CHAPTER 01

1280 Words
hai, follow instagramku; k.keeeen wattpad; kenny-ken happy reading! **** "Enak..." "Danie, ini enak." "Enak sekali." Senyum mengembang dari bibirnya sama manis seperti black forest yang beberapa waktu lalu keluar dari oven. Bukan hanya kali ini gadis berpipi cubby itu mendapatkan pujian tentang rasa kuenya, namun tetap saja hatinya selalu bangga jika para penikmatnya puas. Semua orang nampaknya suka pada kue yang dibuat Danie, hanya orang itu saja yang terlihat tanpa minat. Atau bahkan mencoba satu suap pun enggan? Seorang wanita cantik berkata, "So much fun, Tante selalu ingin masak kue tapi nggak pandai." Danielle Feegaya, tersenyum lembut pada seorang wanita yang sejak kecil sudah ia anggap seperti ibu kandungnya sendiri. "Tante Ghea, nanti kita masak bareng aja. Om J juga boleh ikut." Ghea menepuk lengan Jason, dan suaminya mengangguk senang. "Oke siap, Bosquee," kata hot daddy fenomenal itu. Senyum Danie semakin mengembang meski awan gelap mengelilingi hatinya. Ia ingin sekali orang itu, yang duduk di depannya, mau mengucapkan hal yang sama untuknya. Berkata kuenya enak, memuji kepandaiannya dalam mengolah bahan, atau tak muluk-muluk: Danie ingin orang itu mencicipi hasil jerih payahnya berada di dapur selama empat jam lebih. Namun dia tak akan pernah tergapai oleh Danie. Baginya, dia bagaikan seorang Zeus yang agung. Kaki kecil serta rasa sepihak Danie tak akan bisa mengantarkannya menuju singgasana orang itu. Pergerakannya sedikit, tak tersambut. Melihatnya baik-baik saja, bagi Danie sudah lebih dari cukup. Amat sangat cukup. Danie mencoba menikmati setiap momen meski ia sendiri saja yang merasakan bunga-bunga pada hatinya. Orang itu, tak mungkin merasakannya ketika mereka saling bertatap. "Deenan..." Hati Danie selalu mencelos ketika mengucapkan nama indah itu. Seluruh tubuhnya bergetar, napasnya tak beraturan. Membuatnya gila. "Can you taste my cake?" ucapnya ragu. Danie akan mendapatkan penolakan. Danie akan mendapatkan tatapan tajam. Danie akan sakit. Tapi ia tetap melengkungkan bibirnya ke atas. Berdoa, agar sekali saja Tuhan berbaik hati padanya. "Gue nggak suka coklat." Pemuda beriris teduh itu, Deenan, berkata tanpa minat bahkan tak melirik. Sibuk dengan benda tipis berlayar redup dalam gengamannya. Danie bukan dunia Deenan, mengapa masih saja berusaha? Ngga hari ini, Dan. Gadis batinnya bersuara. Menyemangati dirinya sendiri. Lagi, lagi, dan lagi. "Boy, ini enak banget. Nyesel deh kalau nggak nyobain," sindir Jason. Untung saja, ada seorang daddy yang selalu mencairkan suasana. Danie bersyukur ada Jason di sini. Setidaknya, Danie bisa tetap tersenyum. "Ada cheese cake. Deenan mau?" Sekali lagi, Danie mencoba. Wajah tampan itu terangkat untuk menatap seorang gadis berpakaian manis di hadapannya. Alis tebal Deenan naik sebelah, seperti memikirkan sesuatu. "Mau," jawab Deenan tanpa nada namun mampu membangkitkan sebuah harapan kecil. Hari ini, Danie mendapatkan 0,1% harapannya. Ini baik meski masih sangat jauh menuju angka sempurna. Danie bergegas bangkit dari kursi dengan bersemangat. "Aku ambil---" "Kuenya di mana? Gue ikut." Deenan memotong. Ah, atau mungkin hari ini Danie mendapatkan 0,2% harapan? Astaga, ia sangat senang. Gadis itu mengangguk, menunjuk dapur rumahnya dan tanpa disangka Deenan juga ikut berdiri. Mengambil langkah untuk mengikuti Danie. Dua orang dewasa yang memperhatikan perubahan lumayan ini saling berpandangan. Mereka berdua melemparkan senyum lega. Mereka tidak tahu saja jika keadaan dapur yang sebenarnya berbanding terbalik. Karena ternyata harap Danie, Ghea dan Jason masih terlalu jauh. Melambung ke angkasa. Deenan sengaja meninggalkan ruang tamu agar bisa menelepon seseorang. Apa yang bisa Danie lakukan? Sebagai seorang gadis yang memakai cincin sama seperti Deenan di jari manisnya, seharusnya Danie punya hak bertanya. Namun ia tahu dengan siapa tunangannya itu menelepon. "Danie?" Dia memanggilmu, Dan. Memanggil namamu! "Ya?" jawab Danie dengan senyum tipis. Mempersiapkan sebuah patah yang kali ini akan datang lagi. "Gue mau pergi sama Rhea. Bilang ke Nyokap kalau gue rapat sama anggota mading," ucap Deenan yang merasa tidak perlu persetujuan gadis di hadapannya. Danie menatap pergerakan Deenan yang terlihat begitu buru-buru. Ada pintu di samping dapur dan itu akan menjadi media Deenan pergi padahal Danie belum berkata apa pun. Danie hanya bisa melihat hatinya pergi. Ia ditemani oleh sang sunyi. Kedua tangannya memegang sebuah nampan berisi cheese cake yang ia kira akan Deenan cicipi. Namun ternyata harapannya kembali pada titik nol. ❄ ❄ ❄ Seorang gadis yang masih lengkap dengan seragam sekolahnya itu menelusuri jalan setapak dengan satu buket bunga lili di pelukannya. Perlahan, tak terburu-buru, suasana yang teduh menemani langkahnya. Perubahan warna langit dari biru menjadi sendu memayungi Danie dalam diam. Sedikit demi sedikit lengkungan pada bibir pink alaminya mulai tercetak. Hatinya sesak oleh rindu, sampai untuk menangis saja rasanya ia sudah lelah. "Mommy..." Gadis bermata teduh itu bersuara. Tubuhnya sudah merendah, menyapa segunduk tanah dengan nama seseorang pada nisannya. Buket bunga itu ia simpan di tengah dengan gerakan pelan. "Apa kabar, Mommy?" Danie mengontrol suaranya agar terdengar ceria, sesuai amanat terakhir ibunya. Wanita yang telah melahirkannya itu berpesan agar Danie tidak menumpahkan air mata ketika mengunjunginya. "Danie baik-baik aja, Mommy. Dan Mommy juga, kan?" Danielle menahan agar suaranya tak terdengar gemetar. "..." "Danie semakin pintar memasak kue. Kalau Mommy ada, pasti kita bisa masak sama-sama." Ada senyuman kecut di sana. Rasanya memang sangat mustahil, namun Danie tetap saja bermimpi mempunyai masa-masa bersama seorang ibu. Dia kehilangan ibunya bersamaan dengan hari saat ia lahir ke dunia. Bisa dibayangkan, Danie tak pernah bertemu dengan ibunya sendiri kecuali lewat foto. "Hampir Yes semua, Mommy." Danie mengeluarkan selembar kertas asli dan satu lembar lagi salinannya. Dengan segala kemampuannya, Danielle mencoba meniru tulisan tangan ibunya, namun tetap saja tidak mirip. Setiap ulang tahunnya tiba, Danie selalu menyalin kata perkata itu semirip mungkin. Namun tetap, tulisan tangan ibunya yang terbaik. "Danie nggak sabar untuk tahu poin terakhir keinginan Mommy. Apa isinya, ya?" Danie bertanya pada diri sendiri, matanya berbinar namun bahagia tak ia dapatkan. "Ulang tahun Danie ke-18 nanti, poin terakhir amanat Mommy akhirnya bisa Danie pertimbangkan. Terima kasih, Mom, karena dipoin terakhir Mommy mengizinkan Danie mengatakan Yes atau No." Surat berisi kata-kata yang sudah Danie hapal di luar kepala itu kembali ia baca secara perlahan. Danie tersenyum melihat kolom permintaan ibunya sudah hampir terisi 'Yes' semua. Menandakan bahwa dirinya sudah melakukan apa yang ibunya amanatkan. Dear Danielle, Sayangku... Nak, jika kamu mendapatkan surat ini dari tangan sahabat baik Mommy, berarti kamu sudah masuk Taman Kanak-Kanak. Kamu pasti cantik memakai seragam lucu itu. Ahhh, andai Mommy bisa berada di sana! Memakaikanmu baju, membuatkanmu sarapan, lalu kita berangkat bersama-sama. Tapi sayangku, jangan bersedih jika Mommy tidak ada di sampingmu. Mommy selalu ada. Ambil tangan kananmu, tempelkan perlahan pada dadamu, di situ lah tempat Mommy, Sayang. Mommy akan selalu berada di sana. Hatimu. Mommy boleh meminta beberapa hal pada Danie? Danie hanya cukup menuliskan kata 'Yes', lalu lakukan semua yang Mommy minta. Ini juga untuk kebaikan Danie sendiri. 1. Jangan malas, jadi lah Danie yang rajin dan baik hati. (Yes) 2. Belajar mengurus diri Danie sendiri, jangan bergantung pada orang lain. Belajar merajut, memasak, bela diri, bahkan jika nanti sudah waktunya, Danie harus bisa menyetir mobil. (Yes) 3. Jangan menyusahkan siapa pun, tapi jika Danie butuh bantuan, datang pada Om Jason dan Tante Ghea. (Yes) 4. Danie harus menjadi yang terbaik. Pintar dalam semua pelajaran, bekali masa depan Danie dengan hal-hal positif. Danie harus berprestasi. (Yes) 5. Danie harus bahagia. (Yes) 6. Danie, berteman baiklah dengan kedua anak Om Jason dan Tante Ghea. Mereka kembar, sekarang mungkin sudah sama tingginya dengan Danie. Mereka lucu, bukan? (Yes) 7. Mommy sayang Danie, begitu juga Om Jason dan Tante Ghea. Kami sepakat bahwa Danie akan menjadi pengantin Deenan. Deenan akan menjaga Danie, dan Danie tidak akan meninggalkan Deenan. Kalian sudah kami jodohkan sejak dalam kandungan. (Yes) 8. Ada satu surat lagi. Danie akan dapatkan itu ketika sudah genap berumur 18. Jika waktu itu tiba, Danie boleh berkata selain 'Yes'.  Jangan takut, Sayang. Mommy tidak akan marah. Poin terakhir nanti adalah hidup Danie. Mommy selalu sayang Danie. Yes you, Danie. Anak kebanggaan Mommy. -Fey
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD