Bab 1. Gara-Gara Salah Kamar Berujung Dibeli Bos Besar

1351 Words
"Permisi, Tuan!" Suara Alana bergetar ketika menyapa seorang pria yang saat ini sedang duduk di sofa cokelat di depannya. Pria dengan mata elang yang tajam dan mendominasi. Gadis itu tidak tahu siapa yang ia hadapi saat ini. Namun, sesuai dengan apa yang Tante Mia katakan, ia harus melayani pria itu dengan sepenuh hati. Jaroem masih geming ketika ia melihat gadis cantik di depannya. Ia memesan layanan pijat, tapi gadis di depannya telah menggoda hasratnya untuk disalurkan. Terlebih ketika wajah polos itu langsung menurunkan tali bahunya hingga sebagian dadanya terekspos indah. Saat itu, Jaroem bangkit dari duduk. Ia mengikis jarak dengan Alana yang saat ini sedang melepas sepatu hak tingginya. Ketika pria itu sampai di depan Alana, aroma tubuh gadis itu langsung menusuk indra penciuman Jaroem. Aromanya sangat manis hingga ia terlena untuk mencicipinya. "Lakukan tugas lu!" kata Jaroem setelah itu. Pria itu melepas tali piyama mandinya dan merentangkan tangan. Saat itu, Alana menelan ludahnya dengan kasar. Tubuh tegap di depannya adalah yang pertama yang akan ia sentuh sepanjang hidup. Alana hendak menangis, tapi ia buru-buru membuang sisi sentimentilnya demi membayar utang pada Tante Mia. Gadis itu menyisihkan rasa takutnya dan menyentuh tubuh Jaroem dengan berdebar. "Emmh ...." Jaroem memejam ketika Alana mengusap dadanya dengan tangan bergetar. Pria itu menyadari hal itu. Namun, tidak mengambil asumsi apa pun. Ia makin tidak tahan ketika kemudian jemari lembut Alana menyambangi miliknya yang telah tegang. "Selesaikan di ranjang," titah Jaroem saat itu. Alana makin kalut. Ini adalah hal paling hina yang bisa ia lakukan untuk sang ibu. Jadi, mari lakukan dan selesaikan dengan cepat. Jaroem membawa gadis itu ke ranjang. Tak ada lagi yang bisa mencegah pria itu beraksi. Usai membuang piyama mandinya, Jaroem menarik Zipper di punggung Alana hingga ke pinggang. Pria itu segera menghidu aroma manis yang menguar dari tubuh gadis itu. Aah ... ini membuatnya candu. Saat itu, Alana hanya bisa menahan tangisnya. Ia memejam ketika Jaroem menemukan dirinya yang telah polos. Tubuh bagian depannya menjadi sasaran pertama bos besar. Di sela rasa takut dan kalutnya, Alana sempat mendesah pelan ketika sentuhan Jaroem mengenai bagian sensitifnya. Sampai akhirnya, pria itu melakukan penyatuan. "Yeaahh." Erangan Jaroem terdengar nyaring ketika ia berhasil menyatukan diri dengan gadis itu. Sementara Alana terus memejam. Rasa sakit di tubuh bagian bawahnya tak terbendung. Hunjaman demi hunjaman yang Jaroem berikan membuatnya tak dapat lagi merenda masa depan. Segalanya telah hilang oleh pria sialan yang kini sibuk mengejar kenikmatan di atas tubuhnya. Aah ... bukan salah pria itu. Salahnya yang memilih jalan terjal untuk mendapatkan uang. Namun, pada satu saat, Alana merasakan hal berbeda pada dirinya. Ia bahkan sempat mendesah ketika Jaroem memperlakukannya sedikit pelan. Walaupun tetap saja gempuran pria itu memberikan trauma tersendiri bagi Alana yang baru sekali ini melakukannya. Keduanya terus bergelut dengan peluh sampai akhirnya Jaroem membuang semuanya dalam tempat hangat milik Alana dengan gusar. 2 jam berlalu sejak pertama Jaroem mengerjai gadis itu, ia terbangun dan melihat tubuh polos Alana yang terlelap dan meringkuk di sampingnya. Senyum pria itu terbit ketika mengingat betapa nikmatnya percintaan mereka tadi. Pria itu menyibak selimut demi bisa pergi ke kamar mandi. Namun, ia terdiam sejenak ketika melihat noda merah di sprei kamar tidurnya. Tatapannya kemudian beralih pada paras ayu yang kini sedang mengunjungi dunia mimpi. Wajah rupawan yang langsung menarik Jaroem dalam khayal surga dunia ketika pertama kali melihatnya. Aah ... itu bukan salahnya. Alana membuka mata ketika merasakan gerakan Jaroem. Gadis itu mengernyit, lalu mengusap wajahnya dengan telempap. Sejenak, ia mengedarkan pandangan pada ruangan luas di mana ia dieksekusi malam ini. Lalu, mengusap sudut matanya yang mengembun. Tak ada lagi yang tersisa darinya selain raga kotor tak berguna. Ini semua karena utang. Niat hati ingin membayarnya, nyatanya ia malah terjebak dan jatuh dalam lubang paling hina sepanjang hidupnya. Namun, tidak ada yang bisa Alana sesali. Ia sudah kadung masuk ke dunia hitam, sebaiknya ia menerima takdir yang terlanjur tergaris. Gadis itu bangkit. Ia beringsut ke tepi ranjang demi mengambil pakaian yang dibuang Jaroem sembarangan semalam. Namun, rasa nyeri di tubuh bagian bawahnya tak terbendung. Ia duduk sebentar demi menguasai diri. Baru setelah itu berjalan pelan di lantai marmer yang dingin. Tatapannya jatuh pada noda merah di sprei berwarna putih di ranjang itu. Kendatipun merasa sedih, tapi Alana tak mau berlarut-larut menyesalinya. Gegas ia memakai pakaiannya dan pergi dari tempat itu. Sementara Jaroem yang mendengar pintu terbuka, segera melihat apa yang terjadi. Gadis yang malam ini ia tiduri telah pergi tanpa berkata apa-apa. Lantas, kenapa sepertinya ada yang tertinggal. Pria itu segera mengambil ponsel. Ia mencoba menghubungi anak buahnya yang siap membantunya. Telepon tersambung, dan suara pria di seberang telepon langsung menyahut. "Siap, Bos." "Cari tau ke mana gadis yang malam ini datang ke paviliun ini pergi. Gua butuh informasi secepatnya," kata Jaroem kemudian. "Siap, Bos." Pria itu memutuskan sambungan telepon, lalu memejam dan mengingat sejenak kejadian malam ini. Apakah ia mulai gila hanya karena seorang tukang pijat? *** Alana kembali ke kediaman Tante Mia dengan bodyguard yang sengaja diminta menunggui gadis itu. Sesampainya di sana, Alana langsung masuk ke kamar. Ia buru-buru pergi ke kamar mandi karena kemihnya tak lagi bisa ia tahan. Pada wastafel ruangan itu, Alana menatap tubuhnya yang penuh dengan kissmark. Tanda kebuasan Jaroem tergambar nyata di leher dan sebagian dadanya. Air mata Alana kembali luruh. Ia merasa sangat kotor saat ini. Namun, ia benar-benar tak mau lama-lama terpuruk. Gegas ia membersihkan diri dan berganti dengan kaus yang ia miliki. "Alana, buka pintunya!" Gadis itu terkesiap ketika mendengar pintu kamarnya digedor kasar dari luar. Itu suara Tante Mia. Gegas Alana keluar dari kamar mandi dan membuka pintu untuk wanita itu. "Ada apa, Tante?" tanyanya. Plak! "Sialan kamu, ya. Pelanggan marah-marah karena kamu enggak datang ke sana. Sebenarnya dari mana kamu?" tanya Tante Mia. Alana memegangi pipinya yang terasa panas. Ia tak tahu apa yang terjadi. Bukankah ia baru saja pulang dari sana. Mengapa pelanggan bilang ia tak datang? "Aku baru aja pulang dari sana, Tante. Bodyguard Tante Mia sendiri yang antar. Katanya, aku harus masuk ke paviliun nomer 9," jelas Alana. Tante Mia melongo. Ia memukul keningnya dengan gusar dan kembali marah-marah. "Nomer 6, kenapa nomer 9. Astagaa." Wanita itu mengurut kening. Ia tak tahu kenapa semuanya jadi salah begini. Pantaslah, pelanggan marah besar karena menunggu lama. Sementara itu, Alana yang mengetahui bahwa ia salah kamar hanya bisa diam. Lantas, siapa pria yang telah merenggut kesuciannya? "Franky, sini kamu!" Tante Mia berteriak memanggil sang bodyguard. Pria bertubuh gempal itu berlari mendekati sang bos dengan menunduk. "Iya, Bos. Ada apa?" tanyanya. "g****k banget kamu ini. Aku bilang nomer 6, kenapa nomer 9. Gara-gara kamu kita kehilangan pelanggan spesial dan kehilangan uang," teriak Tante Mia frustasi. Tangan wanita itu memukul kepala Franky dengan geram. Aah ... ia tidak habis pikir dengan pria besar di depannya. Hanya tubuhnya yang besar, tapi otaknya kecil. Tak lama, bodyguard lain datang. "Ada masalah apa lagi? Hah?" tanya Tante Mia masih kesal. "Ada ... bos besar," bisiknya. Tante Mia menelan ludahnya dengan kasar. Ia mendadak terkejut ketika mendengar penuturan sang bodyguard. Wanita itu menelan ludahnya dengan kasar ketika kemudian mendengar suara bariton yang mendekat ke arahnya. "Apa gua salah waktu?" tanya Jaroem. Tante Mia melongo. Buru-buru ia memasang senyum dan mendekati pria bertubuh tegap itu. Sementara Alana hanya bisa mematung. Bukankah itu pria yang tadi? "Bo–boss, a–pa ada yang bisa saya bantu?" tanya Tante Mia dengan bergetar. Kedatangan pria itu bisa berarti kehancuran. Namun, melihat Jaroem tersenyum, sepertinya ini pertanda baik. "Oh, saya tau. Bos besar pasti mau mencoba anak buah saya? Tentu saja bisa, Bos. Ada Amelia, ada Sinta yang paling pintar bergoyang, atau Can–" "Gua mau dia." Jaroem memotong ucapan Tante Mia dan menunjuk Alana yang berdiri di ambang pintu. Sontak semua orang terkesiap. Apa yang membuat Jaroem tertarik padanya? "Emm, Bos. Dia masih baru. Tidak berpengalaman sama sekali. Saya bisa memberikan gadis yang–" "Gua mau dia. Berapa harganya?" tanya Jaroem seraya menatap Tante Mia dengan tajam. Sementara Alana masih mematung. Tubuhnya bergetar ketika Jaroem mendekatinya dan bayangan kejadian malam ini kembali melintas di lobus frontalnya. Aah ... apakah semuanya akan terulang? Saat itu, Alana memberanikan diri. "Aku tidak mau," ucap Alana kemudian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD