****
Author POV. . .
"Karna aku menyukaimu jauh sebelum kau menyadarinya"
Nara terdiam mencoba mencerna semua kalimat Davi dari awal "kakak abis nonton sinetron ya? Drama amat ala-ala sinetron"
"hahaa. . . kayaknya ketularan si Rama" Davi mengusap tengkuknya kemudian mereka saling pandang lalu tertawa
"kak"
"hmm"
'cih gue benar-benar benci dengan kata hmm terkutuklah engkau. . .
"kitakan udah lama pacaran" Nara terdiam sesaat memperhatikan ekspresi Davi "kita gak punya gitu panggilan sayang?" ajak nara takut-takut, takut Davi menolak, seketika Davi menaruh kedua tangannya disisi pipi nara dan mencubitnya lembut
"Baboon Gembulku" Davi tersenyum jahit, Nara memanyunkan bibirnya
"gak ada sweet-sweetnya dikitpun" Nara mendengus kesal, Davi menaruh tangannya diatas bahu Nara baru hari ini rasanya dia seakan bebas menyentuh Nara
"Terus mau dipanggil apa?" Davi mencondongkan wajahnya menatap langsung kemata nara, Nara terlihat berfikir sampai kata-kata itu justru muncul dari mulut Davi
"Sayang" Davi tersenyum manis menatap lurus kearah nara membuat mata nara berkaca-kaca seolah-olah butuh waktu setahun untukknya menunggu Davi mengatakannya
Nara mengangguk kecil tanpa sadar dia refleks memeluk Davi membuat Davi kaget tidak percaya namun dengan cepat ia membalas pelukkannya.
"ternyata memang benar" Davi menaikkan alisnya mendengar kata-kata Nara, bingung "ternyata benar-benar Pelukable" Nara menyengir kuda bisa dia rasakan Davi mengeratkan pelukannya
"jadi sekarang mau dipanggil sayang?" Tanya davi sambil mengelus lembut kepala Nara, Nara mengangguk kecil "terus sayang manggil kakak apa?" Davi geli sendiri mendengar kalimat yang dia ucapkan membuat wajahnya nyaris memerah karena malu.
terdengar Nara tertawa kecil "Chagi"
davi mengerutkan Dahinya melepas pelukannya dan kembali menatap Nara? "Chagi dong" ejeknya "gak mau" Nara mengerucutkan bibirnya mendengar penolakan Davi, Nara berpikir sesaat.
"Honey?"
Davi menggeleng
"Darling?"
Davi menggeleng lagi
"Prince?"
Davi masih menggeleng "kakak bukan keturunan raja"
Nara bingung bagaimanapun ini pertama kalinya ia berada disituasi seperti ini saling menentukan panggilan sayang, padahal Davi dengan entengnya hanya memanggilnya sayang yang pasaran.
"Kalau gitu Nara gak mau dipanggil sayang" Nara memanyunkan bibirnya, "Gak adil kakak harus nyari juga panggilan sayang buat Nara" katanya dengan suara merajuk Davi tersenyum lembut lalu mencubit hidung Nara gemas.
"Adek Nara sayang" ucap Davi lembut sesaat membuat Nara tertegun, Davi benar-benar jadi romantis, ada hikmahnya dibalik masalah mereka, buktinya mereka malah menjadi semakin romantis, dan bisa saling terbuka dan saling mengungkapkan rasa sayang.
"kakak mah gak mau mikir" dengan Nada merajuk membuat Davi benar-benar gemas dengan tingkah nara yang sedikit-sedikit merajuk.
"habis kakak gak bisa mikir, Zonkkk"
"kalau gitu Adek sayang ini cuma bisa manggil kakak dong?" Nara memincingkan matanya
"yaah gak apa-apa, cukup tambah kata 'sayang' aja dibelakang kakak nya"
"iya -iya, biasanya juga dipanggil uda sayang, kakang mas sayang, Dasar kakak aja gak pernah manggil sayang" ucap Nara terdengar merajuk
"terus maunya adek manggil kakak apa?" Davi mencoba setenang mungkin dan tidak merasa kesal dengan kelakuan Nara yang tiba-tiba manja
"yaaah gak tau, apa gitu" Davi mengusap wajahnya kasar, merasa frustasi Nara menjadi agak menyebalkan
'ck dasar perempuan Batin Davi sedikit kesal
"panggil mas juga boleh" Davi mencoba memberi saran
"gak aaah masa sama kayak pak Yanto manggil mas" protes Nara
"Uda?"
"kakak kan bukan orang padang?"
"Ayah?"
"adekkan bukan anak kakak" ucap nara masih memprotes, dan mulai mencoba panggilan barunya "adek" walaupun Rafli dan Rama sendiri sudah sering memanggilnya adek hanya saja kesannya beda jika sang pujaan hati yang memanggilnya.
"haaah" Davi mengehembuskan nafasnya kasar merasa lelah dengan posisi mereka yang mulai terbalik dimana tadi Nara yang memberi saran dan ditolak davi dan sekarang justru kebalikkannya. "terus apa dek?" Davi menjambak kecil rambutnya terlihat frustasi, sementara nara jadi senyum-senyum sendiri sukses mengerjai davi, tidak terasa pertengkaran kecil tadi berdampak besar untuk hubungan mereka, Nara bisa melihat berbagai ekspresi Davi yang nyeleneh.
"panggil kakak aja deh, udah nyaman sama panggilan itu" nara tersenyum penuh arti membuat davi nyaris mengantukkan kepalanya kemeja.
"adek ngerjain kakak ya?" Davi tersenyum menyeringai membuat nara bergedik ngeri, Nara berbalik, berdiri dan dengan cepat berjalan menjauh dari davi sambil menggeleng "adek mau kemana? sini" davi mengamit tangannya menyuruh Nara mendekat, dan kembali menggeleng walaupun senyum jelas terl;ihat dibibirnya.
dengan cepat Davi berdiri dan bergerak menuju kearah nara yang berdiri tidak jauh darinya membuat nara berteriak kecil dan sontak berlari menghindar.
Jadilah mereka bak drama india berlari mengelilingi ruang tengah, sampai langkah davi yang lebar berhasil mengejar nara merengkuh pinggangnya dan mengangkat tubuh nara sampai kakinya terangkat melayang didalam rengkuhan tangan Davi, mereka tertawa bahagia, seakan menggambarkan beginilah hubungan yang mereka inginkan sampai kedatangan dua makhluk tak diinginkan mengintrupsi kegiatan mereka.
"sorry ganggu ya" ucap Rama sambil mengangkat tangannya
Davi melepas tangannya dari pinggang Nara, Nara membenarkan pakaiannya sambil menyembunyikan rasa malunya
"selalu aja muncul disaat yang tidak tepat" rutuk Davi melihat dua sahabatnya sudah berdiri tidak jauh dari mereka "Kalian gak pengen main bungee jumping dulu di balkon? biar gue siapin talinya" sambung Davi membuat Rama bergedik ngeri sementara Rafli sibuk dengan hpnya tidak mau ikut bagian dalam pembicaraan yang berpotensi membunuh itu.
Nara menggaruk-garuk lehernya canggung lagi-lagi kedua abang-abang itu muncul disaat yang tidak tepat. Rama berjalan antusias kearah meja yang masih penuh makanan. "pucuk dicinta nasi padangpun tiba" menatapnya dengan tatapan kelaparan ala sinetron rakyat jelata
"makan aja abisin. abis itu cuci piring" Perintah Davi dan langsung diangguki oleh rama, sampai Rafli datang membawa piring dari dapur.
"udah baikkan ni?" Rafli duduk disamping Rama yang sudah mengisi nasi penuh didalam piringnya. walaupun tanpa ditanyapun sudah terlihat jelas mereka sudah baikkan.
"lain kali kalau ada masalah omongin dengan kepala dingin jangan didiemin, ni orang kadang gak peka" tunjuk Rafli kearah Davi "dan juga kemarin Davi seharian sama gue jadi gak usah khawatir dan lagi kalau dia mulai meleng, gue duluan yang bakal geplak palanya" jelas Rafli panjang lebar memang diantara sahabat Davi, Raflilah yang paling kalem dan bijaksana selalu bisa diandalkan.
Dasvi menghembuskan Nafasnya kasar "ya abangku" kata Davi jengah membuat nara tersenyum menahan tawa, dan langsung mengangguk membiarkan Rafli dan Rama makan dalam diam.
"oiya Dav jan keseringan bolos entar nilai lo D semua" celetuk rama masih dengan mulut yang penuh dengan makanan membuat nara menoleh kearah Davi yang sudah duduk anteng diatas sofa sementara Nara sendiri masih berdiri terpaku.
lagi-lagi davi menghela napas mencoba menlancarkan pernafasannya "gue lupa" ucapnya enteng membuat nara berjalan menuju Davi. "kakak bolos?"
Davi mengangguk "gara-gara nara ya?" nara menekuk wajahnya
"bukan gara-gara adek" davi tersenyum lembut terkesan mengejek memang karna Nara tidak menyebut dirinya sendiri dengan sebutan 'adek' membuat nara malu sendiri. iya malu karna belum terbiasa apalagi jika dua orang itu tau khususnya rama pastilah akan menggoda Nara yang masih malu-malu.
"disini ada balkon ya?" Davi menaikkan alisnya seolah-olah mengerti maksud tersembunyi dari kata-kata Nara.
"Ada" Rama mengintrupsi, padahal niatnya davi mau berbohong karena dia sendiri tidak mau kesana
"mau lihat" Nara tersenyum menyeringai membuat Davi bergedik ngeri "Ayoooo" Nara menarik tangan Davi, jadilah mau tidak-mau davi berdiri dan berjalan kebalkon bersama nara yang memasang wajah memelas, tentunya davi tidak lupa memukul kepala rama dengan koran saat dia lewat membuat Rama tersenyum karna sukses menjahili Davi yang takut ketinggian.
Nara membuka pintu balkon berjalan setengah berlari kearah pagar melihat dengan mata kepalanya sendiri pemandangan luar biasa tanpa penghalang kaca seperti dikamar davi dan merasakan angin yang berhembus lembut dan langit yang terasa dekat dengan kepalanya.
Nara menoleh kebelakang melihat davi yang masih berdiri didepan pintu, wajahnya terlihat panik memunculkan niat jahil diotak nara bekerja, nara berbalik dan menarik lembut tangan davi, davi menggeleng kecil menolak membuat nara harus memasang wajah memelas seperti hendak menangis yang sukses membuat davi melangkahkan kakinya.
takut-takut davi memegang pagar balkon sambil menutup matanya ngeri nara masih setia memegang tangan Davi.
"buka matanya" bujuk nara, davi menggelengkan kepalanya "buka, fobia itu harus dilawan, salah sendiri juga sih tinggal dilantai 30 tapi takut ketinggian piye" ejek nara membuat mau tidak mau davi membuka matanya, dan seketika davi langsung melengsot terduduk dilantai diikuti Nara yang memang masih memegang tangannya
Davi gemetaran melihat itu Nara mengelus lengan Davi merasa bersalah, baru kali ini ia melihat ekspresi ketakutan Davi
"maaf" nara memeluk Davi dan dengan senang hati davi membalas pelukkan Nara. kemudian Nara duduk bersandar dipagar balkon disamping Davi yang terlihat mulai tenang.
"kak"
"hmmm" Nara mendengus kesal
"kenapa tadi kakak bilang kalau kakak sayang ku ini udah suka sama adek jaaaaaauuuuuh sebelum adek suka sama kakak" Davi tersenyum kecil mendengar kalimat Nara lalu menoel hidung perempuan yang sudah mengambil hatinya
"kepo" Davi tersenyum jahil membuat nara membuang muka kesal "ada deh dalah sendiri tadi gak nanya" Davi tertawa melihat nara yang memanyunkan bibirnya "yang jelas adek yang satu ini selalu bisa mengambil perhatian seorang Arka Davi" davi menepuk dadanya bangga
"adek yang satu ini?" nara menaikkan alisnya "berarti adeknya banyak dong sampe ada yang satu ini" introgasi nara yang membuat davi semakin tersenyum lebar
"iya banyak" nara memajukkan bibirnya menggerakkannya kekiri dan kekanan membuat davi memajukkan tangannya menepuk pelan bibir nara membuat gadis itu kaget dan mencibir davi
"adik kelas banyak, Adek yang dicinta Cuma satu" davi menjatuhkan tatapannya tepat kemata nara meyakinkan bahwa gadis itulah satu-satunya yang dia cintai.
"apa tadi kakak bilang cinta? Ulangi" Nara antusias membuat davi melengos
"gak ada take 2"
"kak" nara menarik-narik kaos Davi membuat davi menoleh kearahnya
Davi mengelus kepala nara lembut dan memberanikan diri untuk keluar dari belenggu kata pengecut, dalam hatinya berkata jangan buat nara menunggu terlalu lama.
"I Love You" ucap Davi sampai kemudian tanpa sadar tubuhnya sudah mencondong kearah wajah nara dan bibirnya mengecup lembut bibir nara membuat Nara terperangah tidak percaya
'apa yang terjadi batin Nara mencoba mencerna.
***
***
Nara POV. .
Gue mematung bingung setelah kejadian barusan, gue lihat kak Davi membuang muka menjauhi tatapan gue.
Shit seharusnya tadi gue juga nutup mata, kak davi sih gak ada aba² langsung nyosor aja, seharusnya gue persiapan dulu biar kayak drama korea. telat sadar
suasana hening, gue bingung harus ngomong apa dan bingung juga mau masang ekspresi gimana, muka gue rasa terbakar, panas eeeyyy gue yakin muka gue merah banget kalo jantung gue? apa kabar? jangan tanya lagi ni jantung gue rasanya kayak abis lari maraton ditangga darurat naik kelantai 30.
gue merangkak sedikit mengambil bandal sofa diatas kursi gak jauh dari balkon, memeluknya mencoba mengontrol diri, gue menoleh kekiri, dan blushhhh. . . gue tambah blushing, sadar muka gue sama kak Davi dekat banget, entah sejak kapan kak Davi menghadap ke gue.
kak Davi berdehem kecil, sontak gue langsung meghadap lurus kedepan menghindari tatapan mata kak Davi, kak Davi tertawa kecil dengan bibir yang dirapatkan, kemudian mengelus kecil kepala gue, membuat gue makin mati gaya.
"weekend jalan yuk?" gue menoleh seketika kearah kak Davi, ini pertama kalinya dia ngajak jalan secara langsung, biasanya cuma lewat telpon atau chat.
gue tersenyum mengangguk kecil. "kemana?"
kak Davi menyerjitkan dahinya "hmmm. . kemana ya?" lah ini dia yang ngajak dia yang balik nanya, piye?
gue terdiam biar kelihatan mikir, gue gak mau ada sesi tanya jawab lagi kayak tadi saat nentuin panggilan masing-masing.
"sekali-kali adek dong yang nentuin tempatnya" kak Davi menatap gue intens, sumpah gue berasa disayang banget.
"kemana ya? yang seru" gue nyoba menjalankan otak gue yang tadi sempat hang. kak Davi memutar duduknya membuat tubuhnya sepenuhnya menghadap gue, dan memegang tangan gue yang sedari tadi melukin bantal.
"maaf ya, adek pasti selama ini bosan pergi ketempat-tempat gak jelas sama kakak" gue menengadahkan kepala gue yang dari tadi malu-malu melihat kearah kak Davi lalu menggeleng kecil, iya kalau dibilang bosan? iya memang tempat-tempat itu membosankan tapi kalau perginya bareng dia sih gue oke-oke aja.
kak Davi mengeratkan genggamannya, gue udah siap menyuarakan kegombalan gue buat bilang kemana aja asal bareng dia , eyaaa. . .
"gimana kalau kita. . ."
"weekend bazar dikampus, panitia jangan kabur" belum selesai gue ngomong lagi-lagi suara nan menjengkelkan itu menyeruak masuk kekuping gue, bang Rama udah nongol aja didepan kami.
tanpa gue sadar
buugg. . .
tanpa gue sadar bantal yang tadi dipangkuan gue melayang kearah bang Rama. "sialan ganggu aja" rutuk kak Davi setelah sukses melempar bang Rama dengan bantal sofa membuat bang Rama tersenyum mengejek.
"eth daah gue cuma ngingatin" Bang Rama memungut bantal yang terjatuh dilantai yang tadi sukses mendarat diwajahnya.
"gue bukan anggota BEM ngapain gue jadi panitia" rutuk kak Davi, gue bisa lihat wajah kesalnya dengan jelas
"lah kan lo maskotnya"
"lo kate gue boneka mampang?" kak Davi beranjak dari duduknya melangkah kearah bang Rama dan mendaratkan satu jitakan kekepalanya.
"sakit setan" bang Rama mengelus bekas jitakan kak Davi membuat gue senyum-senyum sendiri.
"sini lo gue tabok" kak Davi berjalan kembali menuju bang Rama yang sudah berjalan cepat menjauh, lucu juga ngelihat kelakuan mereka, walaupun saling pukul saling ejek mereka masih tetap akur, ini kali ya yang dinamakan persahabatan antar cowok.
tapi ada satu hal yang paling gue gak suka dari kedua sahabatnya kak Davi ini mereka itu 'suka muncul disaat yang tidak tepat' .
gue ngerasa ada yang nyentuh dahi gue "dek? sehat?" kak Davi natap gue dengan wajah bingung, ya kali gak bingung ngelihat gue senyum-senyum sendiri. "apaan sih" gue tepis tangan kak Davi dan langsung berdiri.
"ayook kakak antar pulang" gue mengangguk kecil, dan berjalan ke ruang tengah, meja udah bersih, piring kotornya sudah entah kemana bisa gue lihat sih bang Rafli lagi didapur, kayaknya dia yang nyuci semuanya, yah bang Rafli like a mother didalam geng mereka.
gue ambil tas gue diatas sofa, siap-siap mau pulang.
"gue antar Nara dulu, kalian masih mau disini?" bang Rafli mengangguk kecil mengiyakan, sementara bang Rama tidak terlihat sepertinya dia sedang meratapi nasib nya disuatu tempat.
gue mengekor dibelakang kak Davi sampai ke parkiran.
"kita mampir ke bakery dulu ya" gue menoleh kearah kak Davi yang sedang fokus mengemudi
"kakak mau makan lagi?" tanya gue ngeri juga gak sampe 3 jam lalu gue nasi padang sekarang diajak ke bakery lagi. mungkin buat kalian yang bukan pacar Arka Davi akan menganggap biasa aja kata bakery, tapi bagi gue itu kata terdengar mengerikan, terdengar seperti 'kakak yang bayar adek makan semuanya' yah kalau cuma makan 2 atau 3 donat gak apa lah ini disuruh ngabisin brownies satu loyang ya kali gak kayak baboon badan gue.
gue bisa lihat kak Davi tersenyum menyeringai, set daah perasaan gue gak enak.
Gue turun dari mobil mengikuti langkah kak Davi masuk ke bakery .
"mau kakak pesanin semua menu?" kak Davi berbisik ditelinga gue buat gue bergedik ngeri, melihat ekspresi gue kak Davi tertawa kecil. tau gitu gue nunggu dimobil aja.
kami berhenti tepat didepan etalase yang memamerkan banyak jenis kue, gue yang dulu pecinta makanan manis sekarang sering mual ngelihat kue manis, dan kalian pasti tau siapa penyebabnya? iya ini orang jangkung yang berdiri disamping gue dengan senyum liciknya, menyebalkan padahal baru tadi tu gue senengnya minta ampun, sekarang kesalnya mau minta ampun juga.
"mbak, saya mau yang warna ungu ini" kak Davi menunjuk kearah kue yang gue yakin itu brownies ubi ungu, membuat pegawai yang dipanggil kak Davi dengan sebutan mbak tadi tersenyum berkat pesanaan kue ungu kalo kata kak Davi tadi.
"Dibugkus aja mbak" sambung kak Davi membuat gue menoleh kearahnya, kak Davi menghadapkan wajahnya kearah gue yang terlihat cengo dan mengelus kecil kepala gue, "buat mama" katanya tersenyum jahil berhasil bikin gue sebel.
jadilah sekarang gue udah duduk lagi didalam mobil sambil merengut. "kenapa mukanya ditekuk gitu? marah gak di ajak makan di bakery"dih gue menoleh kearah kak Davi sambil setengah melotot "ogah" gue spontan, kak Davi malah terkekeh geli, entah sejak kapan ni orang berubah drastis dari yang awalnya agak cuek lama-lama jadi makin terbuka sama gue, gue ngerasa jadi cewek beruntung punya pacar kayak kak Davi walau kadang tingkahnya aneh tapi dia selalu mau yang terbaik buat gue, uughh tu kan makin cinta.
"heeey" suara kak Davi menghentikan lamunan gue bisa gue lihat dia mengibas-ngibaskan tangannya dimuka gue "udah sampe, jangan ngelamun entar kesambet, udah tau kok kakak ganteng, gak usah segitunya ngelihatin" tuh kan kadang nyebelin juga bikin gemes, kata-katanya itu loh kadang bikin gue pengen nyeledingnya.
gue buka pintu mobil kak Davi sambil mengambil bunga, paperbag coklat dan kue dari bakery tadi yang disodorkan kak Davi, gue lihat dia gak ikut turun.
"kakak gak mampir?" kak Davi menggeleng
"kakak ada urusan" kayaknya senyum kak Davi mulai di set default lagi setelah tadi dikampus senyumnya entah kemana. gue ngangguk-ngangguk aja turun dari mobil, eh motor gue? gue noleh lagi kearah kak Davi
"apa? mau nanya mochi?" eth daah ni orang bisa aja baca pikiran gue, "tenang gak bakalan ilang" gue ngangguk lagi dan mulai berdadah-dadah ria melepas kepergian kak davi, caa ilee melepas, sampai suara berat yang gue hafal menginstrupsi kegiatan gue.
"eheem. . . Turun" lah suara ini, gue menoleh ke pria yang entah sejak kapan berdiri disamping mobil kak Davi tepat disamping pintu kemudi membuat kak Davi menoleh kearah pria iru dan kemudian menoleh kearah gue lagi.
"Papa" teriak gue girang membuat kak Davi melotot, iya itu papa gue Arman syafruddin, papa yang udah kayak bang toyib pulang setahun dua tahun sekali, papa gue yang seorang pelaut ini, akhirnya ingat rumah, gue berlari heboh kearah papa gue, dan langsung memeluknya erat.
gue lihat kak Davi mulai turun dari mobilnya dan menyalami papa gue, bisa gue lihat wajah tegang kak Davi, momen langka, haha
papa menatap lekat kak Davi, mengenali calon mantunya. "gak mampir?" tanya papa gue yang lebih kedengaran kayak 'mampir gak lo? gak mampir gue gibang' kak Davi diam sebentar. gue sih nyengir-nyengir aja ngelihat tingkah kikuk kak Davi.
"kak Davi ada urusan pa" sontak kedua orang yang sama jenis kelaminnya ini menoleh kearah gue, papa yang natap gue denga tatapan 'kamu, suruh dia mampir' dan kak Davi dengan tatapan yang mengisyaratkan rasa syukur dan terma kasih, gue rasa juga kak Davi butuh persiapan mental buat ngobrol sama papa gue.
Papa menghembuskan napasnya berat menatap kembali kearah kak Davi.
"maaf, Om, besok saya kesini lagi" gue bisa dengar suara kak Davi agak gemetar, kikuk sekalee.
papa mengangguk -anggukkan kepalanya dan gue masih setia gelendotan ditangan papa gue, kangen eey.. "Besok sarapan disini ya" kak Davi masih terlihat tegang mungkin agak kaget dengan kalimat ajakan yang terdengar memerintah itu.
"iya Om" kak Davi tersenyum mencoba mencairkan suasana hatinya sendiri kayaknya.
"ya sudah hati-hati" papa gue langsung bergerak masuk kerumah tanpa menunggu kak Davi pergi, gue lihat kak Davi memberi kode supaya gue masuk dan tidak lama kemudian kak Davi sudah melajukan mobilnya entah kemana, laah gue lupa nanya ada urusan apa?
***
Author POV
Davi masuk keapartemennya, Rafli dan Rama sudah menunggunya duduk diruang tengah, Davi berjalan menuju kulkas mengambil sebotol air mineral, dan menuangkannya kedalam gelas.
"Jadi ada masalah apa?" Davi berjalan kearah dua sahabatnya itu.
Rama melemparkan sebuah map coklat keatas meja
Davi menaruh gelasnya keatas meja, duduk dan langsung meraih map tersebut dan langsung membukanya. melihat isinya membuat dahinya mengerut.
"mulai sekarang lo harus hati-hati" Rafli memandang lurus kearah Davi
***