bc

Tears

book_age18+
126
FOLLOW
2.0K
READ
family
goodgirl
sensitive
student
drama
bxg
ambitious
small town
weak to strong
sisters
like
intro-logo
Blurb

Judul : Tears

Genre : Romance-Family

Status : Dalam Rencana Penulisan

* * * * *

Cerita ini mengisahkan perjalanan hidup seorang gadis, yang berjuang di tengah kondisi keluarganya yang broken home. Memaksanya untuk tumbuh dan besar menjadi pribadi yang kuat. Karena ia tersadar tidak ada lagi yang bisa ia jadikan tempat untuknya bersandar, selain dirinya sendiri.

Adalah Alissa Anastasya, seorang gadis yang sudah berjanji di dalam hatinya, bahwa ia tidak akan pernah kembali ke kehidupan masa lalunya.

"Aku tidak akan pernah kembali lagi ke sini. Tidak, sebelum aku menemukan kebahagiaanku sendiri." Alissa.

chap-preview
Free preview
1. Kala itu
Sebelas tahun yang lalu .... "Nenek, aku pulang ...!" seru seorang gadis kecil, seraya berlari memasuki sebuah rumah joglo di siang itu. Pintu belakang rumah itu terbuka. Seorang perempuan berusia senja tampak keluar menyambut kepulangan cucu kecilnya dengan seulas senyuman di sudut bibirnya. "Kamu sudah pulang?" tanya sang Nenek, sembari membuka pintu lebar-lebar. Gadis kecil itu mengangguk. Menuntun sepedanya, memasuki rumah melalui pintu belakang dan meletakkannya di satu sudut. "Nek, hari ini aku dapat nilai 10 di ujian Matematika," celetuk gadis kecil itu riang, sembari melepaskan tas ranselnya. "Bagus, cucuku. Kamu harus menjadi anak yang pintar. Jadilah yang terbaik, karena nenek akan memberikan apa yang kamu inginkan jika kamu berhasil menjadi Juara," timpal sang Nenek kemudian. "Benarkah, Nek?" tanyanya antusias. Sang Nenek mengangguk. Tersenyum, mendapati semangat yang terpancar dari netra cucunya. "Kalau begitu, aku berjanji akan menjadi Juara kelas tahun ini," imbuh si gadis kecil, sembari mengangguk mantap. Membuat kedua kepang rambut di sisi kanan-kiri kepalanya turut bergoyang. "Ya, sudah. Sekarang, gantilah pakaianmu. Nenek sudah menyiapkan makanan untukmu," pesan Nenek kemudian. "Baik, Nek!" Gadis kecil itu kembali mengangguk. Menuruti perintah neneknya, kemudian melenggang kecil membawa serta tas ranselnya masuk ke dalam rumah. Suasana rumah itu terasa sepi. Mungkin karena ketiga kakaknya sedang tidak berada di rumah. Alissa Anastasya. Seorang gadis kecil bertubuh mungil yang periang dan manja terhadap Neneknya. Duduk di bangku kelas 3 SD, Alissa nyaris menjadi siswa terkecil di kalangan murid seusianya. Bobot tubuhnya yang terlampau rendah, membuatnya seringkali mendapat julukan 'kerempeng' dari teman-temannya. Akan tetapi, itu tak menyurutkan semangatnya untuk terus belajar agar menjadi anak yang cerdas sesuai dengan apa yang diharapkan sang nenek. Gadis kecil berusia sembilan tahun itu, meletakkan tas ranselnya di satu kursi kecil berwarna pink dengan gambar mickey mouse di ruang tengah. Sebuah kursi yang sengaja dibelikan nenek untuknya, agar giat belajar kala itu. "Nek, baju gantiku di mana?" seru Alissa dari dalam kamar, begitu menemukan tak ada satu pun baju ganti untuknya. "Ah ... sepertinya tertinggal di kamar kakakmu. Coba cari di kamar tengah, Lissa!" sahut nenek, dari dapur. "Baik, Nek!" Alissa pun keluar dari dalam kamarnya. Memutuskan untuk mendatangi kamar kakaknya, demi mencari sepasang baju bersih untuk ia pakai sebagai ganti seragam sekolahnya. "Ngapain kamu ke sini?!" hardik seseorang, begitu pintu kamar itu berhasil ia buka. "Lissa mau nyari baju ganti, Kak," jawab Alissa, pelan. "Nih!" seru seorang gadis berusia lima belas tahun, sembari melemparkan setumpuk baju ke arah Alissa. Alissa yang terkejut pun hanya bisa berdiri dalam diam di ambang pintu. Memandangi baju-bajunya yang berhamburan, berserakan di lantai depan pintu kamar kakaknya. Brakkk ...! Pintu kayu itu tertutup. Dibanting dengan amat keras, membuat Alissa yang tengah memunguti bajunya berjingkat kaget. "Lissa ... apa kamu sudah menemukan bajumu?" tanya Nenek setengah berteriak, dari arah dapur. "Iya, Nek! Sudah ...!" seru Alissa, menjawab panggilan sang Nenek. Gadis kecil itu pun berdiri. Mendekap baju-bajunya di depan tubuhnya, kemudian berlalu ke dalam kamarnya. Tanpa menunggu waktu lama, ia pun mengambil beberapa potong pakaian yang ia bawa dan mengganti seragam sekolahnya. Menggantung seragam berwarna merah-putih itu di satu sudut, sementara ia menyisihkan sisa pakaian bersih lainnya ke dalam satu keranjang. "Duduklah. Makan yang banyak biar cepat besar!" titah nenek sembari menepuk dipan kosong di sebelahnya, begitu Alissa datang. (Dipan adalah sebuah bangku panjang rendah, terbuat dari papan untuk duduk-duduk atau berbaring) "Nenek masak apa?" tanya Alissa, begitu selesai menempatkan dirinya di sebelah nenek. "Nenek memasak lodeh nangka kesukaanmu," jawab nenek seraya mengangsurkan sepiring nasi, lengkap dengan siraman kuah santan beserta nangka muda yang dimasak dengan berbagai bumbu rempah-rempah. "Waaah ... aku akan menghabiskannya, Nek!" seru Alissa bersemangat, dengan wajah berbinar. Gadis kecil itu amat menyukai masakan bersantan buatan neneknya. "Habiskan. Biar kamu cepat besar dan tumbuh dengan kuat," tutur nenek, sembari mengusap punggung kecil Alissa yang mulai menyendok nasinya. Alissa pun memulai makan siangnya. Menikmati setiap sendok makanannya, dengan lahap. Masakan nenek adalah masakan yang paling enak menurutnya. Seringkali membuatnya menambah nasi, hingga berakhir kekenyangan dan menyebabkan nenek terkekeh geli. "Sebentar lagi kamu akan ulangan umum, Alissa. Mintalah doa restu ibumu, agar ulanganmu berjalan dengan lancar," pesan nenek, dengan pandangan menerawang. Memandangi atap dapur, yang sudah menua dimakan usia. Bangunan yang mereka tempati memang semipermanen. Terbuat dari semen dan batu bata di bagian depan, sedangkan bagian dapur hanya terbuat dari anyaman bambu. "Baik, Nek. Apakah kita akan pergi siang ini?" tanya Alissa, sembari mengelap bibirnya. Membersihkan sisa makanan, kemudian menyisihkan piring kotornya ke satu sudut. "Iya. Siang ini juga, kita berangkat." Alissa pun mengangguk. Mematuhi perintah neneknya, untuk datang dan berkunjung kepada ibunya. "Kalau begitu, Lissa bersiap-siap sekarang, Nek!" * Alissa menekuk kedua kakinya, tepat di depan sebuah gundukan tanah merah dengan batu nisan bertuliskan nama seseorang. Mengikuti jejak sang Nenek, yang tampak tengah khusyuk berdoa dengan mata terpejam. Gadis kecil itu mengamati nenek yang tampak bergeming dengan keadaannya, sejak mereka tiba beberapa menit yang lalu. Entah apa yang tengah nenek rapalkan di dalam hatinya, hingga betah berlama-lama diam di sana, sementara Alissa mulai merasa tak nyaman berada di tengah area pemakaman tanpa ada satu orang pun di sana kecuali mereka berdua. Mata gadis kecil itu bergerak menyapu setiap jangkah tanah yang tampak berderet-deret oleh makam-makam warga dengan nisan bertuliskan nama yang berbeda. Membuat ia mendongak menatap neneknya, yang tampak telah selesai berdoa dan mengelus kepalanya lembut. "Sekarang berdoalah. Doakan Ibumu dan sampaikan padanya, apa yang ingin kamu katakan," pesan nenek. "Apakah Ibu akan mendengarnya?" tanya Alissa. "Tentu saja. Ibumu mendengar apa yang kamu katakan kepadanya," sahut nenek. Alissa terdiam. Benaknya mulai bertanya, benarkah orang yang sudah meninggal bisa mendengar apa yang kita ucapkan? "Lekas katakan. Doakan juga Ibumu agar tenang dan bahagia di Peristirahatannya," pesan nenek lagi. Alissa mengangguk. "Baik, Nek." Alissa memejamkan matanya. Mengucapkan doa dan beberapa surat pendek yang ia bisa. Berharap Tuhan bersedia memberikan tempat terbaik-Nya untuk ibunya. Selesai mengucapkan doa, gadis kecil itu membuka matanya. Dipandangnya makam yang berusia tak jauh dari usianya sekarang itu dengan mata berkaca-kaca. "Ibu ... aku datang," lirihnya di dalam hati, "Apakah Ibu baik-baik saja di sana? Apakah Ibu juga merindukanku?" Alissa terdiam. Ia memandang neneknya yang tampak tengah menaburkan bunga dan menyiramkan air dari dalam sebuah botol kaca, pada sepanjang gundukan tanah di hadapannya. "Ibu, aku baik-baik saja di sini. Nenek merawat dan menjagaku dengan sangat baik. O iya, Bu ... sebentar lagi aku akan ulangan umum di sekolah. Aku berharap bisa melalui semuanya dengan lancar. Dan, ehm ...." gumam Alissa di dalam hati, lalu terdiam. Ia bingung mau mengatakan apa lagi, kepada Ibunya. Ibu yang bahkan tidak pernah ia jumpai, sejak ia dilahirkan. Sejenak, ia menatap neneknya. Mendapati sang Nenek masih setia menunggu dirinya, sembari membersihkan beberapa daun kering yang terdapat di sekitar makam itu. "Kamu sudah selesai berdoa?" tanya Nenek, begitu mendapati Alissa beralih menatap padanya. "Ehm ... sudah Nek," balas Alissa. "Ya, sudah. Kalau begitu, kita pulang sekarang," ajak nenek, kemudian berdiri. Menggamit lengan tangan Alissa, mengajaknya untuk segera beranjak dari sana karena hari sudah mulai sore. "Baik, Nek." Alissa pun turut berdiri. Mengikuti langkah kaki nenek, yang membawanya berlalu dari tempat peristirahatan terakhir sang Ibu. Gadis kecil itu menyempatkan diri untuk menoleh sejenak ke belakang. Menatap makam ibunya untuk terakhir kali, sebelum benar-benar pergi. Ibu, aku pasti akan menjengukmu lagi lain waktu. *

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook