Hati yang patah

2496 Words
Pagi yang cerah dan Edna sudah sampai di kantor. Ia selalu hadir lebih dulu dari yang lainnya dan mulai mencicil kembali pekerjaannya yang belum selesai kemarin. "Selamat Pagi..." sapa seseorang. "Ya?" jawab Edna sambil menoleh kebelakang dan melihat Ghe disana. "Bapak!" ucap Edna kaget dan berdiri mendadak sehingga lututnya membentur meja. "Haduh! "pekiknya kesakitan sambil mengusap lutut. "Kamu gak apa apa?" tanya Ghe sambil membantu Edna duduk di kursinya. "Gak apa apa mas...eh pak..." jawab Edna gugup. Ghe tersenyum manis pada Edna sampai membuat Edna memalingkan mukanya karena malu. "Bisa jalan? Ayo ikut aku, kali aja bisa menghilangkan rasa sakit, ” ajak Ghe tiba tiba. Edna sempat menoleh ke kanan dan ke kiri karena tak percaya Ghe mengajaknya ke suatu tempat. Perlahan Edna mengikuti Ghe menaiki tangga yang bisa diakses dari lorong dimana para BOD berada.Mereka menaiki tangga dan akhirnya Ghe membuka sebuah pintu dan terlihatlah sebuah taman dengan bangku bangku di sebuah rooftop. "Wow!" Edna merasa senang melihat pemandangan dihadapannya. Ghe kembali kedalam sesaat lalu membawa dua cangkir kopi di tangannya. "Duduk sini," ajak Ghe sambil menepuk tempat duduk disampingnya. Dengan ragu Edna duduk di samping Ghe. "Kenapa datang pagi banget?" "Soalnya masih banyak yang harus kerjakan pak. Phase disini cepat sekali, aku masih sulit mengikuti. Jadi biar gak terlalu ketinggalan aku harus datang lebih pagi untuk menyelesaikan semuanya tepat waktu." Ghe tersenyum dan membuat detak jantung Edna berdetak cepat. “Kata Aida, kamu cerita kalau aku galak.Tapi aku harap kamu ngerti kan kalau urusan pekerjaan kita semua harus profesional?" Edna mengangguk cepat. Ghe pun tersenyum lalu berkata “Aku suka potongan rambut kamu yang sekarang. Wajah cantik kamu jadi kelihatan." Wajah Edna terasa memanas. Saking gugupnya ia sampai tak bisa mengatakan terimakasih. "Mungkin jika kita sedang berdua kamu cukup panggil aku mas saja," "Nggak ah, nanti aku keceplosan..." "Coba bilang,... mas..." "Ih genit!" Ghe tertawa. “Setiap hari aku memang datang sepagi ini, malas menghadapi macet." "Setiap hari menikmati tempat ini dong?" "Setiap pagi dan aku usahakan di sore juga." Edna tersenyum mendengar jawaban Ghe. Ia masih bingung dengan sikap Ghe yang tiba tiba baik padanya. "Kenapa?" tanya Ghe tiba tiba saat melihat Edna melamun. "Nggak, cuma bingung kenapa tiba tiba diajak ke tempat ini. Bukannya karyawan gak boleh masuk sini ya?" Ghe tersenyum. "Soalnya dari pertama kali kamu masuk, kamu seperti menghindari aku. Diluar kita adalah atasan dan bawahan, bagaimanapun kita sudah kenal lebih dulu. Boleh dong berteman?" "Iya boleh..." jawab Edna lugu dan merasa senang karena masih ada orang masih mau memperhatikannya dan mengingatnya dengan baik. *** Sudah dua bulan ini Edna mulai menikmati hidupnya. Menenggelamkan diri dalam pekerjaan dan sibuk dengan dirinya sendiri. Hari ini Edna masih berada di kantor walau waktu sudah menunjukan pukul 9.30 malam. "Ed," sapa Ghe tiba tiba disisi Edna yang tinggal sendiri di ruangan itu. "Mas?" balas Edna kaget karena Ghe menemuinya. "Masih disini?" "Iya, soalnya report ini akan dipakai untuk closing besok. " "Oke..." "Mas Ghe gak pulang?" "Aku tunggu kamu saja… kita pulang bareng." "Eh, gak usah mas, aku bisa pulang sendiri kok." "Terusin kerjaan kamu...perintah atasan," ucap Ghe tak ingin dibantah. Edna pun meneruskan pekerjaannya dan 15 menit kemudian selesai dan melangkah mengikuti Ghe.Ia tak menyangka Ghe ternyata pembicara yang baik. Ia bisa membuat Edna merasa nyaman dan menjadi dirinya sendiri dan menjadi Edna yang cerewet. Di rumah, malam itu Aida sedang menemani Dru yang masih menyelesaikan pekerjaannya sambil menonton tivi saat mobil Ghe masuk kedalam halaman. Mereka berdua menoleh kearah jendela saat melihat lampu mobil. Spontan Aida langsung bergerak mengintip dari balik jendela dan melihat Ghe dan Edna turun dari mobil. "Terimakasih untuk tumpangannya ya mas Ghe," ucap Edna berpamitan. Ghe pun mengangguk dan hendak masuk kedalam mobil saat Aida memanggilnya setengah berteriak. "Mas Ghee ..." "Hai dear, apakabar?" sapa Ghe sambil memberikan kecupan di pipi kanan kiri Aida. Melihat Aida menyambut Ghe, Edna memutuskan untuk masuk kedalam rumah, karena ia tahu itu akan jadi percakapan yang panjang. Edna tersentak saat melihat Dru tengah duduk di depan laptopnya dan tak sengaja mereka beradu panjang. "Lembur?" tanya Dru datar "Ya. Aku masuk ya mas, cape banget," pamit Edna bergerak mundur saat ia mengambil air minum dan Dru juga melakukan hal yang sama sehingga Edna tak sengaja menabrak Dru. "Okay. Have a nice dream," ucap Dru lembut sambil mengacak rambut Edna yang membelakangi tubuh Dru. Edna sempat tertegun sesaat kala Dru menyentuh rambutnya. Entah mengapa, tiba-tiba ia merindukan sentuhan ringan seperti itu. "Ohya Ed,... piyama kamu," panggil Dru seolah mengingat sesuatu lalu mengambilnya dari dalam tasnya yang besar. Saat Edna hendak mengambilnya, Dru menahan plastik berisi piyama itu di dadanya. “Atau mau disimpan dirumah aja?Jadi besok besok ada baju ganti?" goda Dru. "Idih, apaan sih mas Dru?! Ini gara kalian berdua si pemabuk yang gak pada bisa minum!" gerutu. Edna sambil mengambil plastik dari dekapan Dru sambil melirik ke arah Aida yang baru masuk. "Udah wangi kann piyamanya?"tanya Edna sambil mencium cium piyama yang sudah bersih itu. "Udah...wangi aku..." Dru berkata sambil meneruskan pekerjaannya. Wajah Edna terasa panas dan ia pun cepat cepat meninggalkan Dru dan Aida. Sesampainya dikamar, perlahan Edna mencoba mencium piyamanya. Ternyata wanginya hanya wangi softener biasa. Tiba- tiba seseorang mengetuk pintu kamar Edna. Edna membuka pintu dengan cepat dan melihat Dru yang berdiri didepan kamar nya sembari memberikan sebuah kotak kecil berisi parfum yang masih baru. "Pake ini, kalau masih bau amis bekas muntah," ucap Dru lalu melangkah pergi saat Edna menerima hadiahnya. "Mas Dru baik bangett deh!” ucap Edna senang. Dru tetap berjalan meninggalkan Edna berdiri didepan pintu. Hati Edna berbunga bunga mendapatkan hadiah barunya. Kali ini ia tak bisa membedakan apakah ia senang karena mendapatkan parfum baru atau karena Dru yang memberikannya. *** Pagi pun menjelang dan penuh keceriaan untuk Edna. Sesampainya di kantor, Edna tak sengaja ia bertemu dengan Ghe. "Yah, dia lagi dia… kita pulang kerumah apa tinggal disini sebenarnya sih Ed?" goda Ghe. "Nginep," jawab Edna sambil tertawa. "Ayo ngopi," ajak Ghe seperti biasa. Edna pun berjalan mengikuti Ghe. Kini mereka berdua punya kebiasaan baru jika bertemu setiap pagi. Ngopi bersama untuk beberapa saat di rooftop kantor. "Wangi kamu enak pagi ini… seger.. sensual." "Masa sih?" "Persiapan mau ketemu pacar abg kamu ya? Kapan dia datang?" tanya Ghe. "Hari ini udah di jakarta, tapi aku baru ketemu dia besok siang. Sekalian datang ke acara kawinan keluarganya." "Hmm, mau minta di kawini juga?" "Nggak lah. Lagian dia masih belum lulus kuliah dan aku juga gak yakin kalau mau nikah sama dia." "Kenapa?" "Mau cari yang lebih dewasa aja..." "Aku dong?" "Beda kita 11 tahun, kamu bukan dewasa tapi tuwa.. hahaha." Ghe dan Edna pun tertawa bersama. Hari ini semuanya Indah buat Edna. *** Edna sibuk mengeluarkan isi lemarinya dan mencari pakaian yang cocok untuk menghadiri acara pernikahan salah satu keluarga Riko. Iya, Riko sudah sampai di Jakarta dan hari ini mereka berjanji untuk bertemu bahkan Riko akan menjemput Edna dirumah. Lemari baju Aida pun sampai ia ikut bongkar untuk mencari pakaian yang pantas. Edna baru saja selesai mandi, saat handphonenya berdering nyaring dan mengangkatnya dengan terburu buru. "Okay, 10 menit lagi aku selesai," ucap Edna cepat lalu mematikan handphonenya. Setelah yakin dirinya cukup cantik, Edna segera bergegas pergi menemui pria muda yang tinggi dan berwajah ganteng sedang menunggunya sambil melihat lihat ruangan. Setelah hampir 8 bulan tak bertemu Riko seolah tumbuh semakin dewasa dan tampan. Riko. Betapa bangganya Edna merasakan mendapatkan bibit unggul atas pilihannya. Selama acara pernikahan, Edna mendapat banyak pujian dari banyak orang. Wajahnya yang segar tak terlihat bahwa ia jauh lebih tua dibandingkan Riko. "Aku masih ingin bersama mbak Et,” rajuk Riko saat Edna memintanya mengantarkan pulang. "Gimana kalau aku ganti baju dulu? Rasanya gak enak kalau pake dress kalau jalan jalan." Riko pun mengangguk setuju dan mereka berdua kembali ke tempat kediaman Edna. Waktu menunjukan pukul 4 sore saat Edna dan Riko sampai dirumah dan Dru baru saja datang dan sedang meminta dibuatkan makanan pada Mbak Wiwit. Tiba-tiba matanya tertuju pada Edna yang baru masuk meninggalkan ruang tamu. Edna terlihat cantik saat itu mengenakan Dress dengan high heelsnya. "Hai Ed, baru pulang dari mana? Cantik banget hari ini," puji Dru sambil memasukan tangannya kedalam celana. Edna hanya tersenyum dan meninggalkan Dru tanpa berbicara apa apa. Ia ingin segera membersihkan dirinya lalu pergi jalan-jalan bersama Riko. Dalam waktu 15 menit Edna pun sudah siap. Ia sudah berganti pakaian dengan tshirt dan celana jeans.Tapi saat sampai di ruang tamu ia tak menemukan ada Riko disana. Ruang tamunya tampak kosong. "Lihat tamuku gak mas?" tanya Edna heran sembari mencoba menghubungi Riko tetapi selalu dimatikan oleh Riko. Dru hanya mengangkat bahu lalu pergi meninggalkan Edna yang sibuk menelpon. Edna terus berusaha menelpon Riko sampe akhirnya Riko mengangkat teleponnya. "Dimana kamu? Aku susul ya..." ucap Edna lega. "Nggak usah mbak!" terdengar suara Riko sedikit ketus. "Loh kok gitu? Kenapa?"Edna balik bertanya dengan bingung. "Lebih baik kita gak usah ketemu lagi!” "Kok gitu Rik? Ada apa? Kok tiba-tiba kamu berubah?" "Saya gak akan ganggu mbak Edna lagi. Ternyata mbak Edna sudah punya tunangan.Tega kamu mbak!" "Hah? Tunangan? Siapa yang bilang?! Kok aku sendiri gak tau kalau punya?!" "Sudahlah mbak, kita sampai disini saja. Sakit hatiku mbak," ucap Riko dan langsung mematikan telepon. Edna terus mencoba menelpon Riko tapi selalu di reject. "Mbak Wittt…, " Panggil Edna pada asisten rumah tangga. "Ya mbak ..." "Tamuku tadi ditemani sama siapa?" "Mas Dru, tapi gak lama kemudian pergi. Minumannya saja gak disentuh…" "Mas Druuuu... Kamu ngomong apa tadi sama Riko?!" serbu Edna pada Dru di kamarnya. "Riko? Siapa Riko?" tanya Dru bingung. "Pura pura bodoh lagi! Tamu aku tadi itu namanya Riko! Dia pacar aku!" "Hah? Pacar kamu masih anak anak?!" "Udah, gak usah ngalihin perhatian.Kamu ngomong apa sama dia?!" "Aku cuma tanya, tunangannya Edna sudah tahu apa kalian mau pergi berduaan? Terus dia kaget dan tanya aku siapa dan tunangan kamu siapa?" "Kenapa sih urusan amat sama kehidupan percintaan aku?! Urusan aku mau pacaran sama siapa dan mau serius atau nggak!" ucap Edna benar-benar kesal karena sikap jahil Dru. "Ed, jangan marah gitu dong... Aku cuma bercanda…. gak mungkin dia percaya juga kan?" bujuk Dru saat melihat muka Edna berubah marah. "Kamu keterlaluan! Mau muda sekalipun, Riko itu benar benar sayang sama aku! Gak banyak orang yang bisa menerima aku seapaadanya aku!" ucap Edna mengeluarkan uneg-uneg dihatinya. Suaranya berubah parau karena emosi. "Loh, kamu pikir seisi rumah ini gak bisa menerima kamu apa adanya dan gak sayang sama kamu?" "Kalau perhatian kamu gak bakalan usilin urusan aku jadi ribet begini! Udah deh! Jangan ganggu aku terus!" "Kamu juga keterlaluan Ed, kamu selalu menjauh dari keluarga kamu sendiri! Kamu gak menghargai diri dan kesempatan yang diberikan buat kamu!" "Sembarangan bicara kamu mas!" "Kalau kamu menghargai diri kamu sendiri, kamu pasti sudah berusaha lebih jauh untuk melakukan apapun buat diri kamu maju. Kamu gak capek merengek gak punya apa-apa sedangkan kamu punya lingkungan yang sebenarnya bisa bikin kamu maju?! Kamu gak kasihan sama Tante Rita yang selalu berusaha melindungi kamu dari rasa sulit supaya kamu bisa survive?!" "Akh, sok tau kalian semua soal perasaan aku!" ucap Edna marah sambil melemparkan bantal ke arah Dru dan berjalan keluar dengan kesal dari kamar Dru. "Iya, kami semua sok tahu! Karena kita semua pengen tahu soal kamu!" ucap Dru mengejar Edna yang sedang masuk kedalam kamarnya sendiri. Di saat yang bersamaan Aida baru saja pulang melihat pertengkaran Edna dan Dru di koridor. Ia pun segera menyusul kedalam kamar Edna. "Kenapa? Ada apa?!" tanya Aida khawatir. Melihat Aida ikut masuk, Dru segera mendorong halus Aida keluar kamar Edna dan mengunci pintu kamar Edna. Aida terdiam sesaat dan mencoba menguping dari balik pintu. "Ngapain kamu disini?! Keluar! Gak usah sok perhatian!" usir Edna mulai menangis melihat Dru didalam kamarnya. Edna pun mulai terisak menangis karena marah dan kesal. Dru menarik nafas panjang setelah mengunci pintu kamar Edna. Edna yang tak bisa menahan perasaannya menangis terisak di sudut ranjang. Dru melangkah perlahan dan duduk disamping Edna. "Ed...maafkan aku..." ucap Dru sambil merangkul Edna. Edna mencoba melepaskan rangkulan Dru dengan kasar tapi Dru merangkulnya lebih kuat. "Sana! Gak usah urusin aku!" bentak Edna masih kesal. "Aku minta maaf ya, kita telpon Riko sekarang, kalau perlu ketemuan, biar aku jelasin sama dia," bujuk Dru sambil mencoba memeluk Edna dari belakang. Aida masih menunggu dibalik pintu. Suara percakapan Dru dan Edna mulai tak terdengar, tapi sayup- sayup masih terdengar suara isak tangis Edna. Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Edna dan Dru keluar dari kamar dan langsung berjalan tak mempedulikan Aida. "Mau kemana? Ada apa? Eet kenapa nangis?!" tanya Aida ingin tahu. Tapi Dru terus melangkah sambil menarik tangan Edna dan mereka segera melangkah keluar rumah untuk pergi kesebuah tempat. Di dalam kamar, Dru mencoba menelpon Riko dan mengajak untuk bertemu bersama Edna. Riko tampaknya setuju dan memberikan alamat hotel dimana dia menginap. Sepanjang perjalanan Edna hanya diam dan merengut, sedangkan Dru hanya bisa meliriknya dengan merasa bersalah. Riko menunggu di sebuah cafe tak jauh dari penginapannya. Melihat Edna dan Dru datang, Riko berdiri menyambut. Setelah mendekat Riko segera berkata, "Mas, saya boleh bicara berdua dengan Mbak Edna?" Dru pun mengangguk dan berpindah tempat duduk menjauh. "Riko, maaf kelakuan sepupuku ya...dia bercanda bohongin kamu, aku..." "Mbak,…lebih baik memang kita putus saja…" "Loh ,kok gitu?" “Sebenarnya bukan karena bercandaan sepupunya mbak yang bikin aku mundur … tapi ucapan dia ada benarnya..." "Emang dia bilang apa?" "Akan berat buat mbak menunggu aku … sedangkan usia bertambah terus, aku pun baru mau berusaha untuk masuk dunia baru.” "Tapi, kita belum pernah coba untuk ..." Perlahan Riko menggenggam jemari tangan Edna. "Aku suka dan sayang sama mbak Edna, tapi entah kenapa hari ini rasanya tembok pemisah kita semakin tebal. Tak hanya karena lokasi dan usia tapi juga yang lainnya," ucap Riko perlahan sembari menggenggam tangan Edna erat. Ada rasa sedih dan sakit dihati Edna melihat reaksi Riko. Tenggorokannya terasa tercekat. Ia tak menyangka diputuskan seperti itu rasanya sangat menyakitkan. Padahal dulu ia yang tak pernah berniat untuk serius dengan Riko. "Kalau kita berjodoh…" "Akh!" ucap Edna memotong ucapan Riko. Ia tak ingin mendengarkan kalimat klise seperti itu. Edna pun segera berdiri dan berjalan pergi meninggalkan Riko. "Mbak..." panggil Riko tapi Edna terus berjalan dan tak menoleh lagi meninggalkan cafe. Dru segera menyusul Edna yang pergi dengan gusar menuju mobil. Sepanjang perjalanan Edna hanya diam membisu. Dru yang sedang menyetir pun hanya bisa ikut diam seolah tak ingin mengganggu. Karena tak tahan melihat Edna yang begitu diam Dru menghentikan mobil dipinggir jalan tol. "Ed…” "Gak! Aku gak mau bicara sama mas Dru lagi! "ucap Edna marah. "Gara-gara mas Dru, aku jadi beneran putus sama Riko!" Edna pun keluar dari mobil untuk menenangkan pikirannya. Langit senja yang indah hanya membuat Edna semakin sedih rasanya. Air matanya tumpah tak tertahankan, Edna menangis tersedu-sedu karena merasa sedih dan patah hati. Dru segera keluar dari mobil dan memeluk Edna erat. Edna yang merasa kesal dan marah pada Dru memukul-mukul d**a Dru dengan kedua tangannya sambil menangis. Dru tetap diam dan membiarkan Edna melampiaskan rasa marahnya. Ia benar-benar merasa bersalah pada Edna. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD