Aku tidak tahu akan secepat ini memaafkan Dante. Ia datang, memohon dan aku dengan begitu mudahnya menerima kata maafnya, padahal rasa sakit itu masih aku rasakan sampai sekarang dan akan tetap membekas sampai kapanpun. Kini, pria jahat itu ada di depanku. Menatapku terus sampai aku sendiri tidak tahu mau mengatakan apa padanya. Ia menatapku dengan air mata yang terus mengalir. Aku tidak pernah memukulnya dengan keras, kecuali dua kali tamparan tadi. Tapi itu belum seberapa dibandingkan dengan apa yang dia lakukan padaku. Lagipula, dia laki-laki. Mana mungkin menangis hanya karena di tampar oleh seorang perempuan. "Aku pikir-" Dante memelukku. Tangisannya pecah. Aku menyuruhnya untuk ke dalam karena tidak mau melihatnya membuat kerusuhan di luar. Ia dan sifat keras kepala yang ada dalam