Ternyata Aku Orang Ketiga

Perdebatan panjang antara Ibu dan Anak itu masih berlangsung, membuat tetangga kemungkinan ikut mendengarnya, karena mereka tinggal di pedesaan dengan padat penduduk. Seorang wanita parubaya tengah berkoar-koar dan menunjuk seorang gadis yang kini duduk di dekat meja makan, menatap wajah ibunya yang terlihat marah. Bukan itu yang gadis itu inginkan gadis bernama Irene Cantika itu hanya bisa diam seribu bahasa, ia tak bisa mengatakan apa pun karena kegeraman yang ditunjukkan sang Ibu didepannya. Irene menangis didalam kamar hotel, dosa yang benar-benar terlalu besar ada didalam dirinya, menjual diri demi kehidupan yang lebih baik untuk keluarganya. Irene tak menyangka dengan apa yang terjadi dalam hidupnya. Awalnya ia mengira ia akan pergi TKW untuk menjadi salah satu babysitter atau ART di negeri orang, namun ternyata ia salah besar, ia ikut seorang Madam Luna yang menjual wanita pada pria kehausan nafsu. Tak memandang apa yang terjadi, dan tak memandang siapa, yang terpenting mereka dapat memenuhi nafsu lelaki, mereka akan dibayar sesuai dengan apa yang mereka lakukan. Tarif yang sudah ditentukan pun untuk gadis-gadisnya itu diterima Madam Luna. Seorang lelaki menuruni ranjang king size yang ada disebuah hotel bintang lima, Irene baru melayani seorang pria bernama Javendra Alden Greene. Pria yang sudah memiliki istri, namun tak puas dengan istrinya. "Saya sudah membayar ke Madam Luna dengan jumlah yang besar, jadi kamu harus tetap di sini, saya akan datang lagi setelah pulang dari kantor." Javendra mengenakan pakaiannya didepan Irene yang masih menekuk wajahnya seraya menangis. "Saya harus kembali," kata Irene menatap senduh wajah Javendra, pandangannya berusaha ia jaga, jangan sampai melihat bagian bawah Javendra yang masih menjulang. "Saya sudah membayarmu jadi kamu harus tetap di sini, jangan membantah kalau tak mau saya laporkan ke Madam," geleng Javendra. "Saya pergi dulu, jangan kemana-mana. Ada penjaga didepan sana. Jadi, jangan berusaha kabur." Airmata Irene kembali luruh dan kali ini makin deras. Ia tak bisa kemana-mana, pria pertama yang menikmati keperawanannya adalah Javendra, dan hanya pria itu yang begitu kecanduan akan tubuhnya, dan hanya pria itu yang ia layani, itu ekslusif perintah dari Madam Luna. Ia tak boleh melayani siapa pun selain Javendra. Ketika teman-temannya berpindah dari satu lelaki ke lelaki lain, Irene bersyukur hanya melayani Javendra, jadi tubuhnya tak sepenuhnya tergadai oleh kepuasan lelaki lain. Irene memiliki seorang kekasih yang begitu ia cintai, tapi apakah kekasihnya akan menerima tubuhnya yang kotor ini? Bagaimana jika nantinya semua hal yang sudah ia rencanakan akan menjadi hal yang paling menyakitkan untuknya? Irene dan kekasihnya punya impian besar akan melangsungkan pernikahan setelah ia pulang dari luar negeri, namun hal yang tak terduga terjadi, harus terjebak dengan pria yang sudah memiliki istri dan hanya membutuhkan wanita sebagai pemuas nafsunya saja. *** Awal mula Irene meninggalkan Indonesia (Flashback) "Kamu hanya memiliki dua pilihan, Irene, kamu harus menjadi TKW dan ikut Madam Luna, atau kamu harus menikah dengan Juragan Hasim, karena hanya itu satu-satunya cara kita terbebas dari hutang piutang, Ibu gak mungkin diam saja. Kita gak punya apa pun lagi. Ayahmu tiap hari menjual semua yang berharga di rumah ini, hingga tak ada lagi yang berharga yang bisa kita jual untuk memenuhi kebutuhan kita. Kamu lihat tidak ada lagi beras atau makanan lain yang bisa kita makan untuk malam ini, karena uang sudah habis, ayahmu juga menafkahi kita jika dia menang judi, kalau dia kalah, kita akan mengikat perut. Apakah kamu tega, Nak? Sementara hidup kita seperti ini?" Irene terdiam dan ia menurunkan pandangan. Ibunya berdiri dihadapannya, sementara ia hanya bisa duduk dengan memainkan kukunya. Irene punya apa? Ia tidak punya apa pun selain tubuh dan harga diri. "Bu, Irene akan ngomong ke Ayah," kata Irene. "Ngomong ke ayahmu? Kamu mau menghabiskan air mulutmu? Dia itu udah kecanduan judi, dia bisa menjual ginjalnya demi judi." "Terus apa yang harus Irene lakukan?" "Kamu punya tubuh yang bagus dan punya kulit yang putih. Hanya itu yang kita miliki sekarang, kalau gak memiliki itu, kita gak akan punya apa pun lagi. Kamu hanya bisa mengandalkan tubuhmu dan kecantikanmu bekerja menjadi seorang TKW. Pasti kamu akan mendapatkan pekerjaan bagus dilihat dari tubuh dan kecantikanmu." "Apakah dengan tubuh yang indah dan wajah yang cantik akan membuat Irene mendapatkan pekerjaan yang layak?" "Iya. Hanya dengan itu. Dua adikmu yang masih kecil dan masih membutuhkan makanan tambahan, sementara kita tidak memiliki apa pun. Menikahlah dengan Juragan Hasim atau pergi lah TKW. Karena Madam Luna akan memberikan uang itu kepada kita dan melunasi hutang-hutang kita. Sebagai bayaran awal kita. Tidak ada kan pekerjaan seperti yang Madam Luna janjikan? Memberikan uang dimuka dan memberikan kepercayaan di awal." "Tapi, Irene takut, Bu," lirih Irene. "Apalagi yang kamu pikirkan? Ibu dan Ayahmu sudah menghabiskan banyak uang dan tenaga membesarkanmu, jadi balas budi baik Ibu dan ayahmu," kata sang Ibu membuat Irene menundukkan kepala. Memang benar. yang terbaik saat ini adalah membalas budi baik ibu dan ayahnya. Dua pilihan itu tidak ada yang di inginkan Irene, bekerja menjadi TKW dan jauh dari orangtuanya. Sementara menjadi istri dari kakek tua itu pun lebih parah, ia harus menjadi istri muda dan melayani hasrat dan nafsu kakek tua itu. Jadi, Irena hanya memiliki satu pilihan yaitu pergi menjadi TKW. Tapi, apakah ia sanggup meninggalkan Indonesia dan mengadu nasib di negeri orang? Namun, pendidikan yang ia miliki hanyalah bisa tergadai diluar negeri. "Baiklah, Bu, kalau memang hanya Irene yang bisa menentukan pilihan agar Ibu dan Ayah, juga adik-adik hidupnya lebih baik, Irena mau menjadi seorang TKW. Irene akan pergi dan rajin mengirim uang ke Ibu dan Ayah." "Benarkah? Jadi, kamu setuju, Nak?" tanya Ibunya. "Irene setuju, Bu," jawab Irene dengan helaan napas halus. Siapa yang menginginkan itu? Irene tidak punya masa depan yang bagus, Irene bukan dari keluarga yang kaya raya, bahkan jauh dari kata sederhana. Irene juga tidak memiliki pendidikan yang bisa ia banggakan, dan Irene tidak punya kehidupan yang baik. Jika bukan ibunya yang menentukan jalan Irene, siapa lagi? Irene hanya lah wanita yang bergantung pada keluarganya tak punya apa-apa untuk mempertahankan hidupnya. Semua bergantung pada ibunya dan wajib baginya untuk mengikuti kemauan ibunya. Raniya menitikkan airmata, andai ia dikuliahkan sudah pasti nasibnya tak akan seperti ini, namun karena biaya semua hal yang sudah ia rencanakan menjadi petaka dalam hidupnya.