28-Gagal Kencan

1222 Words
Virgo sedang asyik bermain gitar di atas ranjang. Setiap habis belajar, dia selalu menyempatkan diri untuk bermain gitar. Sebenarnya dia tak pandai memainkan alat musik itu. Hanya sekadar hobi dan untuk membunuh kejenuhan. Drtt!! Getar ponsel itu membuat perhatian Virgo teralih. Cowok itu mengambil ponsel dan melihat nama Auryn. Auryn: terus siapa yang mukulin lo? Virgo membuang napas panjang. Dia kira cewek itu tak akan mengganggunya seperti saat di sekolah. Ternyata sampai malam ini pun cewek itu masih mengganggu. Virgo dengan cepat membalas chat itu dan berharap Auryn tak akan bertanya lagi. Virgo: pacar lo. Setelahnya Virgo kembali memetik gitar. Tapi bayangan saat ada cowok yang memukulnya langsung menyelinap. Dia tak tahu cowok itu siapa, tapi dari nama di belakang seragam tertulis Redo. Virgo sendiri tak tahu Redo itu siapa, anak kelas apa dan pacar Auryn atau tidak. Tak penting juga menghafal orang-orang seperti Redo. Tapi ada yang mengganggu pikiran Virgo, kenapa Auryn malah menyebut Yohan. Siapa lagi itu? Virgo nggak kenal. Setahunya anak sekelasnya tak ada yang bernama Yohan. Teman-temannya yang sering ke perpustakaan juga tak ada yang bernama Yohan. Drtt!! Getar ponsel itu kembali terdengar. Virgo berharap bukan cewek berbando pink yang mengubunginya lagi. Tangan Virgo menggapai benda itu, dan harapannya tak terwujud. Auryn: nah iya Yohan kan? “Ngotot banget Yohan,” gerutu Virgo. Tak lama Virgo menemukan jawabannya. Apa mungkin cewek itu punya dua pacar? Virgo geleng-geleng, sepertinya Auryn memanfaatkan kecantikannya untuk hal-hal yang negatif. Virgo lalu meletakkan ponselnya lagi. Tak ingin meladeni Auryn dan tak ingin ikut campur urusan gadis itu. Namun tak lama kemudian, getar ponsel itu kembali terdengar. “Hah!!” Virgo menggeram. Tangannya kembali mengambil benda itu dan melihat pesan dari Auryn lagi. Auryn: BALES WOY! JANGAN DI READ DOANG! Bukannya menurut, Virgo malah mematikan ponselnya. Cowok itu lalu melanjutkan bermain gitar. Dia tak peduli dengan Auryn. Malam ini Virgo hanya ingin tenang.   ***   “Biar gue yang bayarin.” “Gak usah!!” “Tapi gue kan pacar lo!” Auryn menoleh dengan pandangan lelah. Membuat Redo seketika bungkam. Cowok itu menghela napas panjang lalu menjawab. “Ryn. Nggak ada salahnya gue bayarin lo. Itung-itung tanda permintaan gue.” “Terima kasih,” Auryn menerima uluran belanjannya. Dia balik badan meninggalkan Redo yang masih berjalan di kasir. “Ryn!” panggil Redo. Cowok dengan t-shirt dengan gradasi abu-abu, orange dan navy keluaran Mango itu berjalan cepat menyejajarkan Auryn. Redo lalu menarik pergelangan cewek itu. Tapi dengan cepat Aury menepis. “Gue masih kesel ke lo!” jawab Auryn tanpa menoleh. “Ya udah gimana kalau gue traktir sebagai permintaan maaf?” “Maaf gue nggak bisa lo balas dengan traktiran.” Setelah mengucapkan itu Auryn naik eskalator. Dia kesal dengan pacar keduanya itu yang tiba-tiba muncul di rumah. Sejak semalam Redo mengajak Auryn untuk pergi bersama, tapi gadis itu menolak. Karena tak terima dengan penolakan Auryn, Redo sengaja ke rumah Auryn tanpa meminta persetujuan. Membuat gadis dengan rambut dicepol itu marah. “Ryn! Maaf dong. Janji deh lain kali nggak bakal gitu aja ke rumah lo,” kata Redo mengejar Auryn yang telah turun dari eskalator. Auryn menghentikan langkah lalu menoleh menatap Redo saksama. “Bisa lo pegang omongan lo?” Redo mengangguk mantap. Jika tahu akibatnya seperti ini, dia tak akan mengulangi ke rumah Auryn tanpa persetujuan. Sungguh, membuat marah Auryn adalah rencana paling akhir dalam hidupnya. “Janji, Sayang.” “Gak usah gombal,” jawab Auryn lalu melanjutkan langkah. Di belakang Auryn, Redo geleng-geleng. Cowok itu kadang aneh dengan dirinya sendiri yang menyayangi Auryn si gadis cuek itu. Bahkan Redo rela menjadi yang kedua. Namun, Redo tahu pasti. Hatinya lah yang menginginkan Auryn. “Beli ice cream mau, Ryn?” tawar Redo saat mereka melewati kedai es cream. Auryn menoleh, melihat kedai dengan banyak pembeli yang mengantre. Senyumnya seketika mengembang. Dia ingin mengerjai Redo. “Ya udah beliin. Tapi lo yang antre. Gue tunggu di food court,” setelah mengucapkan itu Auryn melangkah menuju food court. Demi agar gadis itu tak ngambek, Redo menurut. Cowok itu mendekat ke kedai dan mengantre. Seumur-umur, baru kali ini dia jarang mengante. Jika dia menginginkan sesuatu pembantunya yang dia suruh menganre. Dia tinggal terima jadi. Dari kejauhan Auryn melihat Redo yang berbaris dengan pemberi lainnya. Gadis itu terkikik. “Rasain lo, emang enak,” maki Auryn. Dia tahu kebanyakan lelaki tak bisa sabar saat mengantre, seperti Andreas. Redo membuang napas pelan. Belum sampai lima menit berdiri, dia sudah kehilangan kesabaran. Dia ingin langsung menerobos, tapi tak ingin membuat keributan dan mengakibatkan Auryn semakin marah. Arah pandang Redo lalu tertuju ke Auryn. Gadis berkaos hitam yang ditutup dengan jaket jeans berwarna denim itu terlihat sibuk bermain ponsel. Redo geleng-geleng melihat Auryn yang selfie itu. “Maju. Maju!!” Seruan dari belakang membuat perhatian Redo teralih. Cowok itu menghadap depan dan beberapa orang di depannya sudah menghilang. Tak ingin diserobot cowok itu mendekat lalu memesan ice cream. Butuh waktu lebih dari sepuluh menit untuk mendapatkan dua ice cream cokelat dengan toping almond. Redo berjalan dengan dua ice cream di kedua tangannya. Dia mengulurkan ke Auryn setelahnya duduk di samping gadis itu. “Antrenya lima belas menitan. Makanya lima menit paling juga habis,” kata Redo sambil menjilat ice cream-nya. Auryn mulai memakan ice cream-nya itu. Dia lalu menatap Redo yang mengusap peluh. “Nyesel?” Redo menggeleng tegas. Dia merasa Auryn akan marah jika dia menjawab ‘iya’. Yah padahal Redo cukup sebal juga sih. Tapi dia tak mau jujur. “Nggak sama sekali kok. Apa sih yang nggak buat lo.” “Gak usah gombal. Gue jadi pengen muntah,” kata Auryn memutar bola matanya malas. Entah sudah berapa kali Auryn mendengar cowok itu menggombalinya. Di rumah, dia mendengar papanya menggombal ke mamanya. Dia juga sering mendengar Andreas menggombal ke gebetan lelaki itu. Hal itu membuat Auryn sangat bosan dengan gombalan lelaki. “Habis ini nonton yuk. Mumpung di mal,” ajak Redo. Auryn mengangguk. Tak ada salahnya dia menonton film. Daripada pulang dan melihat keromantisan kedua orangtuanya. Membuatnya iri saja. “Oke deh,” jawab gadis itu. Senyum Redo mengembang. Dia mengulurkan tangan ke puncak kepala Auryn dan mengusap rambut gadis itu sayang. “Manis banget sih. Jadi makin sayang.” “Gombal lagi,” jawab Auryn tak tahu lagi harus menjawab apa. Gadis itu lalu mengalihkan tatapannya. Melihat stand di foodcourt yang dipenuhi dengan pengunjung. Malam minggu seperti ini tak ada mal yang tak ramai. Membuat Auryn harus waspada, takut teman sekolahnya ada di tempat ini juga. Sedangkan Redo sama sekali tak memikirkan hal itu. Cowok itu duduk sambil menatap Auryn. Lalu senyum cowok itu tak hentinya mengembang. Kadang Redo berharap jika Auryn hanya miliknya, bukan milik Yohan. “Ya udah yuk!” ajak Auryn lalu berdiri. “Sini gue bawain belanjaannya.” Tangan kanan Redo merebut belajaan dari tangan Auryn. Redo membimbing gadis itu agar berjalan di sampingnya. “Kenapa sih nggak mau gue belanjain?” tanya Redo ingin tahu. Auryn melirik sekilas lalu mengangkat bahu pelan. “Ya males aja. Gue bukan cewek yang gampang disogok.” “Kan gue nggak keberatan kalau lo belanja. Gue bayarin.” Kalimat itu membuat Auryn memutar bola matanya malas. Redo kembali congkak. Keduanya lalu berjalan ke arah bioskop di bagian pojok. Saat melihat gadis dengan rok denim seketika Auryn menghentikan langkah. Ini tidak baik. “Do. Balik, Do. Ada tuh cewek.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD