"Terima kasih," ucap Affan setelah laki-laki itu menerima kopi buatan Raihanah, lalu ia pun bangkit dan berniat pergi ke kamarnya lagi.
"Mas," ucap Raihanah membuat Affan menghentikan langkahnya dan ia pun berbalik menatap pada asisten rumah tangganya dengan rasa penasaran.
"Kenapa?" tanya Affan.
Raihanah pun ragu, haruskah ia bicara sekarang. 'Mas Dokter, saya pinjam uang 30 juta, untuk cara bayarnya silakan potong dari gaji saya.' Begitu? Tidak, Raihanah sepertinya tidak cukup berani untuk menyampaikan hal itu.
Sementara Affan melihat asisten rumah tangganya yang cukup lama terdiam, ia pun kesal. "Kalau tidak ada yang penting, ya sudah, kau boleh pulang kalau pekerjaanmu sudah selesai," ujarnya.
"Aku berangkat kerja besok pagi jam delapan, jadi kau bisa datang ke sini lebih awal untuk membuatkanku sarapan, bukan?" tanya Affan.
Mendengar itu, Raihanah hanya bisa mengangguk, akhirnya ia mengurungkan niatnya untuk mencoba meminjam uang pada majikannya itu.
"Baik Mas, bisa," jawab Raihanah.
"Bagus!" Kemudian Affan pun berlalu pergi meninggalkan Raihanah.
Raihanah pun mendesah pasrah, ia gagal berbicara dengan majikannya, lalu ia kembali ke dapur dengan lesu, memikirkan kiranya dia harus ke mana mencari pinjaman uang sebesar 30 juta, sedangkan dia tidak punya agunan apapun.
"Ya Allah, andau Ibu ikhlas aku menikah dengan Juragan Karsa, pasti tidak akan pusing seperti ini," gumam Raihanah.
Sesungguhnya Raihanah benar-benar tidak mempermasalahkan jika dirinya memang harus menikah dengan Juragan Karsa demi membayar hutang, lagi pula ia memang tidak bisa mengusahakan untuk membayar hutang-hutang itu dalam waktu yang ditentukan oleh Juragan Karsa.
Karena itulah, Raihanah pasrah, benar-benar pasrah. Tetapi ketidakrelaan ibunya membuat dia terpaksa seperti ini, harus sabar mencari solusi, tidaknya dalam lima hari kedepan.
Dia tidak pernah tahu rencana Allah akan bagaimana, mungkin saja tiba-tiba Allah mengirimkan seorang malaikat penolong untuk memecahkan masalahnya itu.
Tiba-tiba Raihanah teringat dengan sesuatu yang telah ia tinggalkan cukup lama. "Astagfirullah," ucap Raihanah, kemudian ia berlari menuju tempat laundry di mana ia tengah menyetrika tadi.
"Alhamdulillah," ucap Raihanah karena ia tadi meninggalkan setrikaannya tidak dalam posisi di atas pakaian.
Setelah merasa lega, Raihanah pun kembali melanjutkan pekerjaannya, masih ada setumpuk pakaian yang belum ia selesaikan.
Hingga kemudian setelah azan Asar, Raihanah yang baru selesai memasak, ia pun segera mengambil wudhu untuk melaksanakan shalat.
Tak lama kemudian Affan keluar dari kamarnya, ia mencari keberadaan Raihanah, dia akan meminta daftar belanjaan supaya nanti malam dia bisa pergi berbelanja.
"Ke mana dia?" gumam Affan saat tidak mendapati Raihanah di dapur, ia kemudian mencari keberadaan asisten rumah tangganya.
Affan ingat jika Raihanah tadi sepertinya sedang menyetrika, karena itulah Affan segera menuju ruang laundry, laki-laki itu tiba-tiba terdiam, berdiri di depan pintu ruang laundry, ia menatap pada seseorang yang terlihat begitu khusyuk duduk di atas sajadah.
Affan pun tersenyum tipis, melihat bagaimana Raihanah yang begitu sholehah, selalu mendahulukan shalat daripada pekerjaannya. Hal itu menandakan jika asisten rumah tangganya itu adalah wanita baik-baik.
'Kenapa gadis secantik dia dan sebaik dia, harus bekerja menjadi seorang pembantu? Bagaimana jika dia bekerja pada majikan yang salah?' ucap Affan di dalam hatinya.
Laki-laki itu terus menatap pada Raihanah, sampai tanpa sadar gadis itu telah menyelesaikan shalatnya dan Affan masih menatap padanya.
"Mas Dokter butuh sesuatu?" tanya Raihanah tiba-tiba menyadarkan Affan.
"Ah, iya." Affan berusaha menormalkan keterkejutannya.
"Apa Mas?" tanya Raihanah.
"Hm, sebelum kau pulang, aku minta kau menulis catatan apa saja yang perlu dibeli untuk kebutuhan dapur, nanti malam atau besok pagi-pagi aku bisa berbelanja ke toko atau pasar," jawab Affan.
Raihanah pun mengangguk, kemudian dia segera melepas rok mukenanya dan setelah itu menuju dapur untuk memeriksa apa saja yang perlu dibeli oleh majikannya itu.
"Kau tidak melepas mukenamu dulu?" tanya Affan, Iya menatap miris pada mukena putih yang dikenakan oleh Raihanah di mana sudah ada beberapa sobekan di bagian rendanya.
"Oh, maaf saya sudah lepas kerudung," jawab Raihanah.
"Hm, apa memang benar-benar tidak ada yang boleh melihat rambutmu?" tanya Affan.
"Ada," jawab Raihanah.
"Siapa?" tanya Affan dengan cepat, ada sedikit rasa tidak suka mendengar jawaban dari Raihanah.
"Suami saya," jawab Raihanah.
"Kamu sudah menikah?" tanya Affan dengan cepat, ia dengar dari ibu Laras jika Raihanah belum menikah.
"Maksud saya suami saya kelak, kalau saya sudah menikah," jawab Raihanah.
"Oh," ujar Affan sambil menghela napasnya perlahan.
Kemudian di saat Raihanah tengah mencatat apa saja yang harus ia masukkan ke dalam daftar belanjaan, Affan terus memperhatikan setiap pergerakan asisten rumah tangganya yang begitu cekatan.
Hingga beberapa saat berlalu, tiba-tiba terdengar suara dering ponsel yang cukup legend.
Raihanah pun segera menuju tasnya di ruang laundry dan mengeluarkan ponsel butut yang diikat karet miliknya.
"Maaf sebentar Mas," ucap Raihanah meminta izin. "ada telepon dari tetangga saya, saya khawatir terjadi sesuatu dengan ibu saya, ibu saya sakit."
"Ibumu sakit?" tanya Affan.
Raihanah hanya menganggukkan kepalanya.
"Ya sudah, angkat teleponnya!" ujar Affan.
Raihanah pun segera mengangkat panggilan telepon dari nomor tetangganya. "Halo Assalamualaikum Bu Tiwi," ucap Raihanah.
"Apa? Ibu pingsan? Ya, iya Bu, tolong jaga dulu ibu saya ya, Hanah segera pulang," ucap Raihanah yang kemudian segera mengakhiri panggilan teleponnya. Raihanah langsung terlihat bingung.
"Ada apa dengan ibumu?" tanya Affan.
"Maaf Mas, apa boleh saya pulang sekarang? Ibu saya pingsan, saya khawatir terjadi sesuatu pada ibu," ujar Raihanah.
"Ibumu sedang sakit?" tanya Affan.
"Iya, dia punya sakit jantung," jawab Raihanah.
"Berapa lama kamu sampai ke rumah?" tanya Affan.
"Hm, sekitar 30 menit," jawab Raihanah.
"Kalau begitu, tunggu aku pakai celana panjang, dan bawa peralatanku, biar aku sekalian periksa ibumu, aku antar!" Affan pun segera pergi meninggalkan Raihanah.
"Ya Allah Ibu, semoga ibu baik-baik saja," ucap Raihanah.
Kemudian Raihanah pun bergegas membereskan barang-barangnya dan juga pekerjaan yang ia tinggalkan tadi.
Hingga kemudian setelah selesai, ia langsung melepaskan mukenanya untuk berganti dengan kerudung. Dan saat itu, Affan sudah siap membawa tas dokternya, dan dia terdiam menatap pada mahkuk cantik di depannya.
Rambut lurus Raihanah yang diikat satu ke belakang, warna surai hitam legam itu begitu kontras dengan betapa putihnya kulit Raihanah, seolah membuat wajah Raihanah terlihat begitu bercahaya.
Affan tersadar setelah mendengar Raihanah menutup pintu ruang laundry, kemudian ia menghela napasnya perlahan untuk menetralkan debaran di dalam dadanya.
"Sudah selesai?" tanya Affan, ia sedikit gugup.
"Iya Mas, tapi apa tidak merepotkan Mas Dokter?" tanya Raihanah.
"Tidak, aku dokter, mendengar orang sakit tentu sudah tugasku untuk menolong bukan? Ayo!"
Kemudian mereka pun keluar rumah. Raihanah bingung, dia harus naik di mana.
"Ayo naik, masuk!" ujar Affan yang sudah duduk di kursi kemudinya.
Akhirnya dengan ragu, Raihanah pun masuk mobil, duduk di samping majikannya.
"Sekarang, tunjukkan jalannya!" ujar Affan.