Abel merenung di dalam kamar, perasaannya benar-benar kacau. Abel tahu dia tidak sepintar orang-orang, tetapi tidak bisakah sedikit saja, Abel ulangi seujung upil saja dosen gantengnya itu mengerti. Jangan sampai ia membayar uang semester lagi kedepannya.
Jika saja ini kisah drama pasti Abel berasal dari keluarga kaya sehingga ia tidak perlu terlalu pusing mencari biaya semester. tetapi nyatanya apa? Ia berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah. Sudah cukup Abel menyusahkan sang Mama.
Pikiran Abel bercabang-cabang, di satu sisi ia ingin bekerja agar bisa membantu sang Ibu tetapi pasti skripsinya akan terganggu. Di sisi lain, Abel ingin fokus menyelesaikan skripsinya tetapi apa? Semuanya terasa jauh dari harapan. Abel sudah berpikir positif, tetapi hari ini dosen baiknya itu kembali menambah pokok permasalahan dalam penelitiannya yaitu proses optimasi. Abel sudah belajar mengenai proses optimasi, dan ia sangat tahu bagaimana penggunaan logikanya. Jika teori saja Abel mungkin bisa, tetapi apabila diimplementasikan ke dalam program itu yang akan mencekik dirinya secara perlahan.
Melamun tidak akan memecahkan masalah, Abel memilih untuk berdiskusi dengan teman tongkrongannya. Ia langsung menghidupkan ponsel yang sejak tadi masih mati karena kehabisan daya.
Grup w******p"Wisuda kuy"
Abel : Gimana bimbingan lo tadi do?
Ella : Cie jodoh bimbingan bareng
Zaki : Jodoh jodoh aja bahasan lo La, ada apa Abel? Ada yang bisa dibantu?
Abel : Oh iya ki, Gue dapat panggilan interview dari perusahaan bokap lo.
Zaki : Serius? Enak sekali nasib anda Buk. Saya saja harus memulai segalanya dari nol, capek batin.
Diba : Nikmatin aja kenapa si!Ella : Cieee udah di Jepang aja dia tu
Diba : Bukan liburan gue, ikut suami juga.
Ridho : Kenapa Bel? Gue tadi masih bimbingan Bab 1 wkwkw. Lancar si, Alhamdulillah walau banyak revisi.
Abel : Baguslah Do, eh ya Lo pada tahu nggak?
Ella : Enggak
Diba : nggak
Zaki : Kagak
Abel : Gue belum bilang jangan ngetik
dulu. Nangis dah gue ni lama-lama
Ridho : Gak
Diba : Telat do
Ella : Haha, ayo Abel cerita biar kita mendengarkan dengan baik.
Abel : Skop penelitian gue nambah, di suruh nambah pake proses optimasi gitu. Malah si bapak minta 2 optimasi terus dibandingin mana yang bagus. Gue ganti judul aja gimana?
Diba : Udah cari referensinya?
Ella : Sedih aku tu, makanya jangan terlalu bucin dah sama si Bapak.
Ridho : Miris Bel,
Zaki : Gue yakin Bapaknya ngasih lo tambahan pembahasan bukan tanpa alasan.
Abel : Udah Dib, makanya berat banget batin gue nerimanya. Susah, matematika lagi.
Abel : @zaki Iya gue tahu. Tetapi jiwa gue nggak bisa nerima. Hiks nangis gue tau lo pada.
Diba : Emang apa alasannya?
Abel : Bu Ani pas sempro minta gue bedain penelitiannya sama referensi yang gue pakek selain beda data. Makanya bapak ngasih gue opsi gitu.
Zaki : Nah tu tahu, baik tu si Bapak mau ngasih lo solusi. Kadang beberapa dosen kan nggak mau langsung to the point ngasih. Palingan suruh cari dulu.
Abel : Gue kayaknya nambah semester lagi, gue kerja aja ya gimana menurut kalian?
Diba : Kalau kerjanya cuma pagi sampai siang doang nggak masalah si menurut gue Bel, bimbingan kan sekarang bisa online juga. Tergantung lo gimana mau loby sama si Bapak.
Zaki : Kerja aja menurut gue si Bel, perasaan di perusahaan bokap gue masuk jam delapan pulang jam 4. Emang lo lamar posisi apa kemarin? Lupa gue.
Abel : Admin sosial media si
Zaki : Nggak susah-susah amat si menurut gue Dib. Coba aja.
Ella : Iyaa coba aja, kuy Bel. Enak kok kerja di sini. Makan hati tiap pagi wkwkwk
Zaki : Gue bilangin bokap ntar ya, awas lo
Ella : Ampunnnn
Ridho : Kerja aja si kalau lo sanggup, gue support aja.
Abel : Oke deh, makasih ya. Gue mau istirahat dulu. Capek hati, capek batin, capek fisik. Kapan dia mencintai akuuu
Ella : Nggak waras ini anak, bucin akut. Dah lah cari yang lain aja kenapa si.
Diba : Haha dia bercanda kali Ella.
Abel : Gue mau pelet bapak oi, ada rekomendasi aplikasi pelet online nggak?
Zaki : Bentar gue cari di pasar gelap dulu wkwk
Ridho : Emang kagak waras lo semua.
Abel : Dah dah, gue off dulu yaaa babayy
Abel melihat notif pesan dari dosen pembimbingnya. Ternyata beliau sudah mengirim Abel pesan pada saat sore tadi bahwasanya ada urusan penting. Abel langsung membalas, ia masih punya etika kepada dosennya itu. Sebenarnya bukan sepenuhnya salah Bapak Edgar, ia hanya membimbing Abel. Jadi Abel lah yang membutuhkan sang dosen bukan malah sebaliknya.
Sepertinya Abel akan datang untuk interview esok hari, bekerja lebih baik. Ia juga butuh uang jajan. Abel sudah menguap berulang-ulang kali, ia langsung baring di ranjang single.
Ting
Ponselnya kembali berbunyi, ada notif pesan baru masuk.
Dosbing Ganteng : 1 minggu kedepan kita tidak bimbingan dulu. Saya ada urusan penting
Abel tersenyum, setidaknya seminggu ke depan tidak bertemu dengan dosennya itu. Wow, Abel bahkan sudah tertawa cekikikan.
Abel : Iya Bapak, semoga urusan Bapak cepat kelar
Dosbing Ganteng : kamu tidak usah pikirin saya, Skripsi kamu itu selesaikan dengan segera
"Dasar dosen nggak peka," ujar Abel dalam hati. Setidaknya ia berusaha cari muka agar Bapak Edgar menjadi mudah dalam membimbing dirinya. Siapa juga yang memikirkan sang dosen, Abel hanya memberikan doa baik. Emang salah? Tentu saja tidak. Abel langsung membalas pesan tersebut.
Abel : Iya Bapak Edgar Cahyadi.
Dosbing Ganteng : Kamu kesal sama saya?
"Iyaa Bapak, saya kesal," teriak Abel tanpa sadar. Hanya ucapan saja, sedangkan tangannya mengetik kalimat lain.
Abel : Tidak Pak...
Dosbing Ganteng : Ok
"Dosen banget dah ini," ujar Abel. Dia langsung menuju ke alam mimpi.
Keesokan harinya, Abel langsung menuju ke perusahaan tempat ia dipanggil untuk interview. Ada salah satu teman Abel yang sudah bekerja beberapa bulan di sana, namanya Ella. Mungkin jika saja Abel sudah selesai sidang ia juga akan bekerja seperti temannya itu. Tetapi tidak ada yang tahu tentang jalan hidup seseorang. Ternyata Ella sudah menunggu dirinya di parkiran, memang teman luar biasa.
"Gimana sih interview itu?" tanya Abel sedikit takut. Ella tertawa, "Santai eleh, Lo juga kan nggak ada takutnya sama orang."
Abel meringis, ia tahu bahwa Ella menyindir dirinya.
"Beda ui, ntar kalau gue kagak diterima gimana?"
Ella memilih jalan lebih dulu, Abel cemberut tetapi ia juga mengikuti langkah Ella. Interview di mulai pada pukul dua siang. Abel menunggu di ruang tunggu sedangkan Ella sudah kembali bekerja di ruangannya.
Tangan Abel mendadak dingin, ia mencoba mencari kesibukan agar bisa menghilangkan rasa gugup. Tolong beritahu Abel seperti apa interview itu? Ia juga bodoh karena tidak mencari informasi terlebih dahulu. Abel hanya pasrah.
Abel langsung di panggil ke dalam ruangan. Ternyata hanya dua puluh menit, Abel sudah keluar ruangan. Pikirannya tiba-tiba error. Ia memastikan lebih dulu apa yang terjadi. Ia bertanya kepada salah satu karyawan yang berada di meja informasi.
"Maaf Mbak saya boleh tanya?"
"Iya Mbak silahkan."
"Tadi kan saya interview, terus HRDnya bilang kalau saya harus kesini besok pagi. Itu tandanya apa ya Mbak?"
Abel melihat karyawan tersebut tersenyum.
"Mbak sudah diterima, besok langsung masuk kerja."
Cengiran Abel terbit, ia sangat bahagia. ia sudah melompat-lompat seperti anak kecil. Bahkan beberapa orang ada yang geleng-geleng kepala melihat dirinya.
Setidaknya Abel bisa mencari biaya hidupnya sendiri. Skripsi urusan nanti. Ketika Abel memutuskan sesuatu dalam hidupnya tentu saja ia harus menerima segala resiko yang mungkin saja berdatangan.
***
Tempat kerja
Abel sudah di berikan beberapa informasi terkait pekerjaannya menjadi admin media sosial. Ternyata karyawan di bagian admin media sosial tidak hanya dirinya. Ada tiga orang lagi dan Abel tahu bahwa ketiganya sangat ramah dan mau membantu Abel mengerti apa-apa saja pekerjaan yang harus ia lakukan.
Suasana dalam bekerja juga tidak terlalu horor, lebih horor saat ia magang dulu. Abel masih bisa bercanda sesekali. Pembawaan ia yang selalu ceria dan mudah berbaur dengan orang lain mampu melepas kecanggungan diantara senior tempat kerjanya.
"Oh ya Bel, jangan lupa foto sama video tadi di post ya. Captionnya buat sendiri!"
Abel mengangguk, ia langsung mengupload foto serta video ke akun sosial media perusahaan. Sebenarnya Abel masih belum pro dalam pembuatan caption, tetapi ia mencari-cari di mbah google bagaimana cara membuat caption yang bagus. Jangan sampai pekerjaan di awal malah mengecewakan. Abel tidak mau itu terjadi.
Setelah melakukan pekerjaan, kadang Abel melihat mempelajari pokok pembahasan skripsinya. Pekerjaan Abel tidak setiap detik, ada waktu luang dan waktu itulah yang Abel gunakan untuk belajar.
Saat istirahat siang, Abel langsung menunggu Ella di lobby sebelum masuk ke dalam kantin perusahaan. Abel melambai-lambaikan tangannya ketika melihat Ella keluar dari lift. Mereka memang sudah janjian sejak pagi hari untuk makan siang bersama.
"Gimana kerja lo?" tanya Ella sambil merangkul Abel.
"Aman si, masih bisa belajar lah."
Mereka berdua memilih kursi di pojokan. Lebih enak di sana, karena tidak ada yang mendengar mereka saat mengobrol. Tentu saja Abel dan Ella akan sibuk bercerita nantinya.
"Lo duduk aja, biar gue aja yang pesan," ujar Ella. Abel mengangguk, dia membuka ponselnya.
Membuka sosial media adalah salah satu hal ia lakukan pada ponselnya. Ada beberapa postingan yang bisa menjadi penyemangat Abel. Kadang tanpa sadar, postingan yang lewat di berandanya seperti pukulan telak untuknya jika mengeluh pada masalah hidup.
"Oh ya gimana skripsi lo?" tanya Ella. Abel menjawab dengan tidak niat, "Hampa!"
"Ih lebay amat lo, jangan sering kebucinan."
Hello, siapa yang bucin? ya Abel lah. Semua orang juga tahu.
"Gue Nggak bucin, nggak ngerti dah gue maunya tu dosen apaan," ucap Abel mulai mengeluarkan unek-unek yang terpendam beberapa hari ke belakang.
"Gue udah bilang nggak usah ambil data mining, tapi lo mada. Gini kan endingnya?"
Abel mengangkat kedua bahunya, "Cinta kali tu dosen sama gue."
"Mimpi lo," semprot Ella langsung. Ia miris sendiri dengan perkataan Abel yang selalu ngelantur kemana-mana. Iris hitam Abel menyorot sebal pada temannya itu. Sesekali ikuti saja ucapan ngelantur Abel, tetapi teman-temannya masih waras. Abel tahu itu.
"Nggak ada niatan nikah lo?" tanya Abel penasaran. Kata orang sudah lulus kuliah, sudah kerja maka pertanyaan yang muncul "kapan nikah?".
Ella tertawa nyaring, "Hidup gue aja belum bener bel, kayak mana mau ngurusin suami?Lo aja dulu, ikhlas gue kalau dilangkahi sama lo."
"Gue masih lama kali, skripsi aja belum."
"Kata Diba nikah itu bukan ajang ikut-ikutan atau lomba-lombaan. Ya kalau udah waktunya pasti nikah juga. Yang penting perbaiki diri dulu."
Abel membenarkan kalimat yang keluar dari mulut Ella. Jangan sampai mereka menikah hanya karena ikut-ikutan atau tuntutan dari mulut orang lain.
Mereka menghabiskan waktu untuk mengobrol sampai jam istirahat habis.