Sekelebat kabar

2071 Words
Menurut Alquran dan hadits, istri yang salehah adalah dia yang mengikuti perkataan suami. Suami merupakan imam dan pemimpin bagi wanita yang telah menikah. Dalam surat An Nisa ayat 34, Allah berfirman, "Kaum laki-laki itu pemimpin wanita. Karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan harta mereka. Maka wanita yang salehah ialah mereka yang taat kepada Allah dan memelihara diri, ketika suaminya tidak ada, menurut apa yang Allah kehendaki." Tentunya yang harus diikuti adalah aturan ataupun nasihat yang berhubungan serta dengan tidak melenceng dari apa yang sudah diajarkan dan diperintahkan oleh Allah SWT. Mengikuti apa yang disampaikan suami bukanlah semata-mata karena suami, melainkan karena memang disebutkan pula oleh Allah SWT. Kewajiban kedua yaitu istri wajib bersikap taat pada suami. Sama seperti kewajiban sebelumnya, ketaatan ini hadir atas dasar karena Allah SWT. Ketaatan seorang istri pada suaminya disebut, setara dengan nilainya jihad kaum lelaki. Dalam surat An Nuur ayat 31, Allah bersabda, "Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan k*********a, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau b***k-b***k yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita." Dalam sebuah hadis, dijelaskan wanita tidak boleh menganiaya suaminya dengan pekerjaan yang membenaninya dan membuatnya sakit hati. Tugas seorang suami adalah menafkahi keluarga, tapi sebagai seorang istri harus dapat memahami kemampuan suaminya agar kelancaran juga menyertai keluarganya. ???? Sosok gagah dengan baju pengantinnya yang berwarna putih didominasi dengan pernak-pernik mutiara silvernya, sosok yang mengenakan itu ialah Feroka Mahardika. Sosok itu tidak terlihat gelisah ataupun gugup dalam menghadapi pernikahannya tersebut. Dia terlihat sangat biasa saja, pernikahan bukanlah keinginannya. Dia sangat tidak nyaman menjadi pusat perhatian oleh orang-orang yang disekitarnya, ditambah lagi awak media yang terus memotret dirinya membuatnya semakin muak. Kehidupannya kini akan segera berubah ketika serangkaian ucapan sakral itu dilontarkan olehnya, maka bagi Fero itulah awal dari kesengsaraannya. “Cie yang bentar lagi sah,” ledek Sony. “Diam deh lo!” “Emosian mulu lo Fer, udahlah dibikin santai aja. Nggak usah sewot-sewot teruslah. Bisa anjlok nih pamor lo. Ntar jadi tranding, Calon suami yang dipaksa oleh orang tuanya untuk menikahi wanita bercadar wkwkk ...,” ujar Sony. “Judulnya kepanjangan itu g****k, yang pas ialah, malapetaka menikahi wanita bercadar,” ungkap Fero. #plak Sony memukul ringan pundak Fero. “Lo kalau ngomong ya mikir dulu coba, jangan asal main ucap aja. Kalau jadi benaran gimana? Suka ngasal kalau ngomong, kebiasaan buruk lo ini ... yang nggak pernah gue suka,” jelas Sony. “Emang kenyataannya gitu, gue kan pernah bilang menikah itu malapetaka bagi gue!” “Terserah lo deh Fer, ter-se-rah.” Fero tidak lagi menyahuti ucapan Sony, dia kembali pada keseriusan diwajahnya, tapi tidak memikirkan apapun, hingga sosok orang yang mirip dengan dirinya mendekatinya, sosok itu adalah Wirawan, Papah dari Fero. Laki-laki yang memasuki kepala 4 itu menghampiri anaknya. “Papah sangat bangga padamu, kamu terlihat sangat keren dan gagah. Kamu benar-benar menuruni diri Papah.” ucapan dari Wirawan hanya bisa sahuti dengan gumaman begitu saja dari Fero. “Hay Om, bagaimana kabarnya, sehat?” tanya Sony. “Kabar Om sehat, bahkan sangat sehat apalagi dalam waktu beberapa menit lagi Fero akan menyelenggarakan ijab qobulnya. Benarkan Fero.” Wirawan menyenggol lengan Fero. “Hmmm,” jawab Fero tidak minat. Potret demi potret yang ditunjuk untuknya terus diabadikan oleh awak media disana. Wirawan sebenarnya tidak ingin memaksakan anaknya untuk segera menikah dalam waktu dekat, hanya saja beliau sudah tidak sanggup lagi untuk membuat Fero berhenti dari perilaku buruknya yang suka mabuk-mabukan dan memainkan wanita. Beliau berharap Fero dapat segera Insaf dan mencari jati diri yang baru, yang lebih menaati agamanya lagi. Sosok Pak Kyai Narudin menghampiri ketiganya, disamping Pak Kyai Narudin ada seseorang yang tidak dikenal sama sekali oleh Fero. “Assalamualaikum,” ucap Pak Kyai Narudin. “Waalaikumussalam,” jawab mereka. “Bagaimana nak Fero, apakah nak Fero sudah siap?” “Yah,” jawabnya dengan sangat kelewat santai. “Syukurlah, oh iya nak Fero perkenalkan ini adalah Pak Wimanata, Ayah dari Mia sekaligus calon mertuamu.” Pak Kyai memperkenalkan Ayah dari Mia. Fero menundukkan sebagian badannya dan mengulurkan tangannya, “Salam hormat Pak, saya Fero calon suami dari anakmu.” Basa-basi Fero. Wimanata menjabat tangan Fero. “Tolong jaga anak saya baik-baik!” ujarnya dengan sangat tegas membuat Fero menaikkan sebelah alisnya. Terlihat bagi Fero, sepertinya calon mertuanya itu tidak menyukai dirinya. Ahh ... dia tidak peduli, lagian dia tidak akan mungkin ikut tinggal bersama dengan calon mertuanya itu. ????? Semua para tamu undangan sudah berkumpul, waktu yang dinanti-nantikan hanya menghitung dalam beberapa detik lagi. Fero sudah siap di kursi sigasananya, Pak Kyai Narudin selaku penghulu yang akan membimbing berjalannya ijab qobul tersebut sudah berada dihadapannya, wali Mia serta para saksi yang ditunjuknyapun sudah berkumpul disana. Semuanya sudah siap. Hingga ucapan sakral yang akan mengubah segala hidupnya itu terlontarkan dengan sangat lancar oleh Fero Mahardika. “SAYA TERIMA NIKAH DAN KAWINNYA MIANDHITA PERMATA BINTI KUSNADI WIMANATA DENGAN SEPERANGKAT ALAT SHOLAT DAN EMAS SEBERAT 200 GRAM DIBAYAR TUNAI.” Fero mengucapkan dengan satu tarikan napasnya. Mereka semua yang hadir disana mengucapkan kata 'Sah' dan serangkaian doa-doa untuk pasangan suami-istri baru itu dipanjatkan langsung oleh Pak Kyai Narudin. Semua berjalan dengan apa yang diharapkan. Setelah ijab qobul selesai maka Mia dipersilahkan untuk menemui suaminya, Feroka Mahardika. Kedatangan Mia beserta dengan Ibundanya, Chesytiani dan bersama juga dengan wanita-wanita hebat yang mendukungnya. Mereka mengiringi Mia untuk bertemu dengan suaminya. Kini Mia sudah dihadapan Fero, dia mengulurkan tangannya untuk dapat mencium tangan suaminya. Dengan gerakan refleks disaat Mia mencium tangan, Fero juga mencium kening Mia, yang kini telah sah menjadi istrinya. Acara demi acara yang sudah disusun dengan sedemikian rupa kini telah berjalan dengan sangat hikmah. ????? Suasana malam yang begitu tenang dan nyaman menambah kesan yang romantis, acara demi acara sudah berjalan dalam semestinya. Mereka tak henti-hentinya mengucapkan rasa syukur terhadap Tuhan-nya. Kini hanya tinggal orang-orang terdekat yang berkumpul di sebuah ruang tamu milik Pak Kyai Narudin. Setelah berjalannya pernikahan mereka semua akan berpamit. Mia memeluk Chesytiani, “Bunda ... Ayah ... terimakasih telah hadir dalam acara pernikahan Mia, Mia benar-benar sangat berterima kasih kepada kalian. Mia sayang kalian,” ujar Mia. “Ini sudah bagian dari kewajiban kami sayang, maafkan kami yang dulu pernah tidak menganggapmu,” sahut Chesytiani. “Semuanya, karena berhubung acaranya sudah selesai, maaf kita tidak bisa berlama-lama disini jadi kami berdua mohon ijin pamit pulang terlebih dahulu,” ungkap Wimanata. “Maaf Pak Wima apakah tidak bisa diundur besok saja, melihat ini sudah larut malam, Pak Wima dan Ibu Chesytiani bisa menginap terlebih dahulu di Pesantren ini,” ujar Pak Kyai. “Iya benar Pak, atau juga mungkin kalian bisa ikut menginap bersama mereka di hotel dekat sini Pak,” tambah Hafinah. “Iya mas Wima, kebetulan hotel kami tidak jauh dari sini.” Catrina ikut bersuara. “Sebelumnya terima kasih atas tawarannya, tapi maaf kita harus cepat-cepat pulang. Mengingat besok pagi-pagi sekali ada hal yang harus saya urus. Jadi mungkin kita malam ini langsung pulang ke Bandung,” ungkap Wimanata. Mia tidak bisa menahan Ayahnya, beliau dapat hadirpun Mia sudah sangat bersyukur. Meskipun ada rasa khawatir dari dalam diri Mia, dia takut jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan menimpa orang tuanya. “Bunda, nanti kalau sudah sampai tolong kabari Mia ya,” pinta Mia. “Iya sayang Bunda akan menghubungimu.” Wimanata dan Chesytiani akhirnya ijin pamit, tapi sebelum mereka pamit, Wimanata menghampiri sang anak dan mencium keningnya. “Mia jaga diri kamu baik-baik ya, maaf atas perlakuan Ayah yang selama ini kepadamu. Sampai kapanpun kamu akan tetap jadi anak Ayah. Kamu adalah Putri terhebat Ayah.” Wimanata memeluk Mia dengan sangat erat hingga beliau menitikka air mata, rasanya seperti layaknya mereka tidak akan pernah bertemu lagi. “Wirawan, Catrina, saya titip anak saya, saya percayakan Mia kepada kalian, tolong jaga dan sayangi dia baik-baik,” kata Wimanata. Setelah mengucapkan itu mereka benar-benar pergi dan pulang Bandung. Seperti yang sudah direncanakan, Mia beserta keluarga barunya juga ikut pamit meninggalkan Pesantren, untuk malam ini mereka akan menginap di hotel terdekat, dan baru besoknya mereka akan kembali ke Jakarta. Mia mendekati Vio yang semenjak tadi juga ikut menangis mengenai perpisahannya, “Vin, terimakasih atas semua kebaikanmu, saya pasti akan selalu merindukanmu,” ujar Mia. “Sayapun juga pasti akan begitu, saya selalu berdoa semoga kebahagiaan selalu berada didekatmu, Mia,” balas Vio. Keduanya berpelukan. “Aamiin, terima kasih ya Vio.” “Kamu harus sering-sering bermain ke pesantren ini ya Mi,” pinta Vio. “In Sya Allah ya Vi. Nanti saya usahain.” Pelukan Mia kini beralih kepada Ibu Hafinah, sudah lama dia merasakan kasih sayang seperti anak dari ibu Hafinah tersebut. “Mia ... pesan Ibu kepada kamu, tolong apapun yang terjadi kamu jangan pernah tinggalin keluarga kamu, dan tetap terus libatkan Allah dalam aspek kehidupanmu,” ujar Ibu Hafinah. “Iya Bu, Mia juga berterimakasih karena Ibu selalu ada buat Mia.” Mia beserta keluarga barunya juga berpamitan dan berterima kasih kepada Pak Kyai, karena telah turut andil dalam berjalanannya pernikahannya, mungkin jika tanpa peranan dari sosok Pak Kyai acara pernikahan itu, tidak berjalan dengan semestinya. ????? Kini Mia berada di sebuah hotel yang dekat dengan Pesantren, bagi Mia ini bukan pertama kalinya dia bermalam dengan seorang laki-laki, begitupun dengan Fero. Di masa jahiliyahnya Mia sering sekali bermalaman disebuah hotel ataupun apartemen hanya untuk bermain gila dengan pacarnya, Ya ... Mia sebenarnya sudah tidak suci lagi, dan dimalam yang pertamanya ini, dia akan mengaku kepada suaminya jika dia sudah tidak suci lagi. Apapun nanti yang akan terjadi dengan dirinya, Mia sudah siap untuk menerima akibatnya. Inilah tentang perjalanan hidup, setiap apa yang dilakukan pasti ada akibatnya, cepat atau lambat karma itu memang akan berlaku, bahkan untuk seseorang berhijrah sekalipun. “Mia,” panggil Fero yang sudah mengganti bajunya dengan baju biasa. Mia begitu diam saja ketika dipanggil oleh Fero, dia masih menyusun kalimat apa yang akan dilontarkan untuk menjelaskan semuanya. “Hey Mia,” panggil Fero kembali namun tak ada sahutan sama sekali dari Mia. Dengan sangat gemasnya Fero membalikkan badan Mia, hingga Mia terjatuh di kasurnya, dan posisi Fero diatasnya, dalam beberapa detik mata mereka terkunci. Fero berkedip beberapa saat dan ketika sadar dia langsung bangun dari posisinya. “Maaf, lain kali kalau suami manggil langsung nyaut.” Ada sebuah desiran aneh dalam diri Fero ketika kata suami terucap darinya. “I-iyaa ... ma-af mas,” ucap Mia gugup. “Ya sudah lebih baik, kamu ganti baju, nggak gerah apa pakai baju itu terus.” “Iya mas,” Mia berpamit terlebih dahulu untuk pergi kedalam kamar mandi, mengganti bajunya. Fero tiba-tiba melamunkan kejadian baru, tang sempat tadi menimpanya. Hingga ketukan pintu itu berbunyi berkali-kali membuyarkan dirinya. Fero berjalan kearah pintu dan membukanya, dan ternyata sosok Mamahnyalah yang mengetuk. “Mia mana - Mia mana,” ucap Catrina dengan tubuhnya bergetar. “Ada didalam kamar mandi, lagi ganti baju,” jawab Fero. “Mia - Mia ... Mia sayang, kamu sudah belum.” panggil Catrina dengan sangat tergesar-gesa. Mia keluar dari kamar mandi dengan masih tetap menggunakan niqobnya. “Eh Mamah, iya Mah kenapa?” tanya Mia. “Mia ...,” Catrina langsung berhamburan memeluk Mia. “... Mia kamu yang sabar ya nak,” ujar Catrina. Mia membalas pelukan Catrina, ada firasat aneh yang tiba-tiba muncul ketika kalimat itu diucapkan. “Maksud Mamah apa Mah?” “Chesy Mia, Chesy - bunda kamu ....” “Bunda? Bunda kenapa Mah.” Kini tubuh Mia juga ikut bergetar, dia takut, takut jika hal yang sempat terpikirkan benar-benar jadi kenyataan. “Mia kamu harus tabah, kamu harus ikhlas hikss ... kamu masih punya kami hikss ... hiks ... kami akan selalu ada untuk kamu, sayang,” ungkap Catrina. “Tidak! Tidak mungkin! Ini semua hanya bercandakan Mah, bilang sama Mia kalau ini semua hanya bercanda,” parau Mia. “Tidak Mia, kami tidak bercanda, barusan kami mendapatkan telepon dari ponsel Bundamu bahwa orang tuamu telah mengalami kecelakaan dalam perjalanannya menuju bandung. Kejadiannya tepat di tol cipularang Km 97. Dan mereka ....” potong Wirawan yang tiba-tiba masuk kedalam kamar tersebut. “Tidak! Tidak mungkin!!” Mia berteriak histeris. “Nyawa mereka tidak bisa diselamatkan saat mereka di bawa kerumah sakit. Mobil mereka menabrak pembatas jalan,” jelas Wirawan. “Tidak mungkin! Papah sama Mamah pasti bohongkan?! Tidak mungkin, tidak mungkin mereka meninggalkan Mia hikss ... hikss ....” Melihat itu semua Fero hanya bisa diam dan merasa iba kepada istrinya. Mia sendiri tidak pernah menyangka, jika pelukan dari sang Ayahnya, berikan itu ternyata pelukan terakhir darinya. Apakah ini yang disebut dengan malapetaka pernikahan? Yang awalnya saja sudah memberikan kesengsaraan?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD