Bab 1 Laura anak pemilik kebun karet.
Gemericik suara sungai mengalir dibelakang rumah seorang gadis Desa. Disertai rintik hujan yang membasahi dedaunan. Kala itu memang bertepatan dengan musim penghujan. Gadis cantik dengan rambut panjang sebawah bahu dan hidung mancung serta pawakan yang aduhai, menambah lengkap kulit tubuhnya yang kuning langsat khas gadis Desa yang tidak pada umumnya. Gadis itu tengah menatap keluar dari jendela kamarnya. Disana nampak hijau segar, rumah kayu yang sudah langka namun tetap terjaga keindahannya. Bisa dibilang rumah keluarga gadis itu adalah salah satu yang paling bagus saat itu di Desanya. Ya...gadis tersebut adalah Laura. Ia baru tamat SMA beberapa bulan yang lalu, namun dilingkungannya jarang ada yang melanjutkan ke jenjang sekolah lebih tinggi, atau kuliah. Disana lebih sering menikah dini atau sekedar membantu keluarganya di ladang atau di toko serta pasar jika keluarganya memiliki kios dipasar atau toko dirumah. Serta hanya menunggu jodoh atau dijodohkan keluarganya saja.
Sedangkan Laura sendiri adalah seorang anak pemilik perkebunan karet. Jadi tidak perlu bersusah payah untuk melakukan hal-hal yang gadis seusianya lakukan. Laura juga pandai bergaul, sehingga ia mempunyai banyak teman, namun yang paling akrab dengannya hanya Cindi. Gadis itu adalah anak Kepada Desa, namun keduanya sangat akrab. Laura mempunyai seorang kakak laki-laki, Davian Putra namanya, kakaknya juga masih melajang diusia yang sudah matang untuk berumah tangga, yaitu usianya dua puluh empat tahun. Sedangkan Laura saat itu masih berusia menginjak sembilan belas tahun. Gadis itu tumbuh menjadi gadis rupawan, ditambah lagi ia adalah anak orang terpandang. Membuat beberapa anak muda yang ada di Desanya berpikir puluhan kali hanya untuk meminangnya, dan akhirnya memilih mundur begitu saja, dan memilih standar yang ada dibawah Laura.
"Tok, tok, tok." Terdengar ketukan dari luar pintu kamar gadis itu. Laura segera menoleh dan menengok kearah sumber suara.
"Nak kamu didalam?" tanya ibunya yang rupanya berada diluar pintu kamar gadis itu.
"Iya bu...ada apa? masuk aja..." ucap Laura pada ibunya. Dan segera saja pintu itu terbuka dari luar, ibu Laura masuk dengan senyum hangat yang tersungging dibibirnya.
"Ada Cindi tuh diluar nungguin." Ucap ibu Laura pada anak gadisnya.
"Aku ajak masuk deh buk...diluar lagi hujan...akh anak itu ngapain juga datang hujan-hujan begini sih..." ucap Laura yang lalu beranjak pergi dari tempatnya berada. Ia segera melewati ibunya dan bergegas menuju kedepan, dimana diteras depan rumah sudah ada Cindi yang menungguinya duduk di salah satu kursi yang ada diteras rumah. Teras rumah yang luas seperti balai Desa. Sengaja keluarga Laura mengaturnya sedemikian rupa biasanya untuk pertemuan ayah dengan para pemanen kebun karetnya.
"Ada perlu apa sih? tumben hujan-hujan nekat." Ucap Laura pada sahabatnya itu.
"Lagi bosan nih...eh...tapi boong! sini deh aku mau kasih tahu kamu hal penting." Ucap Cindi pada sahabatnya itu.
"Penting apaan? jangan bilang kalau kamu mau ke Kota ninggalin aku buat kuliah ya!" ucap Laura dengan penasarannya.
"Hemmz...aku sudah metok otaknya buat mikir...cari suami aja yang kaya dan bisa ngidupin aku nanti. Kayak mas Davian tuh..." ucap Cindi dengan asal-asalannya.
"Kejar aja itu masku, boleh kok kalau kamu mampu!" tawa Laura dengan renyahnya, dimana memang belum ada gadis yang mampu menarik perhatian kakak kandungnya itu.
"Oke, awas ya...aku pastikan nggak akan mundur untuk mengejar mas Davian. Liat aja ntar!" ucap Cindi dengan sungguh-sungguh.
"Jadi kesini cuma mau koar-koar kalau mau ngejar kakak aku nih?" tanya Laura pada sahabatnya itu. Membuat Cindi tersadar dengan apa yang akan ia katakan pada sahabatnya itu.
"Eh....enggak Ra...tahu nggak! niat aku kesini tuh...mau ngasih tahu...jika besok ada rombongan KKN dari Kota, mereka bakalan nginap di Balai Desa dan juga balai rumah aku. Wah...pasti bakalan seru." Ucap Cindi dengan antusiasnya saat bercerita. Namun Laura masih belum bisa mengerti kenapa gadis itu mau mengatakan hal itu padanya.
"Mau kamu apaan sih Cin? mau nyuruh aku bantu-bantu disana apa gimana?" tanya Laura pada gadis itu.
"Astaga nianak...kalau polos kenapa sampai kebangetan begini ya? yakali Ra aku nyuruh kamu bantu-bantu, aku sendiri aja nggak ikut ngebantu, gimana sih!" ucap Cindi dengan dengusan kesalnya, dimana saat itu sahabatnya kurang tanggap.
"Apaan sih?" tanya Laura pada gadis disampingnya itu.
"Ya pastilah ada cowok kerennya lah Ra...tuh...ayah aku dapet fotonya kemarin...sama nama-namanya yang mau nginap di balai rumah aku, waaah kamu tahu...ganteng semua tahu nggak!" ucap Cindi pada sahabatnya itu. Namun gadis itu tidak menyadari jika saat itu Laura malah memasang tampang wajah yang merengut dan tidak menyenangkan.
"Lah kok malah merengut gitu sih? kenapa?" tanya Cindi pada sahabatnya itu.
"Kamu tu ya! tadi bilang mau ngejar kakak aku! eh...sekarang udah oleng aja ke anak KKN, gimana sih!? serius nggak!" ucap Laura pada sahabatnya itu. Dan hanya dibalas dengan senyum kecut yang Cindi paksakan.
"Iya, iya, iya...tetap lah mas Davian yang utama, akh kamu ma Ra...nggak bisa diajak bercanda!" ucap Cindi dengan candanya.
"Yakali kakak aku kamu buat bercanda! awas aja Cin...aku pantau selalu pokonya!" ucap Laura dengan seriusnya.
"Iya, iya, iya, udah dijamin pokoknya...mas Davian ajalah aku." Ucap sahabat Laura itu.
Hingga tetlihat ibu dari Laura datang dengan membawakan cemilan pisang goreng dan juga air jeruk peras hangat untuk Laura dan sahabatnya itu. Karena ibu Laura tahu jika saat itu hawanya dingin, dan memberikan minuman yang hangat untuk anak gadis dan juga sahabat baiknya. Hingga ketiganya berbincang-bincang siang menjelang sore itu. Udara masih sama, lembab dan terkesan berhawa dingin. Rintik hujan pun masih belum juga Reda, terlihat payung yang Cindi bawa tadi sudah mulai mengering, namun hujannya malah kian lebat saja saat itu.
"Nak Cindi sekalian mau makan malam disini?" tanya ibu Laura pada sahabat baik anak gadisnya.
"Nggak usah bu...Cindi pulang aja...makan dirumah..." ucap gadis itu dengan ramahnya.
"Yaudah kalau gitu ibu tinggal dulu ya, mau nyiapin air hangat untuk ayah Laura mandi nanti kalau pulang." Ucap ibu Laura yang lalu pergi dari hadapan kedua gadis tersebut. Dan keduanya pun melanjutkan perbincangan ringan antara kedua sahabat disana. Sampai hujan mulai mereda dan berhenti.
"Ra...aku balik dulu ya kalau begitu, besok main lagi..." ucap Cindi pada sahabatnya, yang lalu pergi meninggalkan rumah Laura setelah mendapat anggukan dari sahabatnya itu.
Kedua gadis itu tidak tahu, jika saat itu juga dirumah Cindi atau dirumah Pak Kades tengah kedatangan dua tamu anak KKN yang rencananya datang besok tapi memilih untuk datang hari itu hanya berdua saja. Dan esok baru tiba rombongan yang sebenarnya. Keduanya sengaja mendahului.