Hari ini afalah hari libur Selina. Satu hari ini dia sudah punya agenda. Pagi-pagi sekali dia sudah bangun untuk bersih-bersih rumah kontrakan yang di tempatinya bersama saudara sepupunya yang bernama Eva Maria Tambunan.
"Kau libur, kan, Lin?" Tanya Eva dengan logat Bataknya yang khas. Selina mengangguk menjawab pertanyaan kakak sepupunya itu.
"Kenapa bangun jam segini? Kau itu harusnya istirahat. Manfaatkan hari libur dengan sebaik-baiknya."
"Siang nanti aku mau belanja, Kak. Mau beli baju yang Ria minta lalu sorenya ke ekspedisi untuk mengirimkan baju itu ke kampung," kata Selina. Seria Aprilia Malau atau akrab di panggil Ria adalah adik Selina yang paling kecil. Perempuan itu akan berulang tahun seminggu lagi. Dia meminta di belikan baju baru sebagai hadiah ulang tahunnya.
"Kenapa tidak kirimkan uang saja, Lin, biar dia yang memilihkan baju yang dia mau?" Eva kembali bertanya sambil menyibukkkan dirinya untuk berdandan. Sama seperti Selina, Eva juga bekerja sebagai SPG bedanya dia bekerja di showroom mobil.
"Ria mau baju yang dari Jakarta, katanya, Kak." Selina memang sudah menawarkan pilihan itu pada adiknya namun, gadis yang beranjak remaja itu menolak. Menurutnya baju yang di beli di Ibu Kota kualitasnya lebih bagus daripada yang ada di kampung mereka.
Eva sudah selesai berdandan, perempuan itu mengambil dompetnya lalu memberikan beberapa lembar uang seratus ribuan pada adik sepupunya.
"Kak, aku tidak bisa menerima ini." Selina berniat menolak pemberian Eva.
"Jangan besar kepala, ini aku berikan untuk membeli baju Nantulang. Bilang Nantulang itu dari Eva yang cantik," kata Eva seraya terkekeh pelan. Selina akhirnya menyimpan uang itu ke kantong piyamanya.
"Tadi aku ada beli sarapan, Lin. Jangan lupa di makan ada di meja itu," kata Eva sebelum berangkat kerja.
"Terima kasih, Kak Eva yang cantik," ucap Selina sedikit berteriak karena Eva sudah berada di luar rumah.
Selina langsung bergegas membersihkan kamarnya. Setelah itu dia mengumpulkan baju kotor dan memasukkan ke dalam mesin cucci. Seraya menunggu pakaiannya, Selina masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Jam sepuluh pagi, semua pekerjaan Selina sudah selesai. Saat ini dia sedang bersiap menuju gedung mall tempatnya bekerja. Mall itu yang paling dekat dengan rumah kontrakannya, hanya butuh waktu kurang dari sepuluh menit dengan menaiki ojek online.
Selina tidak membeli pakaian di tempatnya bekerja, selain tidak ingin di curigai Manager, harganya juga lumayan mahal. Untuk kalangan bawah seperti Selina, dia cukup tahu diri untuk tidak melirik pakaian di sana. Harga untuk satu kaos polos mencapai dua ratus ribu dan menurut Selina itu sudah terlalu mahal. Dia bisa mendapatkan lima kaos dengan harga yang sama di tempat lain.
Saat Selina sedang fokus memilih baju yang akan dia beli untuk adiknya, tiba-tiba ada yang merebut baju itu dari tangannya. Selina mengangkat kepalanya dan melihat seorang pria sedang berdiri dengan tatapan mata tajam melihat ke arahnya. Selina ingat pria ini adalah pria yang sama yang menghinanya miskin.
"Bukannya kamu bekerja di The Fashion House?" tanya pria dengan nada datar.
"Iya, bagaimana Anda bisa tahu?" Selina balik bertanya. Seingatnya dia tidak mengenal pria itu. Pertemuan pertama mereka hanya saat dia tidak sengaja menolong laki-laki itu.
"Kenapa kamu berbelanja di sini?" Pria itu kembali bertanya tanpa menjawab pertanyaan Selina.
Selina mengerutkan keningnya, dia lalu mengamati sekelilingnya. "Apa ada larangan tidak beoleh berbelanja di sini?" tanyanya polos. Tapi mengamati sekitar, tidak ada yang salah. Pengunjung bebas memilih dan membayar belanjaan mereka.
Leo berdecak, iya pria itu memang Leo. Dia sedang berjalan-jalan dan melihat keadaaan toko. Tidak banyak pegawainya yang tahu kalau dia adalah pemilik toko tersebut. Lalau saat dia selesai, matanya malah menangkap keberadaan wanita itu. Leo sebenarnya tidak masalah wanita itu berbelanja di mana pun. Dia sendiri pun tidak tahu apa alasannya kenapa dia menghampiri wanita itu.
"Bukannya di The Fashion House memberikan diskon untuk karyawan. Kenapa tidak membeli pakaian di sana saja?"
Selina mengedikkan bahunya. "Apa saya harus memberitahukan alasanya? Kita tidak saling kenal, kan?"
"Tentu saja tidak. Saya tidak punya kenalan orang miskin," jawab Leo santai. Seolah-olah kata-katanya tidak menyakiti orang lain.
"Saya juga tidak tertarik punya kenalan orang kaya seperti Anda. Jadi tolong untuk menyingkir dan jangan mengganggu saya." Selina mengambil kembali baju dari tangan Leo dengan kasar lalu kembali fokus mencari pakaian untuk dia kirimkan ke keluarganya di kampung. Jangan sampai dia kehilangan mood untuk berbelanja.
Leo tahu seharusnya dia pergi dari sana. Bukannya berdiri seperti orang bodoh dan memandangi wanita yang bahkan belum dia ketahui namanya itu.
"Ada yang bisa saya bantu, Mas?" salah satu pegawai toko itu menghampiri Leo. Leo langsung mundur menghindari pegawai toko itu.
"Masnya mau beli pakaian yang seperti apa?" tanya pegawai toko itu lagi dengan senyum manis yang di buat-buat untuk menarik perhatian Leo. Tanpa menjawab pertanyaan pegawai toko itu, Leo pergi dari sana dengan perasaan kesal. Dia kesal karena tidak bisa mengenyahkan wanita itu dari pikirannya. Wanita itu bahkan dengan lancang telah masuk ke dalam mimpinya semalam.
***
"Katakan tujuan mu, aku tidak memiliki banyak waktu senggang," kata Leo ketika suami dari kembarannya itu datang ke kantornya. Jayden duduk dengan wajah menunduk di depan saudara iparnya itu.
"Kau dan Lea, kan, saudara kembar. Bisakah kau memahami wanita itu? Maksudku apa yang sedang dia inginkan. Sejak dua hari yang lalu dia jadi pendiam dan mengusirku dari kamar kami," curhat suami dari Lea itu.
"Kau yakin tidak membuat kesalahan?" tanya Leo.
"Aku yakin tidak membuat kesalahan apapun."
"Kau yakin?" tanya Leo lagi. Jayden kemudian terdiam, dia mengingat-ingat hal yang kemungkinan menjadi penyebab membuat Lea mendiaminya.
"Aku bertemu dengan Sandra tiga hari yang lalu. Tapi hanya sekedar bertegur sapa. Tidak mungkin karena itu, kan?" Jayden menyebut nama mantan pacarnya.
"Sialan!" makinya pada dirinya sendiri. Dia menyadari diamnya Lea memang sejak saat itu.
"Kalian sudah menikah sejak dua tahun lalu, dan kau belum juga memahaminya?" sisnis Leo.
"Terima kasih untuk waktunya, Bro," kata Jayden lalu segera keluar dari ruangan Leo. Dia bergegas pulang ke rumah dan menyelesaikan masalahnya dengan sang istri.
Bersambung...