ini tidak adil, Axel berharap semua tidak nyata.
"Ahh!! Siall!!"umpat Axel dengan suara yang cukup parau. Ia meremas rambutnya begitu kuat. Merasa sangat sesak, membayangkan banyak hal tentang Megan dan seluruh janji yang ia ucapkan pada gadis itu. Ia harus memilih dengan tepat.
________________
Sementara Megan, meneliti Red Garnet Ring yang masih melingkar di jarinya. Menatap pemberian Axel yang sangat ia sukai. Megan mengeluh kasar, mulai meneliti ruang kamarnya yang redup.
"Bagaimana jika Axel tahu bahwa aku sudah tidak—"Megan menelan ludah. Tidak sanggup melengkapi kalimatnya sendiri. Ia merasa begitu tersudutkan.
"Aku harus mengakhiri semuanya dengan Markus, mungkin dengan bicara jujur pada Axel, dia akan paham. Yah— aku tidak bisa larut terlalu lama dalam hal ini! Aku harus menyelesaikan nya!"Megan beranjak, bergerak menuju walk in closet dan memilih pakaian nya asal.
Sepuluh menit berkutat dengan penampilan nya, Megan mendengar ponselnya bergetar. Segera ia menarik benda tersebut dan memeriksanya. Bola matanya berputar malas, memeriksa pesan dari Markus.
"Aku harap kau segera turun!"perintah Markus singkat. Megan hanya membacanya dan meraih Hermes Bag yang hanya bisa menampung dompet dan ponselnya. Lantas, segera bergerak turun ke lantai dasar dengan elevator.
"Oh God! Apa yang kau pakai?"tanya Taylor menyambut Megan dengan mata membulat. Gadis itu menggunakan kaos putih big size dan celana pendek yang harusnya ia gunakan untuk tidur. Tidak hanya itu, rambut Megan berantakan, tampak tidak di sisir. Ia tidak berdandan sedikitpun, belum lagi sendal bulu-bulu berwarna hijau terang nya itu. Mencolok!
"Megan! Aku sarankan kau mengganti pakaian mu, gunakan mini dress dan heels atau—"
"Apa penampilan penting untukmu?"potong Megan membuat Taylor menatapnya tajam.
"Aku yakin, Mr. Grint tidak akan suka penampilan mu, Megan!"ucap Taylor. Membuat gadis itu mendelik dan melipat kedua tangannya di d**a.
"Aku memenuhi undangannya bukan untuk membuat kera sialan itu tertarik!"balas Megan ketus. Lantas, memutar tubuhnya untuk masuk ke dalam mobil yang sudah di bukakan oleh bodyguard.
"Dia bukan hanya pintar memilih buku dengan huruf timbul untuk melempari seseorang, tapi anak ini juga pintar bicara!"keluh Taylor memijat kening nya yang di tutupi scarf. Lalu ikut masuk ke dalam mobil yang sama dengan Megan.
_________________________
"Megan, boleh aku bicara sesuatu hal dengan mu?"tanya Taylor melirik ke arah gadis itu. Megan melirik ke arah kening Taylor, kembali merasa begitu bersalah. Ia mengangguk pelan, membuat Taylor segera membuang napasnya lega.
"Markus sangat menyukai mu!"
"Hah! Bagaimana bisa seorang pria yang baru saja mengenalku beberapa hari dan langsung sangat menyukai ku,"celetuk Megan.
"Aku serius. Sejak enam tahun, dia menyendiri dan hanya sibuk dengan pekerjaan nya. Namun, saat melihat mu, dia terlibat—"
"Aku rasa cukup. Kau tidak perlu meyakinkan ku. Kau bekerja untuk nya! Aku yakin kau di bayar untuk mengatakan ini!"
"No! Ini free! Aku sudah lebih dari 10 tahun bekerja bersama Markus. Jadi—"
"Jadi apa yang kau dapatkan dengan bekerja dengan nya? Kau cantik, mungkin sebelumny kau dan Markus memiliki hubungan spesial,"tuding Megan.
"Aku bukan wanita seperti itu. Tanpa menjadi w************n, Markus sudah memberikan ku segalanya!"balas Taylor parau.
"Mungkin Markus menyukaimu!"
"Ini gila Megan. Aku sedang membicarakan mu!"
"Jangan berharap lebih, aku mencintai seseorang!"jelas Megan membuat Taylor diam.
Drrrttttt!!!
Ponsel Megan bergetar, membuat gadis itu segera meraih nya. Menatap nama Axel terpajang jelas pada benda tersebut. Ia menelan ludahnya, lantas mengangkat panggilan tersebut segera.
"Ax....."
"Megan aku perlu bicara dengan mu sekarang!"sambut Axel parau.
"Sekarang aku tidak—"
"Ini penting! Aku di depan penthouse mu!"ucap Axel terdengar lebih serius. Ia melirik ke arah Taylor sejenak.
"Wait!"Megan memutuskan sambungan telponnya.
"Taylor kita harus berputar!"pinta Megan.
"Apa? Tidak bisa. Kau di tunggu—"
"Please! Ini sangat penting! Katakan pada Markus, aku akan datang ke sana setelah semua urusan ku selesai!"ucap Megan penuh janji.
"Megan kau tidak bisa seenaknya!"
"Baiklah, jika kau tidak mau pecahkan kaca ini lalu melompat keluar!"ucap Megan lantas menaikkan sikutnya cukup tinggi.
"Okay! Akan ku turuti. Jangan lakukan apapun!"Taylor melirik ke arah sopir. Mengirim signal agar pria tersebut patuh pada permintaan Megan. Seketika, mobil mewah tersebut menepi dan segera berputar arah kembali ke penthouse.
_________________________
"Ax... Ada apa? Kenapa kau tiba-tiba datang ke sini?"tanya Megan penasaran.
"Ada yang harus aku bicarakan dengan mu,"ucap Axel ragu, seraya menyentuh wajah Megan dengan kedua tangannya. Sementara Taylor masih memerhatikan dari kejauhan, ia mengabari Markus. Pria tersebut menelponnya berkali-kali.
"Kau mau bicara di dalam?"tawar Megan.
"Tidak. Aku hanya ingin memperjelas sesuatu hal padamu. Ini soal hubungan kita,"ucap Axel membuat kening Megan mengerut.
"Hubungan kita? Maksudmu?"
"Aku tidak bisa melanjutkan nya lagi, Megan. Daddy dan Mommy memintaku menikahi gadis lain, aku—"
"Apa kau bilang? Setelah dua tahun dan kau memilih untuk—"
"Megan dengarkan aku! Aku terpaksa! Aku tidak punya jalan lain!"potong Axel terdengar sangat jelas. Membuat Megan menatapnya lemah. Hilang sudah semua harapannya selama ini.
"No! Kau bukan tidak punya pilihan lain. Kau punya! Tapi kau yang tidak ingin memilihnya,"jelas Megan terdengar begitu bergetar. Ia mengepal kedua tangannya kuat-kuat. Mengusap air matanya yang mendadak jatuh begitu saja.
"Megan....."
"Lepas! Kau menjijikkan!"Megan mendorong tubuh Axel dengan sangat kuat, ia berputar dan melangkah menuju mobil Taylor. Wanita itu sengaja keluar, membantu Megan membuka pintu.
"Megan!!"pekik Axel lantang, melihat gadis itu masuk ke dalam mobil. Ia berhenti melangkah, saat sudut matanya menangkap wajah Taylor.
"Berengsek!"umpat Axel dengan tangan terkepal. Memerhatikan mobil mewah tersebut bergerak menjauh darinya.
_________________
Megan meletakkan Hermes Bag nya asal, meneliti taman belakang mansion milik Markus. Tempat tersebut di decor aesthetic, dengan puluhan lilin beraroma Lavender, layar lebar yang tidak terlalu tinggi lengkap dengan pemutar film. sepertinya Markus ingin mengajaknya piknik. "Wellcome My sweet Apple!"tegur Markus membuat gadis itu memutar pandangannya segera.
"Kau suka?"tanya Markus meneliti penampilan Megan dari atas hingga bawah.
"Hm lumayan!"balas Megan berusaha menghargai. Otaknya sedang kacau, benar-benar di penuhi Axel.
"Taylor bilang kau menangis. Kenapa?"tanya Markus memegang sudut wajah Megan dengan dua tangan. Menatap gadis itu lekat.
"Bukan urusan mu! Aku ke sini untuk—"Megan menghentikan ucapannya. Mengingat bagaimana cara Axel memutuskan hubungan mereka begitu mudah. Ia bahkan tidak menahannya menunggu pagi. What the heck!"
"Please! Jangan lakukan itu lagi. Aku tidak suka kau menangis,"ucap Markus mengusap sudut mata gadis itu. Megan terdiam, ia mengulum bibirnya dan menunduk tanpa suara hingga sekian detik.
"Markus!"ucap Megan, merapatkan diri dan segera memeluk tubuh pria itu lekat.
"Megan,"balasnya pelan, mengusap rambut berantakan gadis itu.
"Aku butuh hiburan. Apa kau bisa melakukan sesuatu?"tanya Megan, melepaskan pelukannya. Menatap intens sudut mata pria tersebut.
"Kau ingin hiburan seperti apa?"
"Apapun! Asalkan aku bisa melupakan banyak hal sekarang!"pinta Megan penuh harap. Markus tersenyum tipis, melekatkan bibirnya di sudut telinga Megan.
"Kau ... Ingin bercinta?"tawar Markus membuat tubuh Megan mendadak kaku. Ia merinding saat pria itu mengecup sudut pipinya.
"Dasar kera m***m! Apa tidak ada hal lain yang bisa kau tawarkan? Hah??"pekik Megan mendorong kasar d**a Markus.
"Tenanglah, aku hanya menawarkan. Mau atau tidak itu terserah kau!"kekeh Markus.
"Stupid! Harusnya aku pulang!"cerca Megan, mencoba melangkah menjauh. Namun, Megan terhenti, lengannya di tahan.
"Ayolah. Semakin marah kau semakin cantik,"puji Markus.
"Ah yah? Taylor bilang, kau tidak akan suka dengan penampilan ku!"
"Karena itulah, aku ingin menelanjangi mu!"balas Markus cepat.
"Sial! Kau memang benar-benar berensek!"umpat Megan.
"Aku hanya mencoba bicara jujur denganmu!"jelas Markus menatap wajah Megan lekat.
"Kau bicara asal bukan—"
Cupp!!
Markus mengecup bibir Megan, membuat gadis itu terdiam sejenak. "Beraninya kau!"Megan menaikkan tangannya, berharap bisa memukul Markus. Namun, lagi-lagi kedua lengannya di tahan, Markus merapatkan tubuh hingga kedua pasang mata mereka saling bertatapan sejenak.
"Aku ..... Mencintai mu Megan!"ucap Markus terbata. Ia menelan ludah, tidak mengalihkan pandangannya sedikitpun dari gadis itu. Megan berdebar kencang, mendadak lupa dengan semua hal tentang Axel. Entahlah, ia merasa dunianya seakan di balik.
"Aku benar-benar mencintaimu...."sekali lagi, Markus bicara lebih serius sembari mengusap rambut Megan. Ia tersenyum tipis, menunggu jawaban yang akan di berikan gadis itu untuknya.
"Sorry Markus! Ini terlalu cepat untukku!"ucap Megan mencoba menjauhkan diri. Melirik ke arah layar lebar yang ada di hadapannya, lantas bergerak menuju Matras dan merebahkan dirinya di tempat itu.
"Kau punya film apa? Aku ingin lihat, mungkin aku suka dengan pilihan mu!"ucap Megan fokus menatap layar tersebut.