Orang bilang ini Honeymoon

2102 Words
Tamparan keras mendarat dipipi Renji. Aku terengah-engah ketika telapak tanganku membekas dipipinya. Tak habis pikir apa yang kini kudapati. Renji bersama wanita lain, disaat aku mendambanya di kota kelahiran kami. Ketika dia dengan tatapan penuh keyakinannya berkata mencari kerja demi aku. Namun kenyataan yang kudapati rupanya seperti ini. Aku menatap kearah perempuan yang kurasa tak mengenakan apapun dibalik selimut yang menutupi tubuhnya. Mendecih kemudian, aku merasa jijik pada Renji. “Rasa sakitku lebih dari ini bedebah.. !!!” Ingin kuludahi dan kujambak wanita yang menghabiskan malamnya bersama suamiku. Tapi aku tidak melakukannya. Karena aku mengenal dia. Miya, orang yang Renji perkenalkan padaku sebagai sahabatnya dulu. Tapi ini ? apa patut baginya untuk bermain api bersama sahabatnya disaat dia sudah memiliki aku ? tidak mungkin ! Aku hanya melihat Renji tersenyum pahit tanpa melakukan apapun. Membiarkan aku berlalu tanpa mengejarku atau paling tidak memberikanku penjelasan masuk akal atas kejadian yang kulihat barusan. Tapi hingga aku berlari mencapai stasiun, dia tak ada dibelakangku. Dia pria yang buruk. Manusia paling kubenci seumur hidupku. Demi Tuhan aku tidak akan lagi berhubungan dengan jenis pria semacam dia. *** Pagi masih terlalu buta, matahari bahkan belum sempurna menampakan diri. Salahkan kisah masa lalu yang hadir dalam mimpi yang membangunkanku secara paksa. Aku menggerutu. Terlebih ketika angin menyibak tirai dan menggigit kulit, tidak banyak yang bisa kulakukan selain memilih untuk bergelut dengan selimut atau bahkan bangun meski kepalaku dilanda pusing berkepanjangan. Berat. Aku menggaruk kepalaku, dengan ogah-ogahan berdiri dari kasur. Membiarkan rambutku yang seperti surai singa kian berantakan lebih parah. Aku tidak perlu melihat cermin untuk memastikan hal yang sudah pasti. Aku memang perempuan urakan. Banyak orang yang berspekulasi demikian. Dan anehnya, aku tidak pernah merepotkan diriku sendiri untuk merapikan diri. Karena aku menganggap diriku memang sudah tercetak seperti itu dari sananya. Sudah tidak bisa diganggu gugat. Menguap lebar, lalu melangkahkan kaki menuju kamar mandi. Mataku berair parah hanya karena kegiatan itu. Kacau sekali pagiku, ini gara-gara mimpi sialan. Pintu kamar mandi kudorong paksa, lalu mencuci muka dan secara tidak sengaja menatap pantulan diriku dicermin. “Noir kau mengerikan..” kataku pada diriku sendiri sembari menepuk-nepuk pipiku. Berharap akan ada perubahan nyata meski tidak terjadi sama sekali. Benarkan dugaanku, rambutku berdiri melawan gravitasi bumi sebagiannya lagi membentuk pola abstrak yang tidak kumengerti. Mataku setengah terbuka, dan lingkaran hitam menghias bagai mata panda. Lengkap sudah tampang jelek seorang Noir yang katanya pengantin baru ini. Setelahnya aku keluar sembari membuat gerakan sederhana. Merenggangkan otot lebih tepatnya. Kemudian melangkahkan kaki menuju konter dapur untuk mengambil air putih. Namun tiba-tiba perhatianku terkunci pada sesuatu yang teronggok disofa. Aku terdiam melihat sosok yang bergerak sedikit merintih. Ah.. aku ingat. Aku sekarang tidak hidup sendiri. Itu Vhyung. Pria itu kalah bermain kertas gunting batu denganku semalam dan alhasil dia harus tidur diluar karena itu. Padahal aku tidak keberatan untuk tidur sekasur dengannya. Tapi pria perjaka itu bersikeras tidak mau tidur bersamaku. Niat iseng menyambangi diriku. Aku berjongkok didepannya. Mengamati dirinya yang meringkuk seperti udang goreng. “Oy..” aku menyodok punggungnya dengan, karena dia membelakangi diriku. “Enghh...” “Malah merintih..” kali ini aku mengguncang bahunya, mungkin karena kaget dia refleks menjauh dariku setengah melompat. Tunggu apa dia terkejut ? “Noir b******k ! bisa tidak berperilaku seperti orang normal  ?” dia terengah seperti orang yang baru saja hendak aku nodai. Sumpah kenapa peran kami terbalik begini sih ? heran. “Ribut sekali sih.. buatkan aku sarapan sayang. Aku lapar..” kataku mengusap perut sembari mengangkat tubuhku keposisi berdiri. Vhyung menatapku setengah tak percaya. Dia mendecakan lidah meski kemudian melangkah gontai menuju konter dapur. “Aku mau daging..” “Perempuan tidak tahu diri.” Umpatnya. Tapi tangannya bergerak meraih daging dari kulkas. Aku tersenyum. “Terimakasih sayang~”” “Masa bodo.” “Oh ya sayang hari ini aku ingin kita honeymoon..” Kataku memasang pose memelas dengan cara aegyo ala ala orang korea. Vhyung melirik kearahku lalu memutar bola matanya bosan. Seolah jijik dengan prilakuku yang hanya ingin menghiburnya saja. “Terserahlah..” *** Hamparan salju membentang seluas mata memandang. Rimbunnya pohon pinus yang tertimpa salju jadi salah satu pemandangan yang menyejukan mata. Warna hijau yang sekilas nampak hitam didominasi oleh putih. Indah sekali. Aku dan Vhyung kini berada di arena ski. Jika pasangan normal mungkin menyebut kegiatan kami sekarang sebagai bulan madu. Tapi tidak untukku. Aku iseng mengajaknya bermain, daripada aku mati bosan dirumah. Selain karena aku ingin mencoba menikmati hidup sebagai orang kaya baru secara otomatis. Aku juga ingin setidaknya sekali bermain ski ala ala romantis. Meskipun suamiku dari tadi hanya memasang tampang sebal tak karuan. Meski dirumah dia berkata terserah tapi dia baik juga karena mengabulkan keinginanku yang sangat random ini. Vhyung si manusia alien itu Cuma berdiri diantara pengunjung menghindari keramaian. Fisiknya yang tinggi, terlihat kurus meski sebenarnya berisi dan dihiasi otot. Karena jaket yang dipakaianya tebal, dia tak bisa memamerkan otot kecilnya. Tapi meski begitu dia tetap tegap. Dia mengenakan topi rajut berwarna merah menyembunyikan surai kelam kebanggannya. Rahangnya terlihat menegang sebelumn akhirnya menerbitkan seringai kecil disudut bibirnya. Ketika kulirik kemana arah matanya menuju, aku mendecakan lidah. Oh.. tertarik dengan instruktur seksi dasar memang manusia dengan orientasi ketertarikan unik. Bukannya cuci mata melihat kaum hawa yang cantik malah menyibukan diri dengan melihat-lihat kaum adam berotot kekar yang juga sibuk cari perhatian pada perempuan. Ah.. masa bodo “Tiga...” aku mulai menghitung mundur. Jika dari sudut pandang oranglain mungkin mataku kini sudah berbinar-binar hangat memancarkan kesenangan. “—dua..” aku mulai bersiap untuk mendorong tubuhku dari atas. “Satu !” Aku meluncur indah diatas salju yang terjal. Sampai memekik girang meluapkan sensasi kegilaan pada olahraga ekstrim ini. “Wowww !!!” rasanya menyenangkan. Hingga mulutku terasa kering dan sepat karena berteriak-teriak sedari tadi menikmati sensasi bermain sendirian. Sepuluh menit berseluncur membuatku merasa telah membuang seluruh masalah hidup. Beban demi beban menguap berkat kegiatan ini. kesempatan bersenang-senang seperti ini tentu saja tidak akan aku buang begitu saja. Lupakan soal suaminya. Lupakan soal si b******k yang menyelingkuhinya dulu. Lupakan orang-orang yang mencacinya. Lupakan seluruh titik terendah dalam hidupku dulu. Aku akan berpesta pora dengan salju ini. “Huwoww !!!” entah dalam luncuran yang keberapa, aku terlampau keasyikan sampai tak bisa mengontrol dengan baik kecepatannya yang kian meningkat. Sampai ketika dia mataku membulat sempurna. Didepan sana ada Vhyung yang sedang berdiri dan tentu saja... “Awas Hei ! menyingkir bodoh !!” Pekikan itu lantas menarik perhatian semua orang termasuk suamiku yang akan segera menjadi korban yang aku tabrak. Seperti sebuah gerakan slow motion, waktu seakan berjalan dengan cara yang lambat. Tabrakan tidak bisa terelekan. Bedebam yang cukup keras membuatku menjadi pusat perhatian dalam sekejap. Dua onggok manusia jatuh diatas permukaan tanah bersalju. Aku menggeram kecil, agak menyesal dengan apa yang terjadi. Dikerjapkan matanya setelah beberapa saat terpejam. Badanku menimpa tubuhnya. Sepasang mata monoloid. Bulu mata panjang dan kedua alis tipis menjurang di pangkal hidungnya yang mancung. Aku perlu menelan ludahku saat aku dengan lancangnya malah salah fokus dengan aroma hujan dipagi hari yang menguar dari tubuhnya disekitar perpotongan leher suamiku. Dan mataku juga kini beralih kebibir tipis suaminya yang merah muda. “Minggir !” Drama antara aku dan Vhyung memang tidak pernah berjalan baik. Segera aku membenahi diriku sendiri dari posisi yang ya kuakui sangat menakjubkan. Baru kali ini dia menatap Vhyung sedekat itu. Apa yang terjadi tadi ? meski tidak sengaja tapi aku nyaris menumpu dadaku pada tubuh Vhyung tanpa rasa bersalah. Aku mengulurkan tanganku padanya untuk membantu. “Maaf kau tidak apa-apa ?” Tapi tanganku yang terulur justru ditepis begitu saja oleh Vhyung. Seluruh keterpesonaan yang menguasai diriku beberapa detik lalu luntur seketika. Aku dibuat tercengang dengan tingkah suamiku yang seperti perempuan PMS. Aku tercengang pada sosoknya yang lebih memilih bangkit dengan dirinya sendiri seraya membersihkan jaket yang dikotori salju. “Tidak tahu terima kasih.” Aku mendesis dengan nada yang rendah, namun ternyata dia punya pendengar ultra. Vhyung mengehela napasnya. “Kau buta ya?!” katanya menyemprotku. Aku kaget dengan responnya yang meledak-ledak seperti itu. Apa-apan sikapnya ini ? aku melotot tidak senang dengan ucapannya barusan. Terus terang itu menyinggungku. Aku sudah minta maaf padanya dan bahkan menawarkan bantuan padanya. Ada masalah hidup apasih ? “Lah.. memang menurutmu aku sengaja ?” aku tidak bisa mencerna kalimat yang diucapkannya padaku. Dan balik menyerangnya dengan nada suaraku yang tak kalah tajam. Memang dia pikir hanya dia yang bisa marah ? haruskah aku terlibat dalam pertengkaran seperti ini ? padahal dia sendiri yang menawariku dalam kesepakatan gila ini. “Apa lagi memang ? kau kan memang hobby mengusikku ? ah sudahlah enyah dariku !” dia berlalu dari hadapanku tanpa bicara apa-apa lagi. “Ck..” entah mengapa aku bosan dan muak menghadapinya yang terus-terusan meluap dengan cara kekanakan seperti ini. aku mendecakkan lidah sembari menatap punggungnya yang menjauh dariku. Selang beberapa detik mataku menemukan benda berkilauan dibawah kakiku. Agak membungkuk aku meraih benda itu. Kalung. Hanya kalung rantai biasa berwarna silver dengan cincin warna senada. Aku menoleh pada direksi kepergian Vhyung beberapa saat lalu. Kurasa ini milik Vhyung. Aku memilih menyimpannya dalam saku celanaku. Mungkin dia akan bertanya padaku jika itu benar miliknya. *** Vhyung terduduk lemas disalah satu sofa di villa yang telah dia sewa. Dia mengacak rambutnya gemas dan berkali-kali menggaungkan umpatan. Kalungnya hilang ? dimana ? dan bodohnya dia baru sadar itu hilang setelah satu jam. Mungkin saja ada seseorang yang memungutnya dan mengklaim benda itu sebagai miliknya. Dia tak bisa membiarkan itu terjadi. Itu adalah benda berharga yang dia dapatkan dari orang yang dia cintai. Dia tak bisa begitu saja menyerah untuk mendapatkannya kembali. Kekasihnya pasti akan marah kalau mereka bertemu dengan kondisi dirinya tak memakai kalung itu. Sudah berjam-jam dia berputar-putar mencari benda itu keseluruh tempat yang dia curigai. Tetapi hasilnya nihil. Vhyung bermuram durja. Wajahnya mendung, berbanding terbalik denganku yang mendobrak pintu membawa dua kantong belanjaan berisi makanan instan. Tidak peka dengan Vhyung yang memberinya raut tak suka. “Kenapa memberiku tatapan ingin membunuh  begitu ? mau ramen ?” kataku santai seraya membawa bungkusan penuh makanan itu ke konter dapur dan merebus air dalam panci. Vhyung tidak menjawab. Kadang aku sering dibuat tak mengerti dengan tingkahnya yang seperti ini. Pria itu seperti berada dalam dunianya sendiri dan kurasa masih marah padaku karena insiden tadi siang. Padahal itu sudah lewat beberapa jam, kekesalanku padanya sudah mereda tapi kenapa dia masih sesensitif ini ? tatapannya lurus dan sesekali lebih memilih mengalihkan pandangan kearah lain. Ini menyebalkan. Bahkan kali ini dia memilih untuk masuk kedalam kamar. Oke fine, jika dia ingin mengibarkan bendera permusuhan aku akan melayaninya. Niatanku untuk membahas soal kalung yang kutemukan musnah seketika. Terserahlah jika dia maunya hanya bertahan dalam kondisi panas seperti ini, aku akan mendukungnya. Lagipula bukannya berterima kasih malah membentakku begitu. *** “Vhyung..” aku menyerah. Didiamkan seperti batu tidak enak. Ini sudah hari kedua dia yang keras kepala bagai batu masih juga tak mau bicara. Aku memanggilnya dengan cara biasa. Namun pria itu tak menjawabnya dari dalam sana. “Bisa keluar sebentar ? ada yang ingin aku berikan.” Kurasa aku harus menggunakan benda itu untuk memancingnya lagi. Lagipula pertengakaran mereka juga kecil. Kenapa Vhyung harus membesarkannya seperti ini ? dan setelah menunggu hampir lima belas menit Vhyung keluar dengan raut wajah yang memberinya tatapan yang seolah berkata ‘mau apa lagi ?’ demi Tuhan jika berkaitan dengan Vhyung aku harus selalu menyiapkan kesabaran setinggi gunung himalaya. Aku menghela napas panjang lalu merogoh saku hoodie ku. “Apa mainan ini punya mu ?” aku mengeluarkan kalung yang kutemukan di arena ski padanya. Dan sontak Vhyung memekik gembira. Tak kusangka dia akan berekspresi seperti ini. Lucu ! “Kalungku !” Memperhatikan betapa senangnya dia, aku jadi lupa sempat menyumpah serapahi pria didepanku ini dua hari kebelakang. Tapi ide jail menyambangi diriku. Rasanya tidak adil jika dia bisa mendapatkannya dengan mudah setelah memusuhinya tanpa alasan jelas. Aku menggerakan tanganku kesana kemari agar tak bisa dia raih dengan mudah. “Kembalikan kalung itu!” dia berusaha menjangkaunya namun itu tidak akan bisa kubuat mudah. Aku berdiri dengan tenang memandangi kegigihan pria didepanku. Rasanya aneh mempermainkannya begini. Namun tiba-tiba dia mendorongku hingga terjembab kelantai. Dia mengurungku dengan tubuhnya. Bahkan tangannya mengunci tanganku dengan sempurna hingga aku tak bisa bergerak. Situasi ini kurasa agak sedikit asing dan aneh ? apalagi melihat raut wajah Vhyung yang super serius membuatku merasa dibuat gugup. Benarkah ini sahabatku yang pemarah beberapa waktu lalu ? dia terlihat seperti seorang pria dimataku. “Oke dapat..” aku mengerjap-ngerjapkan mataku beberapa kali ketika pria itu telah meraih benda miliknya ditangan dengan mudah. Lalu meninggalkanku tanpa dosa. Apa aku mengingau barusan ? seorang pria ? tidak. Vhyung bukan seorang pria. Dia hanya punya casing pria namun kelakuan tak lebih dari wanita yang mengalami pra menstruasi setiap hari. “Noir kamu baru saja tertipu casing luarnya” aku mendecakan lidah lalu mengelus pantatku yang terasa sakit gara-gara terbentur lantai dengan cara yang tidak elegan. Tapi.. satu hal yang aku jadi penasaran dibuatnya adalah ada apa dengan kalung itu ? apa itu sangat berharga sampai dia terlihat frustasi selama beberapa hari dan mencarinya sekeras itu. Setidaknya meski aku sahabatnya aku tidak pernah diberitahu soal itu. Dia membatasi dirinya secara pribadi terhadap oranglain. Aku mengetahui dirinya pun karena sifatku yang super kepo. Jika tidak begitu dia tidak akan bisa terbuka padaku.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD