EPISODE 3 (KINARA POV)

1213 Words
Terkadang gue gak ngerti dengan apa yang sedang dipikirkan Kak Davi. Contohnya sekarang, gue heran kenapa orang di sebelah gue ini senyum-senyum gak jelas seolah-olah asik dengan pikirannya sendiri. "Kakak kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya gue ke-makhluk yang duduk di balik kemudi. Heran aja gitu gak ada angin gak ada hujan dia malah cengar-cengir. "Kenapa gak boleh?" godanya ke gue yang dibarengi dengan senyum itu, iya senyum itu, senyum yang kadang menawan kewarasan gue. "Kirain kan. . ." ucap gue malas mengalihkan wajah yang gue yakin sekarang bersemu merah. "Kirain apa?" Kak Davi mengerutkan keningnya awas Kak nanti tumbuh kerutan tanda penuaan dini. "Kirain mendadak gila kalau gak kesurupan," desis gue pelan gak mau Kak Davi dengar. Dan kalian mau tahu efek dari ucapan gue? satu toyoran berhasil mendarat dengan santuynya di kepala gue. "Ikhh gak usah main kepala bisa?" jawab gue manyun yang cuma dijawab kekehan dari Kak Davi. Untung ganteng, untung gue sayang secara mau gue bales gak tegaan, mukanya itu loh bikin uuug...ugggh... Nikahin dedek bang. Akhirnya di sinilah kami di kebun binatang. Perlu diperjelas KEBUN BINATANG dan gue lagi NGEDATE sodara-sodara. Gue yakin Lo pada sesak cuma dengan melihat kerumunan manusia yang lululalang ke sana ke mari maju mundur cantik ramai eeeuuy. Gue bisa melihat binar kaget dan tatapan bengong Kak Davi, gak percaya kayaknya dia dengan situasi yang ngalahin orang rebutan diskonan ditanggal tua. Kak Davi mengulurkan tangannya, menggandeng tangan kanan gue, tentu hal itu membuat gue menunduk menyembunyikan senyum malu-malu gue. "Kalau gak digandeng nanti Hilang," ucapnya membuat gue mendongak memberengutkan wajah. Helllooow emang umur gue berapa bisa-bisaan hilang di Kebun Binatang,bilang aja modus. Kami keliling-keliling melihat beberapa kandang binatang. Hewan-hewan di sana aja kelihatan pada mager faktor masih pagi kah? atau karena mendung yang mengundang untuk bermalas-malasan. "Mana?" tanya gue sambil menatap ke arah Kak Davi yang, upss  gue harus mendongak untuk menatap mukanya langsung, secara gue cuma seketek dia. Untung  tadi gue pake sepatu yang ada hak nya sedikit, lumayan  paling gak bisa menambah tinggi badan gue yang gak seberapa ini. "Apanya?" Kak Davi natap gue sambil senyum tentunya. Gue heran dia gak capek apa ya senyum terus atau memang tu bibir  sudah di set default buat senyum? "Baboon? Katanya mau JENGUK," ucap gue dengan penuh penekanan dan itu sukses membuat Kak Davi terkekeh geli. "Baboonnya lagi pulang kampung ke Afrika," ucapnya singkat masih dengan senyum diabetesnya dan gue bisa perhatikan di sekeliling kami, bagaimana para cewek-cewek melirik ke arah kami, membuat gue kesel sendiri. Dan pastinya mereka noleh dan memperhatikan kami bukan buat ngelihat gue ya, tapi buat ngelihat cowok yang berjalan di samping gue sambil ngegandeng tangan gue. Gue pererat gandengan kami dan melihat ke arah cewek-cewek yang menatap kami ganas. Gue perlu memperjelas INI ORANG PUNYA GUE dan jangan ngira gue ADEKNYA cuma gara-gara gue pendek, sebel. "Lah terus ngapain ke sini kalau Baboon nya pulkam,"  kata gue sekenanya dari pada kami jalan berdua dalam diam seakan mengheningkan cipta. "Kirain di sini bakal sepi jadikan enak berduaan," jawab Kak Davi enteng dan Lo tahu? Gue jadi deg-degan ngapain coba dia mau ngajak gue ke tempat sepi? Hayo kenapa? dalam hati ngarep. "Ini weekend kali kak. Ya jelas ramailah." Gue gak habis pikir ini orang serius ngira kalo Kebun Binatang bakal sepi pas weekend kayak gini? Seriously? "Kakak gak tahu." Gila, serius dia gak tahu? Gue masih bengong natap dia dan jujur leher gue mulai pegel nunduk dikit napa Kak jangan kayak tiang listrik begini. Resiko amat jadi orang pendek. Melihat gue diam gak ngerespon Kak Davi melanjutkan kata-katanya yang membuat gue ngerasa ini orang sebenarnya berasal dari planet mana? "Kakak belum pernah ke Kebun Binatang sebelumnya," katanya tanpa menoleh ke arah gue. Gue melongo, serius ke mane aje ni orang? "Kenapa gak percaya?" Gak tahu kenapa dia ngelus tangan gue "Kok diem terus dari tadi!" Gue cengo pemirsah. . "Masa sih gak pernah? waktu kecil gitu sama mama-papa?" ucap gue sekenanya dan yang gue tatap senyum Kak Davi kok memudar ya? Dia menoleh ke kiri dan kanan seolah mengamati sekitar. "Kok sepi ya orang-orang pada ke mana?" Gue mengedipkan mata cepat, celingukan melihat sekeliling kami. Benar saja memang di sini  gak kelihatan orang lain selain kami dan pohon yang berayun-ayun tertiup angin. "Kayaknya kita jalan kejauhan deh." oke sepertinya Kak Davi mengalihkan pembicaraan, dan ngelihat ekspresi Kak Davi dia gak mau melanjutkan obrolan ini. Astaga dia malah kelihatan gak mood kayanya gue salah ngomong, auto gigit ujung kuku. "Kak." "Hmmm." Kak Davi noleh ke arah gue. Menunduk lebih tepatnya. "I Love You." Gue mencoba mengembalikan mood nya. Ceritanya mau modusin dia. Dia tersenyum kecil dan membalas dengan anggukan, "Ya, Kakak tahu." Gue cengo sesaat. Jawaban macam apa itu? Jawab I Love You too kek lah ini jawabannya absurd berasa bertepuk sebelah tangan eeuy sakit. Gue menatap sebel ke arah Kak Davi "Kak ternyata lo bisa kampret juga ya?" oke gue kesel banget dia menghadap ke gue natap gue tajam setajam silet oke abaikan. Dan gue mulai merasa merinding jujur tadi gue keceplosan. Catet Kak Davi ini gak pernah marah sama gue sebelumnya, dia selalu menanggapi semua kegilaan gue dengan santai dan senyum mungkin benar kata orang kesabaran ada batasnya. Gue siap-siap ni orang mau apa? mungkin dia bakal marah atau ninggalin gue di sini mungkin, huuaah gue pernah denger gosip soal Kak Davi dulu waktu SMA gosip yang gue yakini gak benar. "Auuu," teriak gue kesakitan karena tiba-tiba Kak Davi nyubit pipi gue dengan kedua tangannya. Gue bahkan gak sadar kapan gue ngelepasin gandengan tangannya. "Ini mulut ya, ngomong sembarangan," ucapnya gemas "Kayaknya harus dihukum." Kak Davi natap gue serius. Pliss jangan ngasih hukuman gue makan roti satu bakery, kalo bisa gue mau dihukum dicium aja gue gak pa-pa dedek iklas #ngarep ya ampun Nara pikiran lo. Tapi mau gimana lagi gue pengen banget ngerasain ciuman pertama apalagi dicium cowok ketche macam begini. Kak Davi nyengir kuda memamerkan deretan gigi putihnya dan kalian tahu kalau dia udah mulai senyum begini berarti dia mulai mau ngejahilin gue, lagi. "Ke Bakery yuk," ajaknya santai masih dengan tangan yang mencubit pipi gue. deg... Tuh kan perasaan gue gak enak. Arrrgggn ni cowok dasar gak peka kasih micin juga ni lama-lama, sebel. Gue melotot. Tangan kak Davi masih anteng nangkring di pipi gue. "Sakit dasar manusia sadis," rutuk gue m kesel banget sumpah. Dan sukses membuat Kak Davi ketawa ketiwi kayak orang sarap. "Becanda," katanya sambil ngelus pipi gue yang gue yakin sekarang udah ganti warna jadi  merah, iya merah berkata cubitan kak Davi tapi sesaat kemudian. cup Satu ciuman mendarat di kening gue. Gue terdiam terpaku mematung dan pengen loncat-loncat salto nari perut dan lain -lain untuk melampiaskan kebahagiaan gue.  Baru kali ini Kak Davi nyentuh bagian muka gue dengan bibirnya, akkkhh,, bibir errggg mau lagi.. "Wooy kok ngelamun." Kak Davi mengibas-ngibaskan tangannya di depan muka gue. "Are you oke?" Dia mulai khawatir mungkin dia kira gue kesurupan kali ya karena tiba-tiba dia malah megang kepala gue sambil komat-kamit. "Apa sih," kata gue sewot sambil menepis tangannya dan pura-pura biasa aja padahal dalam hati udah joget-joget dangdutan. Kak Davi menggandeng tangan gue lagi  "Yook jalan lagi," katanya seolah olah gak terjadi apa-apa, tapi kok tangannya terasa lebih hangat ya? sayang gue gak fokus buat ngelihat ekspresi wajahnya dan jangan tanya betapa ngeblushing nya gue.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD