Leo menatap bosan pada wanita yang makan di depannya itu. Wanita itu makan dengan sangat lama, dua sendok nasi dia habiskan dalam waktu lima menit. Leo sendiri hanya memesan minum saja. Bukannya tidak ingin makan, hanya saja tidak ada menu yang cocok untuknya.
Wanita bernama Sabrina itu mengangkat kepalanya lalu tersenyum malu ketika matanya bertemu dengan mata tajam milik Leo. Leo mengangkat alisnya melihat tingkah wanita itu. "Aneh," katanya pelan, sangat pelan, hingga dirinya sendiri saja yang mendengarnya.
"Apa kau masih lama? Kalau iya, saya ingin pergi lebih dulu," kata Leo setelah menghabiskan air minumnya. Sabrina mengangkat wajahnya lagi, kemudian buru-buru dia menggeleng.
"Aku sudah selesai," katanya. Leo berdiri lalu membayar makan wanita itu.
"Kita akan kemana setelah ini?" tanya Sabrina, seraya menyerahkan tas tangan miliknya untuk di bawa oleh Leo.
"Apa?" Leo tidak mengerti kenapa Sabrina menyodorkan tas miliknya kepada Leo.
"Bawakan tasku," kata Sabrina. Nada memerintah begitu kentara di ucapannya. Leo berhenti dan menghadap Sabrina. Dia melihat Sabrina dengan tatapan tajam mengintimidasi. Selama ini belum ada yang pernah berani memerintahnya untuk membawakan tas. Bahkan ibunya sekalipun. Leo yang selalu berinisiatif untuk membawa barang milik ibunya. Dengan begini Leo cukup yakin untuk tidak melangkah lebih jauh dengan wanita di hadapannya itu.
"Saya tidak ingin mengenalmu lebih jauh lagi. Pertemuan kita cukup sampai disini." Setelah mengatakan itu, Leo berbalik dan meninggalkan Sabrina tanpa mendengarkan panggilan dari wanita itu. Sabrina memanggilnya seperti orang yang kesurupan.
Leo memasuki mobilnya dan keluar dari halaman parkir mall. Leo menghentikan mobilnya di lampu merah dan matanya tidak sengaja menangkap keberadaan Selina. Wanita itu sedang mengobrol dengan seorang pria di trotoar. Selina terlihat menahan senyum yang membuatnya terlihat semakin manis.
Mata tajam Leo memindai penampilan laki-laki yang menjadi lawan bicara Selina. Laki-laki itu mengenakan kemeja berwarna biru muda, sepertinya dia juga baru saja pulang dari tempatnya bekerja. Tanpa sadar Leo membandingkan dirinya dengan laki-laki itu. Menurutnya semua keunggulan berada di pada dirinya. Tampan, mapan, berpendidikan tinggi. Semua hal, Leo berada jauh di depan laki-laki itu.
Tin tin tin...
Suara klakson mobil dari belakang Leo bersahutan. Meminta untuk melaju karena lampu lalu lintas sudah berganti hijau. Mau tidak mau Leo melajukan mobilnya meski sebenarnya dia penasaran dengan Selina dan juga laki-laki yang berbicara dengan wanita itu.
"Arnold, cari tahu siapa saja yang sedang dekat dengan Selina!" perintah Leo pada asistennya melalui telepon.
"Baik, Pak. Ada lagi?" Arnold menjawab dengan patuh.
"Tidak ada." Leo lalu memutus sambungan telepon. Tolong jangan salah sangka dengannya. Dia tidak sedang jatuh cinta pada wanita itu, dia hanya penasaran dengan Selina. Lagi pula Selina bukanlah tipenya. Setelah ini mungkin dia tidak akan melihat wanita itu lagi. Leo akan mencari wanita yang setara denganya untuk di jadikan kekasih.
***
Selina keluar dari ruangan Managernya, dia akhirnya memastikan gajinya yang kelebihan itu. Selina tersenyum memandangi angka yang tertera di layar ponselnya. Sudah di pasttikan kalau semua itu adalah miliknya. Tidak ada yang kelebihan gaji. Katanya Selina mendapatkan double bonus karena dia merupakan SPG dengan penjualan tertinggi bulan lalu. Sebenarnya ini hal baru, tapi rejeki tidak boleh di tolak, kan. Selina bergegas menyimpan ponselnya di loker lalu kembali bekerja. Menyambut pembeli dengan lebih semangat.
Sepanjang hari tidak ada kendala yang Selina lewati. Semua pekerjaannya seakan dilancarkan. Lalu saat pekerjaannya sudah akan berakhir dia bertemu dengan dia 'si pria kaya'. Selina hanya diam di tempatnya. Sepuluh menit lagi jam kerjanya akan habis, dia membiarkan temannya menghampiri Leo. Bertanya model seperti apa yang pria itu butuhkan.
"Di mana Manager kalian?" Leo mengamati semua sudut toko mencari, apakah ada yang kurang.
"Maaf, Pak. Ada keperluan apa dengan beliau?" Teman Selina bertanya dengan berani. Dia bahkan mengamati penampilan Leo dengan terang-terangan.
"Panggil saja dia keluar dan minta menghadap saya!" perintah Leo dengan nada suara yang tegas tanpa bisa di bantah. Wanita itu akhirnya berbalik dan masuk ke ruangan Managernya. Tidak lama seorang wanita yang berpenampilan modis keluar dari ruangannya. Hanya dengan melihatnya saja Leo yakin ada yang tidak beres dengan kepemimpinan wanita itu. Leo tidak tahu siapa nama wanita itu karena dia tidak mengenakan name tag. Salah satu dari sekian banyak kesalahan wanita itu.
"Ada yang bisa saya bantu, Mas?" tanya wanita dengan nada menggoda. Selina yang melihatnya mengulum senyum, dia yakin Leo sangat kesal mendapat godaan dari wanita yang tidak setara dengannya.
"Siapa nama kamu?" tanya Leo seraya mengetikkan sesuatu di ponselnya.
"Saya Brenda, Mas. Mas namanya siapa?" Wanita bernama Brenda itu mengulurkan tangannya. Dia pikir Leo sedang mengajaknya berkenalan. Leo mengangkat alisnya menatap jijik pada Brenda. Brenda menarik tangannya dari hadapan Leo. Dia merasa tersinggung dengan perlakukan Leo.
"Saya Manager di sini, Mas. Saya dengar Anda mencari saya. Ada perlu apa, iya?" Leo melihat wanita dengan tatapan tajam.
"Kamu tidak mengenal saya?" Brenda menggeleng, dia menyelipkan anak rambut ke belakang telinganya.
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Brenda mengingat-ingat. Mungkin pria di hadapannya itu adalah salah satu dari mantannya dulu. Hanya dia tidak menemukan wajah pria itu di ingatannya.
"Tidak, Saya tidak mungkin pernah bertemu wanita seperti kamu," kata Leo dengan tatapan mencemoh.
"Mas, kalau kamu tidak ada keperluan, silahkan mengangkat kaki Anda dari toko ini!" Brenda tidak ingin mendengar kata-kata pedas pria itu lagi. Sungguh, rasanya sangat kesal ketika kita merasa sangat percaya diri namun di jatuh dengan kata-kata hinaan.
Leo tersenyum sinis mendengar wanita itu mengusirnya. Leo mengeluarkan kartu namanya dari dompet. "Silahkan temui HRD besok, dan ambil gaji terakhir kamu."
Brenda membaca nama Leo di kartu nama itu. "P-pak Leo Sadewa." Brenda seketika gugup, tangannya gemetaran memegang kartu nama Leo. Selina membulatkan matanya, semua orang yang bekerja di The Fashion House tahu siapa Leonardo Green Sadewa. Anak pertama dari Nicholas Sadewa yang merupakan pewaris dari Sadewa Group. Selain Brenda, Selina juga menjadi sedikit gugup.
"Ta-tapi, Pak. Kenapa saya di pecat?" Brenda masih berani menanyakan hal itu di antara banyaknya kesalahan yang dia perbuat.
"Perlu saya sebutkan kesalahan kamu?" Brenda terdiam, dia memang sudah tidak jujur dalam bekerja. selain tidak menaati aturan, Brenda pernah mengurangi pendapatan toko, merubah laporan ke pusat. Dia mengambil sebagian untuk hidup berfoya-foya dan membiarkan para SPG yang menggantinya ketika toko di audit. Dia pikir dia tidak akan pernah ketahuan.
"Saya janji, saya akan bisa berubah, Pak," Kata Brenda lagi.
"Ada banyak orang yang bisa bekerja dengan tulus dan jujur. Mengapa saya harus mempekerjakan orang yang telah mengambil sebagian dari pendapatan perusahaan?" Leo meninggalkan Brenda lalu berdiri di hadapan Selina.
Selina menelan ludahnya gugup. "Kenapa? Kamu takut saya pecat?" Leo merasa senang melihat sinar ketakukan di mata Selina.
"Bapak ingin memecat saya?"
"Tergantung," kata Leo. Dia mempermainkan Selina dengan kata-katanya.
"Tergantung apa?" tanyaSelina penasaran.
"Kalau kamu bisa memuaskan saya, mungkin akan saya pertimbangkan lagi." Leo tersenyum licik. Dia akan memenuhi rasa penasarannya dengan meniduri wanita itu. Dia ingin Selina melayaninya satu malam, lalu jabatan Manager akan berada di tangan wanita itu. Ini adalah rencana yang sudah Leo pikirkan sejak kemarin.
"Saya sangat yakin bisa memuaskan Bapak," ucap Selina sungguh-sungguh. Leo mengangkat alisnya tinggi. Sinar gaiirah terlihat jelas di kedua bola matanya.
"Bapak bisa memeriksa catatan penjualan saya sejak tiga tahun saya bekerja di The Fashion House. Saya yakin hasilnya sangat memuaskan Bapak." Sejak pertama kali bekerja, Selina mampu memenuhi target penjualan. Semua karena dia bertekad untuk bisa mengirimkan uang yang banyak untuk keluarganya di kampung.
Leo mendesis, ternyata Selina menangkap lain kata 'memuaskan', yang dia lontarkan. Leo memberikan ponselnya ke tangan Selina.
"Masukkan nomor mu di sini," katanya, "saya tidak menerima penolakan," tambahnya lagi.
Selina mengambil ponsel pria itu lalu mengetikkan sejumlah angka yang dia hafal di luar kepala. Leo kemudian mengambil kembali ponselnya lalu pergi meningglakan toko itu.
Setelah Leo pergi, Brenda menghampiri Selina. "kamu mengenal Pak Leo?" tanya Brenda. Selina menggelengkan kepalanya.
"Aku pernah bertemu dengannya sekali, tapi kami tidak saling mengenal." Brenda menggeleng tidak percaya.
"Penipu. Kamu yang melaporkan saya ke padanya, iya, kan?"
"Aku bahkan baru tahu kalau dia pemilik The Fashion House hari ini, Mbak."
"Kamu pikir saya percaya? Kamu akan mendapatkan balasannya, Selina. Akan saya pastikan kalau kamu juga akan di pecat dari toko ini. Kita akan sama-sama jadi pengangguran."
Bersambung...
Karena kemarin tidak update, jadi aku putuskan untuk menggantinya besok iya. Siang akan update Selina dan malam akan update A Untuk B.
Terima kasih...