Amira langsung melotot, tidak setuju dengan ucapan suaminya yang asal. Biasanya Ilyas akan menyahut dan kembali nyeletuk, namun Ilyas yang sekarang malah tersenyum. "Sekarang lepas." Bahkan Ilyas menurut, melepaskan dirinya. Amira menatap lega pada suaminya yang sekarang mudah dikendalikan. "Oh iya, Sayang. Kita ngobrol sama Rion dulu ya, baru pulang ke rumah." Amira mengerutkan dahi. "Tumben aku boleh ngobrol sama Rion." Tatapan Ilyas menjadi kesal. "Aku bakal ikut, dan ini mendesak makanya terpaksa." Mendengarnya Amira meraih tangan suaminya, kemudian berakhir dengan saling menggenggam. "Sebagai dokter aku tahu, itu bukan bentuk KDRT." Amira memandang suaminya lama. "Ya, bahkan aku yang bukan dokter saja tahu. Ayunda seperti menampar diri sendiri." Ilyas mengangguk. "Bekas puku