Little bit

1558 Words
"Noir, Kau di dalam?" Suara Vhyung menggema ke seluruh rumah. Setelah diantar Zay dan menghabiskan waktu seharian. Jujur saja, aku tidak bertemu muka dengan suamiku itu. Dan memilih merebahkan diri dikasur empuk. Untuk sebuah alasan yang tidak kupahami aku merasa Vhyung agak berbeda. Rasanya ada yang berlebihan dan... entahlah. Tadinya aku mau mendiamkan dia saja, tapi karena teriakannya yang mengganggu aku pada akhirnya memaksakan diri untuk bangun dari posisi nikmat sealam semesta ini. "Noir? Kalau kau ada jawab―" Sosok Vhyung mematung begitu melihatku berdiri dengan kondisi seadanya. Lebih tepatnya aku mengenakan kimono tidur yang tak tertali dengan benar. Beberapa bagian tubuhku terekspos, tapi itu sama sekali tidak mengganggu. Aku cuek. Namun yang aneh adalah Vhyung yang terkesiap menyadari ke apa adaannya diriku ini. Pria itu berbalik dari posisinya. Dia tiba-tiba membelakangi begitu saja. Membuat alisku bertaut. "Noir? Kenapa kau―" "Apasih ?" ujarku dingin tak mengerti dengan gesture bak gadis perawan miliknya. "Kenapa mengangguku hah ? aku capek. Tapi kau menggangguku. Ada perlu apa ?" kataku malas karena dia tak kunjung berbalik dan setia dengan posisinya. "Oy.. aku sedang bicara kenapa membalikan badan begitu ? bukannya kau yang ada perlu ?" Kataku pada akhirnya dengan kasar membalik tubuhnya menghadapku. Aku ternganga. Vhyung menutup seluruh mukanya dengan tangannya yang besar. Untuk apa dia begitu ? "Oy.. Kenapa menutup wajahmu begitu ?" Kataku sembari menarik kedua tangannya yang seolah dilem di wajahnya. Telinga pria itu memerah. "Pertama kita bicara setelah kau memperbaiki penampilanmu." katanya dibalik wajahnya yang tertutup kedua tangannya. Aku kontan melirik kearah tubuhku. Ah.. dia benar, pakaian dalamku terlihat karena kimononya tersingkap talinya juga sedikit melorot. Aku memperbaikinya segera dengan santai. Tapi melihat gesture Vhyung tiba-tiba ide jahil muncul di otakku. Memang ya, kenapa pula dia bersikap malu malu kucing seperti ini. Aku jadi gemas. "Kau bisa membuka kedua tanganmu sekarang." kataku tegas. Vhyung segera membuka kedua tangannya yang menutupi seluruh wajahnya. Begitu dia melepaskan keduanya. Matanya melotot. "s**t ! dasar gila !" Pria itu berpaling lagi, lebih ekstrim lagi dia menjauh dariku dengan langkah cepat. Sedangkan aku terbahak-bahak didepan pintu kamarku melihat tingkahnya yang tiba-tiba jadi absurd. "Kau ini Eksibisionis atau apa ?" Teriaknya dari ruangan lain. Sementara aku masih terbahak-bahak. Aku hanya menggodanya sedikit dengan membuka pakaianku didepan dia. Soalnya sikapnya sangat lucu ketika dia melihat pakaian dalamku mengintip dari balik baju. "Kau kan suamiku bukan orang asing. Lagipula aku tidak telanjang didepanmu. Aku masih pakai pakaian dalam." balasku padanya. "Sama saja sinting !" "Kau lucu sekali Vhyung. Mestinya sikapmu biasa saja. Toh, kau kan tidak tertarik padaku." kataku sejurus kemudian, sembari kembali merapihkan pakaianku agar lebih layak. Kemudian menutup pintu kamarku lagi untuk melanjutkan rebahan tahap dua. *** Sementara itu Vhyung memegang dadanya yang berdebar tak karuan. Bayang-bayang Noir yang setengah telanjang berputar ulang dikepalanya seperti kaset rusak. Yang lebih tidak mengenakan lagi, mengapa dia harus menghindar ? mengapa dia harus marah ? megapa pula jantungnya tidak bisa diajak kerja sama karena berdetak kelewat cepat seperti sudah marathon sepuluh kilo meter. Kedua lututnya lemas. Dan parahnya lagi ketika dia menatap pantulan dirinya dicermin, Vhyung merasa horor. Wajahnya sudah memerah, semerah kepiting rebus. Ini gila. Untuk apa dia merona ? Merona karena Noir ? apa kepalanya terbentur sesuatu ? Padahal dia mencemaskan perempuan itu karena menghilang seharian dengan blackcardnya. Jangan salah paham. Dia cuma khawatir pada harta bendanya yang bisa saja dihilangkan perempuan itu. Bukan karena orangnya. Vhyung tidak pernah mau tahu urusan perempuan itu, tapi karena sumber uangnya ditangan Noir mau tak mau dia merasa harus bertanya. Terlebih dia sempat mobil yang dia kenal mengantar Noir. Apa mungkin dia ? entahlah bahkan kini Vhyung kehilangan cara untuk bisa bicara dengan Noir. Perempuan itu seperti sudah hilang urat malu. Tiba-tiba ponselnya bergetar, Vhyung mengeceknya dan lantas ekspresinya berubah. Dia menjadi lebih hidup dan beban berat seakan raib seketika. Padahal beberapa menit lalu mentalnya baru saja dihancurkan istri gilanya. "Haloo.." sapanya halus pada si penelpon. "Ya.." suara berat disebrang sana membalas. Vhyung mengulum senyum. "Ada apa ?" Katanya lebih lembut mendengar suara Zay. "Aku tadi siang bertemu istrimu." kata Zay disebrang telpon. "Noir ?" "Iya, kami terlibat beberapa obrolan kecil." Seketika Vhyung merasa kakinya tidak berpijak. Selama ini, Vhyung paling tahu nasib para perempuan yang ditemui Zay. Mereka selalu berakhir menyedihkan. "Apa yang kau lakukan padanya ?" tanya Vhyung sedikit gusar. Zay disana nampak menjeda kata-katanya sebentar sebelum menjawab. "Aku tidak melakukan apapun padanya." Vhyung mendadak dipenuhi kekhawatiran. Entah mengapa dia tidak bisa begitu saja percaya. Padahal biasanya dia tidak seperti ini. Zay memang selalu bilang padanya terhadap apapun yang dia lakukan pada perempuan yang mencoba mendekatinya. Biasanya Zay akan menggoda wanita itu hingga berpaling padanya lalu membuatnya patah hati. Paling ekstrim Zay juga merusak mereka semua tanpa pandang bulu lalu mencampakan mereka seperti sampah. Tidak sepertinya, Zay masih bisa berhubungan intim dengan wanita. Tapi Vhyung berbeda, dia tidak bisa karena memiliki semacam trauma yang tidak bisa dia lupakan. "Apa kau khawatir ?" Suara Zay disana mengindikasikan kecurigaan. Vhyung lantas merasa seperti ditarik paksa ke alam realita. "Tidak." Vhyung menjawab dengan suara yang tegas. Tapi kenapa hatinya tidak mengatakan hal yang sama ? "Kau peduli padanya ?" tanya Zay lagi seolah sedang mencari kebenaran hakiki. "Tidak." Tegas Vhyung lagi. "Kurasa dia tidak sama dengan perempuan yang mencoba mendekatimu." jelas Zay dari sebrang sana. Kali ini alis Vhyung bertaut. Apa ini ? pertama kalinya Zay seperti ini. "Kenapa kau berpikir begitu ?" Tanya Vhyung lagi. "Entahlah, kurasa karena dia tidak berbahaya." "..." Vhyung kehilangan kata-kata. Memang Noir berbeda, karena itulah dia sampai meminta tolong pada perempuan itu untuk menikah dengannya. Dia tipikal orang yang open minded ketika oranglain berpikir sebaliknya. Itu sebabnya Vhyung nyaman berada disisinya sebagai seorang teman tentunya. "Vhyung ?" Zay kembali mengembalikan kesadarannya kembali utuh. Dia merasa tidak fokus. "Apa kita perlu bertemu ?" "Jika kau menginginkannya. Ayo." *** Zay Yeaggerjaquesc memandangi TV panel yang berada di sebuah gedung tinggi. Memainkan ponselnya sebentar setelah panggilan telpon yang dia lakukan dengan kekasihnya terputus. Lantas dia menghela napas berat. Setelah kematian wanita yang paling dia cintai, dan satu-satunya orang yang bertanggungjawab karena kematian wanita itulah satu-satunya alasan Zay ada hingga menceburkan diri dalam keglamouran untuk bisa menggapai si pelaku yang membuat wanita yang dia cintai mati dalam penderitaan. Dia ingin agar pria b******k itu merasakan pedih yang sama banyaknya dengan wanita yang dia cintai itu. Karena dia sudah bersumpah melakukannya. Maka dia tidak akan setengah-setengah. Di TV panel itu menampilkan sosok seorang Designer muda berbakat yang beberapa saat ini banyak dibicarakan media masa. Pasalnya, sang Designer muda ini dalam waktu dekat akan mengadakan sebuah show atas buah karyanya dan akan dipamerkan di London tak lama lagi. Tentu saja Zay juga akan ikut berkecimpung dalam project itu. Sebab dia adalah sang model. Kesampingkan soal itu yang tak habis pikir, selama ini Zay pikir pria itu tak akan pernah bisa mencintai wanita manapun. Tapi ternyata, dia malah memutuskan untuk menikah dengan seorang wanita biasa bahkan bisa dibilang gila karena tingkah istrinya itu sangat absurd. Zay tak pernah sekalipun melihat pria berambut ungu itu -setidaknya sekarang karena dia sering sekali mengecat rambutnya- mengenalkan istrinya pada media massa secara langsung. Meski setelah melakukan investigasi sendiri akhirnya dia tahu wanita yang dinikahinya bahkan bertemu muka dan menghabiskan waktu bersamanya. Tekadnya sudah bulat untuk membuat perhitungan dengan pria itu. Membalas dendam atas kematian wanita yang dia cintai sepenuh hati. Memang tindakan wanita yang dia cintai itu bodoh dan terlalu didramatisir. Tapi jika seandainya pria itu mau memberikan pengertian pada wanita itu, tentulah semua tak akan berakhir seperti ini. dan Grimmjow sudah menunggu selama 10 tahun ini. 10 tahun bukan waktu yang singkat. "Aku pasti akan membuatmu menderita," gumam pria berambut biru benderang ini pada akhirnya. Lalu menyambar coat hitam miliknya untuk segera bertemu muka dengan pria itu. Pria yang merenggut nyawa wanita yang dia cintai. Vhyung. *** "Mau kemana ?" tanyaku sadar ada keributan kecil diluar kamar. Aku menatap Vhyung dari atas kebawah. Pria itu sudah rapi, dan aku tak perlu bertanya karena penampilan suamiku sudah menjelaskan seluruh detailnya. Ujung-ujungnya pasti berakhir dikasur juga. Semakin terlihat tidak mau ditanya karena Vhyung memicingkan mata padanya. "Oke selamat bercinta sayang. Pastikan badanmu tidak penuh s****a disana sini." kataku asal sambil melambai padanya dan hendak masuk kembali ke kamar. Tapi kali ini ada tangan yang menjegalku untuk kabur dari situasi. Vhyung memegang tanganku ? "Ada apa Tuan Vhyung ?" kataku sembari menatapnya dengan sebelah alis yang terangkat. "Apa kemarin kamu bertemu dengan Zay ?" aku membelalakan mata. Sepertinya pria tampan kemarin memiliki mulut ember sampai bercerita pada suamiku begini. Tidak ada alasan bagiku untuk menyembunyikannya juga dari Vhyung. Makanya dengan santai aku melepaskan jeratan tangannya dari tanganku. "Iya kami bertemu, dan banyak membicarakan banyak hal." "Apa dia tidak melakukan apapun padamu ?" "Dia meneraktirku makan, lalu mengantarku pulang." untuk bagian meneraktir makan sebenarnya itu karena ulahku sendiri. Tapi demi harga diri kurasa aku tidak perlu bilang pada Vhyung kalau aku setengah mengemis untuk ditraktir. "Begitu." katanya dengan nada suara yang rendah. Oh.. apakah kebersamaan kami mengundang cemburu ? apa mereka bertengkar ? "Loh ? Dengar. Kau tidak perlu khawatir sayangku. Aku dan dia tidak terlibat hal-hal pornography. Dia masih suci dia tidak kusentuh sama sekali." Aku menjelaskan dengan detail sembari menepuk kedua bahunya. Menatapnya dengan yakin. "Aku tahu kau tidak menyerangnya. Hanya saja..." Vhyung menatapku agak lama. "Aku khawatir padamu.." suaranya mengecil tapi aku masih bisa menangkapnya. Pria itu lantas berlalu begitu saja dari hadapanku. Mengkhawatirkanku ?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD