Dijadikan Mainan Ranjang

1006 Words
Selamat membaca! "Cukup menarik juga tawaran wanita ini apalagi dia cantik. Setidaknya aku bisa menikmati tubuhnya sampai aku berhasil menemukan ayahnya." Alex bermonolog dalam hati, lalu senyum licik itu kembali terlihat lebih rencana. "Kalau begitu aku akan menjadikanmu mainanku di ranjang! Apa kau bersedia?" Sandra menelan salivanya dengan kasar. Kini wajah paniknya tampak gelisah memikirkan ancaman yang dikatakan Alex. "Pilihannya bagaikan buah simalakama jika tidak diterima aku mati, tapi jika diterima pun hidupku hancur. Apa sebaiknya aku mati saja ya? Tapi kalau mati, aku takut," batin Sandra betul-betul tersiksa memikirkan semuanya. Setelah cukup lama menunggu, Alex berdeham keras sebagai kode bahwa dirinya sudah tidak sabar menanti jawaban dari Sandra. "Aku tak punya pilihan lain untuk bisa menyelamatkan nyawaku karena sepertinya pria ini tidak main-main dengan semua ancamannya," gumam wanita itu sambil menghela napasnya yang berat. "Ba-ik, Tuan, aku bersedia," ucap Sandra penuh keraguan. Jawaban yang terlontar dari mulut Sandra membuat Alex langsung melepaskan pistolnya dari pelipis wanita itu yang membuat Sandra seketika menjadi lega. Walaupun begitu, hatinya kini dibalut keraguan dan ketakutan tentang hidup barunya bersama Alex. "Aku rasa ini bukanlah jalan yang baik, tapi aku terpaksa melakukan ini atau nyawaku bisa melayang tadi. Ayah tega! Aku tidak akan pernah memaafkanmu," gumam Sandra merutuki nasibnya dan terus membenci sang ayah yang membuatnya harus berurusan dengan seorang mafia. Alex pun memerintahkan anak buahnya untuk membawa Sandra ikut bersamanya. Tanpa bisa melawan, wanita itu mengikuti ke mana langkah kaki Alex melangkah. Setelah keluar dari rumah, mereka masuk ke dalam mobil yang sudah terparkir di sana. Tanpa membuang waktu, mobil pun melaju meninggalkan halaman rumah Sandra dengan kecepatan tinggi. Selama perjalanan, wanita itu hanya diam dengan kedua mata yang sudah tampak berkaca-kaca memandangi ke luar jendela mobil. "Hancur semua impianku, sekarang tak ada lagi yang bisa aku lakukan selain melayani pria ini. Pria yang tak aku kenal sebelumnya, pria kejam dan tak memiliki hati nurani!" gerutu Sandra dalam hatinya begitu membenci keadaan yang saat ini dihadapinya. Alex hanya melirik sesekali untuk melihat Sandra. Namun, air mata yang mulai menetes jatuh ke pangkuan wanita itu, sama sekali tak membuatnya merasa iba, walau hanya sedikit saja. Setelah lama menangisi kehidupannya yang saat ini sudah hancur berantakan, Sandra sesekali mulai melirik ke arah Alex yang duduk di sebelahnya. "Ya Tuhan, tolong bantu aku keluar dari masalah ini. Aku harus menemukan cara agar aku bisa kabur dari pria menyebalkan ini," batin Sandra mulai memutar otaknya dengan kedua alisnya yang saling bertaut. Saat tiba di sebuah lampu merah, mobil pun berhenti bersama kendaraan lain yang berjajar rapi mengikuti barisannya. Seketika itulah terbesit sebuah ide dalam pikiran Sandra untuk segera melarikan diri. "Ini kesempatanku satu-satunya, aku harus berani melakukan ini atau tidak akan ada kesempatan lain untuk kabur." Sandra kembali bermonolog sambil bersiap dengan perlahan menyentuh handle pintu mobil agar tak diketahui Alex yang terlihat sibuk dengan ponselnya. Sejenak Sandra menghela napas beratnya, menguatkan diri sebelum melakukan apa yang direncanakannya. Saat keberaniannya sudah mulai terkumpul, wanita itu dengan cepat membuka kunci pintu mobil dan langsung menarik handle hingga pintu pun terbuka lebar. Tanpa membuang waktu, dalam satu gerakan Sandra akhirnya keluar dari mobil dan bergegas menjauh untuk melarikan diri. Alex hanya menyeringai licik menatap kepergian Sandra. Pria itu tidak keluar dari mobilnya dan hanya menutup pintu yang tidak ditutup kembali oleh wanita itu setelah melarikan diri. Saat ini, raut wajahnya tampak geram dengan gurat amarah yang terlihat jelas dari sorot matanya. "Pergilah yang jauh, ke mana pun kau bersembunyi aku pasti akan menemukanmu!" Alex tampak menggenggam ponselnya dengan senyum yang menyeringai. Ternyata pria itu sudah menempelkan sebuah chip pada pakaian Sandra, saat Alex mendorong tubuh wanita cantik itu untuk masuk ke mobilnya. Sementara itu, kini Sandra terus berlari dengan tergesa. Ia pun langsung mengambil ponselnya dari dalam tas dan menghubungi seorang wanita yang merupakan sahabatnya selama ia menetap di kota Paris. "Halo, Luna. Tolong aku! Aku sedang dikejar seorang pria dan anak buahnya, aku mohon selamatkan aku!" Sandra berbicara tak karuan dengan napas yang terengah. Membuat kalimat yang diucapkannya menjadi tidak jelas terdengar oleh Luna. "Kamu tenang dulu! Coba jelaskan dengan perlahan, sekarang kamu tarik napas dulu, terus kamu katakan sekali lagi!" jawab Luna dari seberang sana yang ikut merasa panik karena mendengar suara Sandra. Sandra pun menghentikan langkahnya dan bersembunyi di balik jajaran mobil yang terparkir di tepi jalan. Ia mulai mengulangi kalimat yang diucapkannya untuk menceritakan semua yang terjadi kepada Luna. Namun, baru saja Sandra selesai bercerita, sebuah tangan tiba-tiba menutup mulutnya dengan menggunakan sehelai sapu tangan. Sandra seketika tak sadarkan diri hingga tubuhnya roboh dalam pelukan pria yang kini mendekapnya dari belakang. Pria itu ternyata Alex yang berhasil melacak Sandra lewat sebuah chip yang terpasang pada bagian belakang pakaiannya. "Kau pikir bisa lolos dariku! Dasar wanita bodoh!" Alex terkekeh puas karena telah berhasil mempermainkan wanita yang kini sudah tak berdaya di dalam pelukannya. Ia pun membawa tubuh Sandra untuk masuk ke dalam mobil dan membiarkan ponselnya terjatuh. Setelah itu, mobil Alex pun kembali melaju untuk menuju kediamannya yang berjarak beberapa kilometer dari posisinya saat ini. *** Rasa pening dengan pandangan yang kabur, kini Sandra mulai membuka kedua matanya dengan perlahan. Ia kini mulai melihat ke sekelilingnya, interior bangunan yang mewah dengan aksen lampu yang megah menandakan bahwa saat ini ia sudah berada di sebuah rumah yang super mewah. "Kepalaku masih terasa pening." Sandra mencoba bangkit dari posisinya yang saat ini sedang berada di atas sebuah ranjang besar dengan kelambu yang menutup di sekelilingnya. Sandra pun kini sudah duduk di tepi ranjang, ia masih terus mengedarkan pandangan untuk melihat seisi kamar tempatnya berada. "Ke mana pria menyebalkan itu ya? Apa ini kamarnya? Tapi aku rasa ukuran kamar ini sangat kecil." Sandra mulai sigap saat deru langkah kaki mulai terdengar memasuki kamar yang ditempatinya. Suara bariton yang berat dengan nada menyebalkan mulai terdengar, menaikan tensi amarahnya. "Kau sudah sadar. Ternyata lama juga kau tertidur sampai semalam ini." Sandra terhenyak luar biasa karena seingatnya, ia sedang menelepon sahabatnya yang bernama Luna. Namun, setelahnya ia sudah tak ingat apa pun lagi. "Jadi, pria ini berhasil menangkapku," batin Sandra sambil menghela napasnya dengan kasar. Bersambung✍️
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD