Terancam

1137 Words
Selamat membaca! Melihat kesedihan Alex, Evans mulai mendekatinya. Ia coba menenangkan dengan menyentuh pundak tuannya itu. "Tuan, saya turut berduka atas kehilangan Anda. Sekarang apa yang akan kita lakukan?" tanya Evans dengan hati-hati karena tak ingin salah bicara yang nanti akan membuat kemarahan Alex semakin memuncak. Alex kini mulai menatap Evans dengan sorot mata yang tajam. Kedua manik mata yang memerah dan basah oleh bulir kesedihan. "Aku akan membunuh orang yang melakukan semua ini Evans. Cepat kau selidiki siapa pelakunya!" titah pria bermata biru itu dengan suara baritonnya sambil menyebutkan beberapa angka kepada Evans sesuai yang dilihatnya dari plat kendaraan yang telah sengaja menabrak mereka. "Baik Tuan aku akan memeriksa plat mobil itu milik siapa." Evans mengambil ponsel dari sakunya. Lalu, ia mulai menghubungi seorang kawannya yang jauh berada di kota London. Percakapan singkat pun berlangsung antara keduanya. Sampai akhirnya, Evans kini sudah mengetahui alamat dari si pemilik mobil itu. Setelah menyelesaikan panggilan teleponnya, kini Evans kembali menghubungi seseorang yang bernama Oscar. Salah satu anak buah Alex yang juga merupakan orang kepercayaannya "Aku sudah menyuruh Oscar, untuk segera datang menjemput kita, Tuan." Evans bersandar pada dinding jembatan sambil bersedekap dengan sorot mata yang tak kalah tajam dari Alex. Sesekali ia melihat ke dasar danau dengan raut sedihnya. Ia turut merasakan kesedihan yang begitu mendalam karena baginya Harry merupakan pribadi yang menyenangkan dan sangat bersahabat. Di saat dirinya tengah berkabung atas kepergian Harry yang cukup tragis, tiba-tiba saja pikirannya mulai mengingat sesuatu. Ya, Evans mengarahkan semua tuduhan ini pada sosok pria paruh baya yang baru saja dihadapinya kemarin. "Aku jadi curiga kalau ini ada kaitannya dengan Rudolph! Jika memang ini benar-benar dia, aku pasti akan membunuhnya dan membalaskan dendam Harry!" batin Evans penuh penekanan. Ada dendam yang juga tersirat dari kedua manik matanya. ()()()()() Di kediaman keluarga Decker, tepatnya di sebuah rumah yang berada di samping rumah utama, Oscar yang sedang menikmati secangkir kopi langsung bergegas untuk memberitahu Chris tentang apa yang telah menimpa Alex. Oscar memang diberikan tugas oleh Chris sebagai penghubung antara dirinya dengan Alex. Ya, seperti mata-mata, Chris memerintahkan Oscar untuk menjadi sumber informasinya atas apa pun yang sedang Alex lakukan terkait urusannya di dunia mafia. Oscar terus melangkah dengan tergesa-gesa menuju ke rumah utama yang masih dalam satu pekarangan yang sama, hanya saja Chris membangun dua rumah dengan posisi saling bersebelahan. Satu sebagai tempat tinggalnya yang super megah dan satunya lagi memang ia persiapkan untuk ditempati oleh anak buahnya. Tak hanya itu, Chris juga membangun sebuah gudang persenjataan yang berada di antara keduanya. "Aku harus hati-hati karena berita ini tidak boleh sampai didengar oleh Nyonya Grace," gumam Oscar yang sudah berdiri di depan ruang keluarga dan memberikan sebuah kode kepada tuannya itu. Chris yang melihat kedatangan Oscar pun sudah dapat menebak bahwa apa yang akan disampaikan oleh Oscar bukanlah sebuah kabar yang menyenangkan. "Apa yang terjadi dengan Alex? Dari langkah Oscar yang terburu-buru sepertinya ada hal buruk," gumam Chris yang mulai beranjak dari sofa yang didudukinya. Seketika rasa cemas mulai terlihat di wajah pria paruh baya itu. Namun, ia tak ingin apa yang disampaikan oleh Oscar membuat istrinya khawatir. Bahkan kalau perlu ia tidak mau Grace sampai mengetahui tentang semua hal yang menimpa dirinya ataupun Alex, apalagi bila itu ada hubungannya dengan bisnis hitam mereka sebagai mafia. "Sayang sebentar ya," ucap Chris yang hanya ditanggapi dengan senyuman oleh Grace. Chris kini tampak melangkahkan kakinya untuk menghampiri Oscar. Setelah merangkul pundak Oscar, mereka berdua langsung keluar dari rumah agar percakapan mereka tidak terdengar oleh Grace yang sedang menyaksikan drama korea kesukaannya. "Tuan Alex sedang dalam masalah. Tadi saat dalam perjalanan ke rumah sakit, mobil yang dikendarai oleh Harry ditabrak oleh sebuah mobil hingga jatuh ke danau. Namun, Tuan Alex dan Evans berhasil selamat, tapi Harry..." "Harry kenapa? Katakan cepat!" tanya Chris dengan menautkan kedua alisnya. Raut wajah Oscar mulai berbuah sendu ketika ingin melanjutkan perkataannya. "Harry meninggal Tuan, ia jatuh bersama mobil yang dikendarainya ke danau di jembatan dekat rumah sakit tempat Nona Sandra dirawat!" Chris yang terkejut seketika mengepal kedua tangannya dengan erat untuk menahan amarah sekuat tenaga. Kini kenangan akan sosok Harry mulai bermunculan di dalam kepalanya dan membuatnya semakin murka. "Aku sendiri yang akan membunuh orang itu!" kecam Chris dengan sorot matanya yang begitu tajam, bagai seekor elang sedang menatap mangsanya. "Baik, Tuan. Saya sudah menyiapkan mobil dan persenjataan untuk kita berangkat. Sebelumnya saya juga sudah memerintahkan Aaron untuk berangkat lebih dulu menjemput Tuan Alex." "Sekarang ayo kita berangkat!" titah Chris yang tak kembali masuk ke dalam rumah. Namun, ia langsung melangkah menuju mobil yang sudah disiapkan oleh Oscar. Setibanya di mobil, Oscar yang sudah menempati kursi kemudi kini langsung menyalakan mesin mobil dan mulai melajukannya. Selama perjalanan Chris terus berpikir siapa dalang dibalik kejadian yang menimpa Alex saat ini. Sampai akhirnya, otaknya mulai berpikir sesuatu. "Kejadian itu terjadi di dekat rumah sakit. Apa mungkin penjahat itu akan ke rumah sakit? Jangan-jangan saat ini Sandra sedang dalam bahaya," gumam Chris yang baru menyadari rencana dari si pelaku. Tanpa membuang waktu, Chris pun langsung memerintahkan Oscar untuk mempercepat laju mobilnya agar mereka bisa tiba di rumah sakit dengan cepat. "Kurang ajar! Jika sampai pelaku itu berani menyentuh Sandra, aku pasti akan membuat mereka menyesal atas perbuatannya!" batin Chris terlihat murka dengan sorot matanya yang tajam. ()()()()() Sementara itu, di dalam ruang rawat, Sandra masih tertidur di atas ranjang dengan selang infus yang terpasang di tangan kanannya. Pikirannya masih begitu kesal atas apa yang telah dilakukan Alex terhadapnya semalam. "Awas saja, aku pasti akan membalas perlakuan pria menyebalkan itu. Lihat saja!" geram Sandra di dalam hatinya. Tak berapa lama kemudian, suara ketukan pintu mulai terdengar menuntut untuk diberi izin masuk. Akhirnya Sandra pun mengizinkannya. "Ya masuk." Seorang pria masuk ke dalam ruangannya, pria berjas hitam dengan sebuah pistol di tangannya, yang membuat Sandra tercekat kaget. "Anda siapa ya?" tanya Sandra dengan kedua alis yang saling bertaut, terus menatap ke arah pistol yang digenggam pria itu dengan peluh yang semakin melembabkan dahinya. "Perkenalkan saya, David." Pria itu menyodorkan tangannya ke arah Sandra yang dengan ragu disambut olehnya dengan sebuah jabatan. "Ada perlu apa Anda kemari? Apa kita saling mengenal?" tanya Sandra dengan kedua alisnya yang bertaut penuh tanda tanya. "Tentu tidak Nona Sandra, kau tidak mengenal saya, tapi calon suami Anda pasti tahu siapa saya!" ucap pria itu mulai menaikan nada suaranya. Sandra mulai membaca aura gelap pada diri pria yang kini ada di hadapannya itu. "Sepertinya pria ini memiliki niat yang jahat. Mungkin dia adalah musuh Alex dan ingin menculikku. Pria ini pasti berpikir kalau aku adalah calon istri yang berharga untuk pria menyebalkan itu. Padahal apa yang dia lakukan sia-sia karena Alex hanya menganggap aku seperti pelayannya saja dan jika dia menculikku, usahanya akan berakhir sia-sia karena Alex tidak akan peduli untuk menyelamatkanku, pasti aku akan dibiarkan mati begitu saja olehnya," batin Sandra menerka sesuai yang ada dipikirannya saat ini. Bersambung ✍️
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD