Tidak Pantas

1020 Words
Evelyn mengusap peluhnya untuk yang terakhir kali, semua pekerjaannya sudah selesai, itu artinya dia sudah bisa makan sekarang. Evelyn melihat jam yang sudah menunjukkan hampir tengah hari, huh pantas saja gadis itu begitu lemas. Dari pagi dirinya belum menerima asupan makanan sesuap pun. Evelyn mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik tanpa kesulitan. Walaupun dia terlahir dari keluarga yang berada, Mommynya, Anastasia selalu mengajari Evelyn mengurus rumah. Agar kelak, Evelyn tidak kesulitan saat sudah menjadi seorang istri. Evelyn memasuki ruang makan, saat itu juga kepala pelayan datang menghampirinya. Wanita paruh baya bernama Kane itu, bermaksud menyampaikan pesan dari majikannya, Aaron. "Maaf Nona Eve, Tuan tidak memperbolehkan anda makan sebelum semua pekerjaan rumah ini selesai." Kane terlihat tidak tega mengatakan pesan itu. Kening Evelyn berkerut, "Bukankah semuanya sudah selesai kukerjakan?" "Maaf Nona, tugas Nona bukan hanya di dalam rumah ini saja, taman depan, taman belakang dan sekitar lingkungan rumah ini juga bagian dari pekerjaan anda." Ya Tuhan cobaan apalagi ini, pandangan Evelyn menjadi kosong, pria itu begitu tega kepadanya. Dengan tubuh lunglai, Evelyn berjalan keluar dari rumah itu, menuju taman.Taman rumah itu begitu luas, Evelyn tidak yakin dia akan sanggup mengerjakannya, sekarang saja tubuhnya sudah terasa lemas. Evelyn mengerjakan taman itu sambil mengusap keringat dingin yang bercucuran di dahinya. Perlahan pandangannya menggelap, kakinya serasa tidak dapat lagi menopang tubuhnya. Dan akhirnya tubuh gadis itu tumbang di atas rumput basah di taman itu. *** Aaron menatap lekat gadis yang tengah terbaring lemah di atas tempat tidur. Setelah mendapat kabar dari Kane, Aaron langsung pulang dan meninggalkan pekerjaannya. Entah mengapa dia begitu cemas mengetahui gadis yang sudah menjadi istrinya tidak sadarkan diri. Beberapa saat kemudian, Evelyn sadar, seketika Aaron menyembunyikan wajah cemasnya. "Kane, berikan dia makan, jangan sampai dia mati kelaparan." ucap Aaron dengan dingin, lalu meninggalkan kamar itu. Evelyn nampak bingung sejenak, hingga ia mengingat saat dirinya jatuh pingsan saat bekerja di taman. "Bagaimana keadaan Nona?" tanya Kane. "Aku baik-baik saja..." "Saya Kane Nona, panggil saja saya Kane." jelas Kane. "Nona tunggulah sebentar, saya akan mengambilkan makanan untuk Nona." ucap Kane, lalu meninggalkan kamar itu. Evelyn menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang, tubuhnya masih terasa lemas, karena belum makan sama sekali. Seminggu sudah Evelyn tinggal di rumah Aaron, perlakuan pria itu tidak berubah sama sekali. Evelyn tetap mengerjakan semua pekerjaan di rumah itu. Evelyn bersyukur, setidaknya pria itu masih memperbolehkannya makan sebelum bekerja. Dan selama seminggu ini, Evelyn sama sekali tidak bertemu dengan Aaron. Ya, walau mereka suami istri, mereka tidur di kamar yang berbeda. Aaron akan berangkat bekerja sebelum Evelyn keluar kamar dan pulang setelah Evelyn tidur. Lebih tepatnya, gadis itu diperlakukan seperti seorang pembantu daripada istri. Hari sudah menjelang malam, Evelyn menaiki anak tangga menuju kamarnya. Tangannya bergerak memutar gagang pintu kamarnya, tapi tidak bisa, kamarnya tidak bisa dibuka. Evelyn pikir jika pintu kamarnya rusak, hingga sebuah suara berat mengagetkannya dari arah belakang. "Sampai matipun kau tidak akan bisa membukanya." mata elang itu menatap tajam saat Evelyn berbalik badan. "Tu..tuan.." Evelyn menundukkan kepalanya. "Kau tidak pantas tinggal di kamar semewah ini." Tanpa memandang Aaron memerintah Kane yang berdiri di belakangnya, "Kane bawa dia ke tempat seharusnya." Kemudian berlalu dari hadapan Evelin. "Mari Nona.." ajak Kane." "Tapi Kane, barang-barangku..." "Barang-barang Nona sudah dipindahkan ke tempat baru anda." jawab Kane, berjalan diikuti Evelyn yang masih bingung. Kapan barang-barangnya dipindahkan, pikirnya. Evelyn mengira bahwa kamarnya akan dipindahkan ke lantai bawah, ternyata perkiraannya salah. Kane masih memimpin jalan hingga mereka sampai di halaman belakang rumah. Evelyn dapat melihat bahwa tujuan mereka adalah sebuah bangunan kecil beberapa meter di depannya. Cat bangunan itu nampak usang, cat yang semula berwarna putih kini berubah menjadi kekuningan akibat termakan hujan dan terik matahari. Bangunan itu seperti tidak terurus, beberapa jendelanya sudah pecah, ditambah tidak ada cahaya yang menerangi membuat bangunan itu terlihat menyeramkan. Mereka sudah sampai di depan pintu bangunan itu, "Silahkan masuk Nona." Kane membuka pintu rapuh itu hingga terdengar suara krietan dari pintu itu.Kegelapan menyambut kedua wanita itu, membuat Evelyn bergidik takut, benarkah bangunan ini akan menjadi tempat tinggalnya, pikirnya. Kane memasuki bangunan itu, lalu menyalakan lampu, cahaya lampu yang redup samar-samar menerangi ruangan kecil itu. Evelyn masih berdiri di ambang pintu, memandangi ruangan yang akan menjadi kamarnya, gadis itu mengusap air matanya yang tergenang. Ruangan yang hanya diisi dengan sebuah lemari kecil usang dan juga meja kecil di sampingnya. Kamar pelayan di rumahnya bahkan lebih mewah daripada kamar ini. Evelyn menarik nafasnya dalam, berusaha agar tangisnya tidak pecah di depan Kane. Kane dapat melihat apa yang dirasakan gadis di hadapannya ini, ingin sekali rasanya dia menolongnya, tapi apalah daya, Tuannya bisa saja murka akan kelancangannya. Kane tertunduk, "Maafkan saya Nona, saya tidak bisa membantu Nona." "Tidak apa-apa Kane." tersenyum pada Kane. "Kembalilah Kane, aku ingin istirahat." Evelyn melangkah memasuki kamar itu. "Baiklah Nona. Jika Nona butuh sesuatu, panggil saja saya." "Terima kasih, aku pasti memanggilmu." "Baik Nona saya permisi dulu." lalu meninggalkan bangunan itu. Sebenarnya bangunan itu adalah bekas gudang, dan dikosongkan setahun yang lalu karena bangunannya sudah rapuh. Bisa saja sewaktu-waktu bangunan itu roboh saat angin kencang ataupun hujan. Setelah Kane pergi, Evelyn menutup pintu lalu kembali memandangi kamar itu dengan perasaan miris. Bahkan tempat tidur saja tidak disediakan di sana. Gadis itu memejamkan matanya, mencoba menerima semua keadaan yang menimpanya. Lalu mendesahkan napasnya dalam, mencoba meredakan tangisnya yang tercekat. "Kau tidak boleh lemah Elin, ingat kata Mommy dan Daddy bahwa kita tidak boleh lemah, kau harus kuat." lirihnya. Setelah menyemangati dirinya sendiri, Evelyn menelusuri ruangan itu, mencari-cari sesuatu yang bisa dijadikan alas sebagai tempat tidurnya. Evelyn mendapati sebuah karpet hitam tipis, digulung di samping lemari kecil itu. Evelyn mengambilnya, lalu membentangkan karpet itu di ruang yang kosong. Sepertinya memang sudah disiapkan untuknya, gadis itu menemukan sebuah selimut yang juga tipis di atas tumpukan bajunya di dalam lemari. Tubuhnya sangat lelah, ingin sekali mengistirahatkan tubuhnya sebelum memulai hari beratnya besok. Sebelum tidur Evelyn terlebih dahulu merapalkan sebuah doa, agar dirinya tetap diberi kekuatan oleh yang kuasa dalam menghadapi keadaan ini. Evelyn menekuk kakinya, dengan tangannya memeluk tubuhnya, mencoba menghangatkan tubuh mungilnya. Siapa pun tidak akan tahan tidur seperti itu. Tidur di lantai hanya beralaskan karpet dan sehelai selimut tipis, tak jarang membuat bibir Evelyn gemetar kedinginan. TBC 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD