Perjuangan Bapak

1200 Words
            Hari ini adalah hari yang melelahkan bagi Adit, bagaimana tidak dari rumah sudah di marahi oleh nyaknya. Ketika sudah sampai disekolah ia pun harus menunggu di luar pagar kemudian setelah bisa berhasil masuk ia pun harus mendapatkan hukuman atas keterlambatannya tersebut dengan membersihkan lapangan sekolah dengan beberapa teman yang bernasib sama dengan dirinya. Satu hari ini dari pagi hingga jam pelajaran berakhir di lalui Adit dengan penuh rasa tak enak hati. Bagaimana tidak, hari ini harusnya ia lalui dengan santai di rumah saja dengan alasan bahwa hari ini libur namun sayang seribu sayang sandiwara di  ia lrinya sendiri akukan tak mempan dan akhirnya justru berbalik kepada dirinya sehingga ia gagal melancarkan aksinya untuk bisa beristirahat di sepanjang hari.             Ketika perjalanan pulang, Adit mengendarai kembali motornya namun suatu kejadian lain membuat betapa apesnya Adit hari ini. Lengkaplah sudah kejadian tak menyenangkan yang ia alami mulai bangun pagi hingga menjelang sore. Adit menghela napas panjang. Ban motornya bocor dan harus membuat dirinya mendorong motor setengah tua yang sudah cukup lama mengabdi untuk keluarganya tersebut. Memang sejak dari sekolah tadi rasanya motor agak berat ketika di pakai untuk berkendara yang ternyata eh ternyata bannya bocor. Mana harinya lagi panas banget, beberapa kali Adit menyeka keringatnya yang tak henti bercucuran karena lelah mendorong sepeda motornya menuju tukang tambal ban terdekat. Teman-teman Adi yang lain mungkin sudah hampir semua pulang ke rumah sehingga tak tampak satu pun di antara mereka yang menghampiri dirinya bisa jadi juga karena arah menuju rumah Adit yang tak begitu banyak di lalui oleh teman-teman sekolahnya.             Setelah cukup lama mendorong sepeda motornya yang terasa semakin berat akibat ban bocor tersebut akhirnya Adit menemukan sebuah bengkel kecil di pinggir jalan yang sebelumnya adalah bekas toko makanan yang terletak tak jauh dari gang rumahnya. Ternyata sudah cukup jauh Adit mendorong motornya itu hingga ia merasakan baju seragamnya basah oleh keringat yang bercucuran efek cuaca yang cukup panas.             “Dek, ini bannya mesti di ganti. Udah b****k banget ini mah bannya” Tukang tambal ban berujar dengan logat khas Sunda yang kental.             “Bisa di tambal dulu nggak Kang? Aye lagi kagak bawa duit banyak Kang. Ni aje uang jajan kemaren di pake” Adit merogoh saku kantung celana dan saku bajunya namun hanya tersisa uang dua puluh ribu, itupun uang sakunya berapa hari yang lalu karena kebetulan beberapa har lalu sempet nebeng ke sekolah ngan Duloh. Untuk jajan makanan biasanya hanya sesekali Adit makan di kantin karenbiasanya sudah cukup paginya ia sarapan, dan setelah pula sekolah barulah ia akan makan siang.  Namunabila tak sempat sarapan barulah ketika jam istirahat ia akan pergi ke kantin bersama teman-teman sekelasnya. Ketika Adit makan di kantin, maka akan banyak celotehan teman-temannya yang merasa heran karena Adit yang tak biasanya menolak ketika di ajak ke kantin sekolah.             Kang tambal ban hanya menggeleng-geleng saja tentunya karena melihat kondisi ban dalam yang sudah ada bekas tambalan tentu saja tak akan lama ban tersebut bisa dgunakan namun permintaan sang empunya motor tentu harus diikuti ibarat titah sang raja kepada hulubalangnya. Kang tambal ban tersebut dengan cekatan menambal ban motor Adit dan tak memakan waktu lama akhirnya proses tambal ban pun selesai. Kebetulan juga hanya motor Adit yang tengah ia perbaiki sehingga ketika Adit datang, ban motor yang bermasalah bisa langsung dieksekusi.             Usai menyerahkan tiga lembar lembar uang pecahan lima ribu rupiah Adit melajukan kembali roda dua kesayangannya tersebut untuk segera pulang ke rumah karena ia sudah begitu lapar. Ia sudah cukup lama  terlambat sampai ke rumah tanpa sempat mengabari nyak terlebih dahulu. Ketika sampai di pangkalan, ia berhenti sejenak ketika bapak memanggilnya. Bapak Adit bermata pencaharian sebagai tukang ojek pengkolan yang ta jauh dari rumahnya sehingga bila jam makan siang biasanya Bapak bisa langsung pulang ke rumah. Pendapatan yang tak menentu setiap harinya membuat Adit harus tahu diri bahwa ia tak bernasib sama seperti Tito teman sepermainannya yang ayah dan ibunya adalah seorang pengusaha ataupun Duloh yang ayahnya bekerja sebagai PNS di salah satu instansi pemerintahan. Sebab itulah yang membuat Adit jarang makan di kantin ketika jam istirahat salah satunya adalah untuk menghemat uang saku yang ia punya. Ia selalu bermimpi dan berusaha untuk membahagiakan orang tuanya kelak ketika ia sudah selesai SMA ia berencana akan mencari pekerjaan, tak ada niatan untuk kuliah karena tentu biaya yang di butuhkan untuk masuk ke jenjang perkuliahan tentu tak sedikit. Namun terkadang gelora remaja yang membuat Adit terlihat sangat menyebalkan padahal jauh di lubuk hatinya, Adit adalah anak yang baik dan cukup pandai. Walaupun tak masuk tiga besar namun Adit selalu bertengger di sepuluh besar ketika pembagian raport sekolahnya sejak dari SD sampai jenjang SMA saat ini.             “Dit, nih kasih ke nyak lu ye? Tadi bapak pulang nyak bilang beras sisa tinggal dikit. Kebetulan tadi ada penumpang. Nih bawa dua puluh rebo ke nyak lu ye buat nambah-nambahin beli beras” sambil mengangsurkan dua lembar uang berwarna ungu ke arah Adit.             Adit menerima uang pemberian bapaknya tersebut dan tak lupa menyalimi tangan bapak sebelum ia pulang menuju ke rumah. Gurat lelah dari wajah sang bapak meninggalkan rasa yang mendalam bagi Adit. Bagaimanapun ia harus bisa mengubah kehidupan keluarganya ke arah yang lebih baik. Adhim harus sekolah lebih tinggi daripada kakaknya. Itulah saat ini yang sedang berada di benak Adit. Ia ingin agar suatu saat nanti ia bisa mengubah keadaan kehidupan keluarganya menjadi lebih baik. Sesampainya di rumah, Adit mengucapkan salam dan menyalimi nyak yang sedang menjahit pakaian tetangga. Ya nyak Adit membantu perekonomian keluarga dengan menjahit sekedar memotong baju atau celana dan sedikit perbaikan saja maklum mesin jahit yang nyak miliki mesin jahit zaman dahulu yang belum semodern mesin jahit yang seperti sekarang ini.             “Baru pulang lu Dit, kemane aje lu? Jam segini baru sampe rumah” nyak Adit langsung deh nyap-nyap macam ikan baru ketemu air. Adit hanya diam saja karena memang ia cuk lelah utuk menjawab pertanyaan nyak. Kadang ia berpikir apakkah ia anak tiri di keluarga ini, soalnya nyak berisik anget ke dirinya namun ke Adhim adiknya mah kagak.             Adit menjelaskan sekenanya yang disertai anggukan kepala nyak. Tak lama nyak menyuruh Adit untuk makan terlebih dahulu, mandi kemudian shalat. Adit pun berlalu ke kamar untuk menggai bajua yang sudah basah karena keringat. Kemudian menuju dapur di mana teapat meja makan kecil yang dikelilingi dua kursi plastik berwarna merah. Di meja makan, terlihat Adhim adiknya baru saja selesai makan dan berlalu membawa piring kotor bekas makannya ke belakang rumah di mana terdapat bak kecil berisi air untuk mencuci piring.             Adit pun makan dengan menu sederhana, ada tempe goreng, tumis kangkung serta telur dadar. Menu ini merupakan menu yang cukup mewah bagi keluaa mereka. Tak jarang mereka hanya makan dengan menu kerupuk dengan sambal atau hanya tumis sayuran saja. Nyak dan bapak Adit lebih mengutamakan agar anak-anaknya bisa sekolah dengan layak walaupun harus mengorbankan kesenangan hidup. Pemasukan yang tak menentu membuat Nyak Adit harus memutar otak agar dapur tetap mengepul. Adit makan denganahap kena memang ia sangat merasa lapar.             “Lahap amat bang? Ngapain aje tadi?” celetuk Adhim sambil menaruh piring dan sendok bekas makan yang bau saja ia di cuci di rak piring plastik dekat jendela dapur.                 “Bocah ganggu aje nih sono deh!” usir Adit ke arah adiknya yang suka iseng kepada dirinya tersebut.                                                        
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD