Tiga bulan kemudian ….
“Lelaki itu benar-benar menikahiku. Padahal aku hanya bercanda,” gumam Devya yang kini tengah berdiri di depan Daren.
Mereka baru saja mengikat janji suci meski hanya sebagai status saja.
“Ingat, Daren. Meskipun kita sudah menikah, aku tidak mau banyak yang tahu tentang semua ini.”
“Iya, Sayang. Kamu tenang saja. Hanya kita dan temanmu yang tahu kalau kita sudah menikah.”
**
Waktu sudah menunjuk angka sebelas malam. Daren menghampiri Devya dan duduk di samping wanita itu.
“Devya. Bisakah kita mengulang kenangan saat pertama kali kita bertemu?” bisik Daren dengan lembut.
Tanpa menunggu jawaban dari Devya, lelaki itu terus menciumi bibir Devya hingga kini tangannya merayap dan bergerak di atas gundukan yang masih terbungkus oleh kain yang digunakan oleh perempuan itu.
Sampai akhirnya ciuman itu berhenti sebab oksigen di dalam tubuh mereka hampir habis. Mata penuh kabut gairah itu menatap lekat wajah Devya.
“Can we do it again?” tanya Daren dengan suara seraknya.
Devya masih diam. Tak menjawab apa pun selain menatap wajah Daren. Perempuan itu bingung. Selama ini ia tak pernah melakukan hal gila ini selain dengan suaminya sendiri.
Namun, bukankah mantan suaminya jauh lebih gila darinya? Dan juga, Devya sudah pernah melewati malam panas ini bersama Daren.
“Do it!” ucap Devya akhirnya memutuskan untuk melakukanya lagi dengan lelaki itu.
Daren menerbitkan senyumnya. Ia senang, tentu saja. Sebab ini, yang dia inginkan. Bercinta kembali dengan Devya yang sempat ia lakukan, akan tetapi tidak ia ingat sama sekali sebab tengah dalam keadaan mabuk.
Bibirnya kembali bersatu. Menggulung nikmat lidah yang bermain riang di dalam sana. Satu persatu kancing kemeja yang dikenakan oleh Devya terbuka. Tubuh atasnya kini sudah tak mengenakan apa pun.
Setengah jam kemudian. Permainan liar dan panas itu selesai dilakukan. Keduanya kini tengah berpelukan tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh keduanya.
Daren kemudian mengecup kening Devya yang kini tengah menyandarkan kepalanya di d**a bidang Daren.
“Terima kasih, untuk malam ini,” ucap Daren pelan.
Devya mengadahkan kepalanya dan tersenyum tipis. “Aku pernah melihat Zion dan Agatha bercinta di rumah kami. Dan itu sangat menjijikan. Tapi, aku tidak cemburu atau marah sama sekali.”
“So?” tanya Daren.
“Gak penting. Jangan bahas itu lagi.”
Daren mengusap lembut lengan putih nan mulus perempuan itu dengan lembut. “Ya sudah, jangan dipikirin. Mereka pun gak pernah mikirin kamu.”
Devya mengangguk. “Mengalir apa adanya.”
“Kamu tidak ingin mencari tahu, kenapa dia tidak mau punya anak dengan kamu? Dengan Agatha pun dia tidak ingin?”
Devya mengendikan bahunya. “Nggak tahu. Hubungan mereka tidak pernah dapat restu karena papinya Zion dan keluarga Agatha bersaing dalam dunia bisnis. Mereka tidak pernah akur selama tujuh tahun belakang ini.”
“Lama juga. Kalau boleh tahu, nama perusahaan keduanya apa?” tanyanya ingin tahu.
“Keluarga Zion, The Future. Keluarga Agatha, Silver Group. Aku hanya tahu itu. Di dalamnya, tidak tahu.”
Daren manggut-manggut dengan pelan. “Masih tinggi Trimegah.”
“Ya. Tentu saj—” Devya menoleh ke arah Daren hingga membuat lelaki itu menaikan kedua alisnya.
“Why?” tanya Daren kemudian.
“Trimegah? Itu kan, punya Pak Bayu, ayah kamu dan Meisya.”
Daren terkekeh pelan. “Dan aku adalah pewarisnya. Aku CEO di sana. Dan Papi masih aktif sebagai Presiden Direktur.”
Devya menelan salivanya dengan pelan. “Kenapa aku harus bertemu dengan orang-orang berduit seperti kalian,” ucapnya dengan pelan.
“Memangnya kenapa? Ada yang mengganggu pikiran kamu?”
Devya menggeleng pelan. “Ayah masuk penjara karena masuk dalam dunia bisnis, Daren.”
Lelaki itu kemudian memeluk tubuh perempuan itu, mendekapnya dengan hangat dan mengecup kening Devya.
“Kalau kamu mengizinkan, aku bisa meruntuhkan dua perusahaan itu dalam waktu yang bersamaan. Apakah keluarga Zion menyakiti kamu?”
“Hanya ayahnya Zion, yang baik padaku. Itu karena dia sudah menganggapku sebagai anak sendiri. Yang semena-mena padaku dan menyalahkan aku gak bisa punya anak itu maminya Zion.. Dan Zion, selalu mencari alasan agar maminya tidak menyalahkan dia.”
Daren manggut-manggut dengan pelan. “Kalau begitu, jika pemegang saham sudah atas nama Zion, aku bisa bantu kamu membalaskan rasa sakit hati kamu karena ulah mantan suami kamu itu.”
Devya menoleh lagi dan menatap Daren. “Kenapa kamu ingin lakukan itu demi aku?” tanyanya kemudian.
“Karena aku ingin kamu jadi milikku.”
Devya tersenyum miris. “Untuk apa? Aku hanya wanita biasa, bahkan sangat murahan. Baru cerai beberapa hari saja dengan mantan suamiku, malah bercinta dengan pria lain. Kamu tidak takut itu akan terjadi di kemudian hari?”
“No! I believe you. Untuk saat ini, mungkin kamu sedang sakit hati dan mantan suamimu pun melakukan hal ini dengan kekasihnya. Dan aku yakin, kamu tidak akan melakukan hal ini karena aku pun tidak akan pernah melakukan itu di belakang kamu.”