bc

MEMIKAT SI TRAUMA HATI

book_age16+
18
FOLLOW
1K
READ
aloof
city
self discover
horror
gorgeous
sacrifice
like
intro-logo
Blurb

Rasa trauma begitu mendalam ia rasakan, melihat perbuatan sang Ayah yang harusnya mengayomi, namun malah melakukan hal yang sebaliknya terhadap sang Ibu, teriakan dan tangisan seperti menjadi nyanyian tidur yang di dengar setiap malam. Resah dan takut kala berpapasan dengan sang Ayah, dendam dan amarah itulah yang Dini rasakan setiap saat, terutama ketika sang Ayah pergi meninggalkan rumah tanpa pesan. Hari demi hari, tahun demi tahun di lalui dengan penuh perjuangan, hingga kini Dini beranjak dewasa, namun rasa dendam dan trauma begitu jelas melekat hingga membuat Dini beranggapan jika semua pria yang ia temui memiliki perilaku yang sama dengan sang Ayah.

“ Sudah tidak ada alasan lagi!, hidup ini adalah pilihan dan semua yang telah menjadi keputusanku untuk tidak menikah tidak akan pernah berubah!.”

chap-preview
Free preview
BAB 1
Dini. Itulah panggilannya, kini usianya genap 23 tahun, parasnya semakin rupawan ditambah dengan kulit langsat yang membuat Dini semakin terlihat sangat manis. Namun di balik parasnya yang cantik, Dini memiliki masa kelam di kehidupan saat masa kecilnya, hal itu membuat Dini selalu menyimpan rasa marah dan dendam terhadap setiap laki – laki yang ia jumpai, hingga di dalam benaknya sudah terpupuk dan tertanam begitu dalam jika semua laki– laki itu berkelakuan jahat dan senang menyakiti hati dan fisik perempuan. Tepat saat itu Dini melakukan wawancara pekerjaan di salah satu perusahaan, untuk menjadi seorang pelayan Restoran. Saat itu banyak sekali orang yang sedang berkumpul dan menunggu nama mereka di panggil oleh pihak manajemen. Cuaca saat itu begitu panas, gedung yang masih dalam tahap perbaikan, membuat pendingin ruangan tidak dapat berfungsi secara maksimal, hal itu membuat seluruh orang yang ada di dalam ruangan itu merasa kepanasan, termasuk Dini. Dini sedikit membuka kerah bajunya, “Panas sekali di sini.” Tangannya tidak henti-hentinya mengipas ke arah leher, wajahnya kini mulai memerah. Gerah, Itu juga yang pria lain rasakan ketika melihat Dini, ditambah dengan kerah yang terbuka dan keringat yang mulai membasahi kemeja warna putih tipis yang di kenakan membuat Dini semakin s*****l. “Boleh juga itu cewek.” Ujar salah satu pria sambil menatap tajam tubuh Dini. Nama Dini pun di panggil. “Dini!... Silakan masuk ke kantor.” Sahut Pria berkacamata itu. “Saya Pak.” Dini berdiri. “Gila... itu cewek atau bidadari.” Ujar salah satu pria takjub. Kakinya perlahan mulai melangkah masuk dan menginjakkannya di ruangan kantor dengan penuh kaca di dalamnya. Udara sejuk dari AC pun seketika terasa menusuk badan Dini yang sudah penuh dengan keringat. Ketukan pintu pun membuat pria tua bernama Bowo mengalihkan pandangan ke arah Dini. “Masuk!” Sahut pria tua itu. “Silakan duduk!”. Mata pria tua itu seketika tidak berkedip melihat Dini, Kaca mata yang Dia kenakan pun di lepasnya sambil tersenyum. “Kamu ingin melamar?” Tanya Bowo. Dini mengangguk, matanya tidak berani memandang mata Bowo. “Bicara dong.” Tutur Bowo dengan lembut. “Saya ingin menjadi pelayan di Restoran ini.” Sambil menundukkan kepala. Tangan Bowo perlahan memegang tangan Dini, “Jangan panggil bapak, jika Kamu mau bekerja tinggal bilang saja. Nanti Mas akan beri pekerjaan dengan gaji yang besar.” Ujar Bowo dengan pandangan mata tajam. Dini melepaskan dekapan tangan Bowo, “Jangan kurang ajar pak.” Bowo kembali memegangi tangan Dini. “Sudahlah, jangan sok jual mahal. Kamu bekerja itu untuk mendapatkan uang, Kamu bisa mendapatkan uang hanya beberapa menit saja bersamaku.” Ujar Bowo tersenyum. Mendengar kata-kata Bowo, pandangan Dini langsung menatap tajam pria tua di hadapannya. “Anda jangan kurang ajar dengan saya!” Ujar Dini membentak. “Aku tidak kurang ajar, Aku hanya ingin bersenang-senang denganmu.” “Saya peringatkan anda sekali lagi, jangan macam – macam dengan Saya.” Bowo memegang tangan Dini dengan keras. “Diam!...atau Aku akan mematahkan tanganmu yang kecil ini.” Ujar Bowo memaksa. Dini menatap mata Bowo dengan tajam. “Anda mau apa dari Saya?”. Perlahan Bowo melepaskan tangan Dini, bergegas Bowo beranjak dari Kursi empuknya. “Anda mau ke mana?” Dini semakin panik. Bowo berjalan ke arah pintu dan menguncinya. “Aku akan memberimu uang sebanyak yang Kamu mau, asal Kamu mau menuruti perintahku.” Ujar Bowo berjalan kembali mendekati Dini. “Jangan harap!, Sebesar apa Pun Kau membayarku, Aku tidak mau menjadi pelampiasanmu.” Menahan tangis. “Tenang saja, jangan lawan dirimu. Kamu kini hanya Punya dua pilihan, menuruti perintahku atau mengikuti keinginanku!.” Tamparan keras mendarat di pipi Bowo. “Aku ini wanita baik - baik. meskipun Aku orang tidak punya, tapi Aku juga punya harga diri!” “Berapa hargamu?” Tamparan kembali mendarat di wajah Bowo. “Kurang ajar Kamu.” “Semakin Kamu menolak, semakin Aku bersemangat dengan semua ini.” Dini pun menangis dan berteriak. “Tolong!...” Dengan mudah tangan besar Bowo menutup mulut kecil Dini, dan perlahan berbisik mendekati telinga Dini. “Aku ini orang paling kaya di sini, segala keinginanku akan Aku dapatkan bagaimana pun caranya.” Dini meronta, semakin sering ia meronta untuk melepaskan diri, semakin kencang juga tangan Bowo menyekap mulut Dini yang kecil dan berwarna merah itu. Air mata Dini mulai bercucuran membasahi tangan Bowo, Dini pun tidak kehilangan akal dan menggigit dengan keras tangan kiri Bowo. Sontak Bowo mendorong Dini ke Arah Pintu. “Tanganku!..., dasar tidak tahu di untung.” Memegangi tangannya yang meneteskan darah. Dini seketika membuka kunci pintu dan berlari keluar. “Laki – laki penjahat.” Ujar Dini sambil menangis. Hal itu membuat Dini menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di tempat itu. “Kenapa Dia menangis?”. Ucapan salah satu pria heran. Bowo tidak tinggal diam dan mengejar Dini. “Tangkap wanita itu!” Bowo berteriak dan tidak mempedulikan sekitar. Semua orang tampak kebingungan dan menatap ke arah Bowo. “Kenapa kalian melihatku seperti itu?, Bubar semua!..., Tidak ada lagi wawancara hari ini.” Kebingungan dan rasa takut bercampur menjadi satu, melihat amarah Bowo yang tidak terkendali membuat sebagian karyawan yang akan melamar bekerja mengurungkan niatannya. “Ada apa Bos?” Tanya pria berkacamata itu. Dengan wajah yang kesal dan memerah. “Kamu cari perempuan tadi sampai dapat. Aku ingin Dia sekarang.” “Tapi bagaimana dengan wawancara hari ini?” “Aku tidak peduli. Kalau perlu suruh semua orang yang ada di sini untuk mengejar Dia.” "Tapi bos." “Sekali lagi Kamu ngomong, Ku tampar Kau!”. “Maaf Bos.”. Tamparan keras mendarat di wajah pria berkacamata yang bernama Endang itu. “Rasakan. ini akibat jika Kau tidak mendengar perintahku.” Pak Endang terdiam sambil memegangi pipi sebelah kirinya, semua orang yang berniat untuk keluar seketika terdiam, ketika melihat Bowo yang marah tak terkendali. “Gila ini orang. Habis jika Aku jadi anak buahnya dan bekerja di sini.” Ucap salah satu calon karyawan sambil berbisik. “Kenapa semua malah diam. cepat kejar.” Ujar Bowo berteriak. Pak Endang dan sisa orang yang ada di dalam ruangan itu keluar berbondong-bondong. Namun hanya Pak Endang saja yang mengejar Dini, sedangkan yang lainnya memilih untuk pulang dan tidak kembali. ”kurang ajar semua orang. Bukannya membantu malah pada kabur semua.” “Di mana wanita itu?” Ujar Pak Endang kebingungan. Sambil berjalan Pak Endang terus mengumpat. “Bisa mati Aku kalau pulang tanpa hasil, jika Aku tidak membutuhkan pekerjaan ini, Sudah Ku pukul pria tua itu.” Hari semakin terik, Dini terus berlari dengan menahan tangis. Dalam benaknya tertanam dendam yang begitu kuat terhadap pria tua Itu. " Berani - beraninya Dia merendahkan kehormatanku.” Dini mencoba menenangkan diri dan bersembunyi di tempat yang cukup sepi. Dini duduk sambil mendekap tas kecil yang di bawanya. "Kenapa semua laki - laki itu selalu jahat terhadap perempuan, bahkan Ayahku pun melakukan hal yang sama terhadap Ibu. apa ini karma dari Ayah untukku.” Dini terkejut ketika tiba – tiba pundaknya pegang oleh seseorang. “Ikut dengan Ku." "Siapa Kamu?" Ujar Dini berdiri dari duduknya. "Aku anak buahnya bos Bowo.” "Pria tua itu?" "Cepat ikut atau Aku harus menggunakan kekerasan!" "Aku tidak peduli. Jika memang bisa coba saja.” Pak Endang melepaskan genggamannya dan berlutut memohon. "Tolonglah. Hanya ikut saja, jika Aku tidak kembali denganmu, Aku akan kembali di siksa oleh Bosku.” "Anda mudah sekali berbicara seperti itu.” "Saya mohon, jika perlu saya akan berlutu terus di hadapanmu.” "Ini masalah anda!, jadi jangan libatkan saya.” "Dini tolong lah pria tua di depanmu ini, Kamu juga pasti punya Ayah. mana hati nuranimu untuk membantu Pria tua sepertiku.” "Ini masalah harga diri. dan satu hal lagi Aku tidak pernah punya Ayah.” Ucap Dini meninggalkan Pak Endang yang tengah berlutut di hadapannya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.0K
bc

My Secret Little Wife

read
98.4K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook