“Ugh….”
Agnes menggeliatkan tubuhnya di saat sinar matahari pagi menyapu wajahnya. Agnes merasakan tubuhnya begitu remuk, bahkan yang lebih parahnya dia merasakan perih yang luar biasa di inti tubuhnya.
“Aoch….”
Wanita cantik itu mengerjapkan matanya dan mulai memijit keningnya. Bukan hanya seluruh tubuhnya terasa remuk, kepalanya pun terasa begitu berat. Di saat ia mulai membuka mata, Agnes mengedarkan pandangannya. Melihat ke sekeliling hingga matanya tertuju kepada sosok pria yang sedang tertidur pulas di sampingnya. Bahkan tangan pria itu terlihat begitu posesif berada di atas perutnya.
Agnes membelalakkan matanya. “Sh – “ hampir saja dia memaki dengan keras saat melihat sosok pria yang ada di sisinya saat ini. Dan yang lebih membuatnya shock adalah dadanya saat ini di penuhi dengan bercak merah dan tubuhnya yang polos hanya di tutupi oleh selimut.
Jantung Agnes begitu shock, bukan hanya dirinya yang tidak mengenakan sehelai benang pun. Tetapi pria di sampingnya itu juga tidak mengenakan apapun, bahkan Agnes dapat melihat jelas ada beberapa bercak merah yang sama di tubuh pria itu.
“Oh my! Apa yang sudah aku lakukan?!” pekiknya dalam hati. Sekelabat dia mengingat semalam saat dia sedang menikmati minuman di bar, ada pria yang menghampirinya. Mereka berbincang dan berdansa, lalu… Agnes membungkam mulutnya, jantungnya kembali berdetak cepat. Dia dapat mengingat dengan jelas apa yang sudah dia lakukan semalam dengan pria ini setelah keluar dari club dan menuju Hotel. Bahkan bukan hanya sekali, mereka melakukannya berkali-kali, dan itulah alasannya kenapa saat ini tubuhnya terasa begitu remuk.
“Kau begitu bodoh Agnes! Kenapa bisa kau berakhir dengan pria asing!” Agnes memukul kepalanya. Kemudian dia melihat kembali pria yang ada di sampingnya. Bersyukur, sepertinya pria itu masih tertidur pulas.
Agnes dengan hati – hati memindahkan tangan pria itu dari atas perutnya. “Huft,” lega Agnes karena pria itu tidak terganggu sedikitpun dengan gerakan yang ia buat.
Wanita bersurai brunette itu langsung turun dari atas ranjang dan hampir saja dia memekik keras merasakan perih yang luar biasa di inti tubuhnya saat ia bergerak dan saat kakinya menyentuh lantai. “Shi*t,” umpatnya dalam hati. Dia berusaha menahan rasa sakit itu, dengan cepat turun dari tempat tidur dan berdiri. Bahkan dia harus menekuk tubuhnya karena menahan rasa perih yang kuat di bawah sana. Agnes mengambil gaun dan dalamannya yang tergelatak di atas lantai, memakainya dengan secepat ia bisa tanpa membuat suara.
Agnes sudah tidak memedulikan lagi dengan penampilannya saat ini, dia mengedarkan pandangannya mencari clutch miliknya. Dan pandangannya tertuju ke arah sofa, mendapatkan clutch miliknya ada di atas lantai. “Oh my! Keadaan kamar ini begitu kacau.” Ucapnya dalam hati begitu sadar dan melihat pakaian yang berserakan.
Agnes mengambil langkah cepat sebisanya. Dan tepat saat ia sudah memegang clutchnya dan keluar kamar. Wanita cantik itu menoleh ke belakang melihat pria yang masih teridur pulas di sana. Dirinya menghela napas pelan dan akhirnya kembali berjalan masuk, mengambil pulpen dan kertas kecil yang ada di atas nakas.
[Terima kasih untuk tadi malam, aku yang akan membayar tagihan hotel]
“Yah, setidaknya ini yang bisa aku lakukan.” Batin Agnes kemudian dia keluar dari kamar. Sebelumnya ia ingin langusng meninggalkan pria itu. Tapi ia sadar, kalau semalam mereka lakukan itu karena keputusan bersama dan dia juga menikmatinya, meskipun di bawah pengaruh alkohol.
Wanita cantik itu keluar dengan rambut yang sedikit berantakan, tetapi yang menjadi pusat perhatian karena saat ini Agnes berjalan tanpa mengenakan heelsnya. Dia berjalan melewati lobby dan menuju ke meja resepsionis. Saat tiba di depan resepsionis, Agnes mengutarakan niatnya untuk membayar tagihan kamar yang ia tempati, namun dia kembali menghela napas saat mendengar perkataan sang resepsionis di depannya, “Sorry miss, kamar yang anda tempati sudah di bayar lunas.” Ujar resepsionis wanita itu dengan senyuman hangat.
“Oh baiklah, apa kamu punya amplop?” jawab Agnes, dan resepsionis wanita itu memberikan sebuah amplop kepada Agnes.
“Thank you,” kemudian Agnes membuka clutchnya dan mengambil beberapa lembar uang tunai yang cukup banyak lalu memasukkan ke dalam amplop dan memberikannya kepada sang resepsionis.
“Aku titip ini untuk teman priaku, tolong berikan kepadanya.” Ucap Agnes memaksa senyumannya karena harus mengatakan pria itu sebagai temannya.
“Baik Miss, apa anda ingin menitipkan pesan?”
Agnes berpikir sejenak kemudian meminta pulpen, dia menuliskan beberapa kata di amplop tersebut.
[Ambillah uang ini dan jangan merasa sungkan]
Kemudian dia memberikan amplop tersebut kembali pada sang resepsionis.
“Terima kasih.”
Agnes pun mengambil langkah keluar dari Hotel. Dia tidak memedulikan pandangan orang yang menatapnya dengan aneh. Saat ini tujuannya hanya satu yaitu ke apartment Rosa.
Begitu tiba di teras Hotel, dia kembali mengingat kalau mobilnya tertinggal di Club Air. “Hah…!” Agnes menghela napas kasar. Namun tiba-tiba petugas valet menghampirinya.
“Excuse me, miss.” Ucap petugas valet seraya memberikan kunci mobil kepada Agnes.
Agnes terkejut. “Ya?”
Petugas valet menunjuk dengan sopan ke arah mobil yang sudah terparkir di depan lobby. “Silahkan, miss.”
Agnes mengikuti arah tangan petugas valet. Dan dia kembali terkejut, tapi berusaha menahan eskpresinya. “Oh, thank you.” Ucap Agnes, merogoh beberapa uang di clutchnya, memberikannya kepada petugas valet. Dia merasa bersyukur karena dia tidak perlu memikirkan cara untuk mengambil mobilnya.
Tapi yang Agnes tidak pernah pikir, bagaimana bisa sampai petugas Hotel mengambil mobilnya yang sebelumnya berada di club Air.
Pikirannya sedang kacau, dia hanya ingin merebahkan tubuhnya dengan benar di atas tempat tidur dan bergerak bebas. Dan tentu saja itu bukan ke rumahnya. Di mana dia akan di berikan ratusan pertanyaan dengan penampilannya yang seperti ini.
Jadi, tempat teraman saat ini adalah apartment Rosa, sahabatnya.
Agnes melajukan kendaraannya melewati jalanan yang masih terlihat sepi karena saat ini baru jam enam pagi. Di mana orang masih belum melakukan aktifitas di luar ruangan.
Wanita cantik itu memasukkan mobilnya ke dalam basement dan langsung memarkirkan kendaraannya. “Aoch!” pekiknya merasakan perih di inti tubuhnya saat ia turun dari mobil.
“Ah sial! Kenapa bisa seperih ini!” gumamnya kesal dan mengambil langkah. Kakinya yang mulus harus menyentuh langsung jalanan beraspal yang ada di basement. Dengan langkah tertatih – tatih, Agnes berjalan menuju lift.
Dan lagi – lagi Agnes membelalakkan matanya melihat ke arah cermin yang memenuhi lift. Beruntung dia saat ini sendiri di dalam lift. “Oh my!” pekiknya seraya menyentuh leher dan dadanya bagian atas.
Dia memiringkan lehernya, dan lagi – lagi dia mendapati bercak merah dan kebiruan di sana. Sehingga dia melihat dengan jelas bercak merah itu ada di leher dan dadanya.
“Pantas saja sedari tadi semua orang melihatku dengan tatapan aneh!” gumamnya seraya meremas rambutnya dan mengacak – ngacak rambut brunettenya.
“Argggghhh! Kamu begitu bodoh Agnes!!” umpatnya kesal. Merutuki kebodohannya.
Bersambung...