“RYN! LO BISA NGGAK, NGGAK NYARI GARA-GARA!”
“KOK GUE SIH!!” jawab Auryn tak terima.
Virgo menatap Seika dan menenangkan gadis itu. Virgo lalu membimbing Seika kembali ke kelas gadis itu di lantai bawah.
Sedangkan Auryn semakin kebakaran jenggot karena melihat sikap tak acuh Virgo. Auryn lalu melihat kertas jawabannya yang terdapat noda kopi. “Sialan!”
“Kak. Gue nggak sengaja,” kata Seika setelah sampai kelas.
Respons Virgo hanya anggukan. Dia tak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Tapi dia tahu kalau Seika bukan tipe gadis yang selalu mencari masalah.
“Gue balik ke kelas.”
Virgo lalu kembali ke kelasnya. Sedangkan Seika masih berdiri di depan kelas dan terisak pelan.
Sampai di kelasnya, Virgo melihat Auryn yang kembali duduk belakang. Cowok itu berjalan mendekat dan berdiri di samping Auryn.
“Lihat kertas lo.”
Auryn mendongak. Dia melengos melihat Virgo. Tanpa mengikuti permintaan cowok itu, Auryn lalu bertopang dagu.
“Nanti gue bantuin,” kata Virgo sambil berlalu.
“NGGAK PERLU!!”
Kemarahan masih menguasai Auryn. Dia masih sebal kerja kerasnya tak membuahkan hasil, malah tertumpah kopi. Selain itu Auryn juga menyesal kenapa minta tolong Virgo. Arah pandang Auryn lalu tertuju ke Virgo, cowok itu menatap ke belakang. Membuat tatapan keduanya bertemu.
Auryn melengos lalu melihat kertasnya yang belum mengering. Cewek itu membuang napas panjang. Terpaksa dia harus menyalin tugas ini lagi. Untung masih ada waktu.
***
Harusnya saat tugas belum selesai, maka segera harus dikerjakan. Baru setelah itu bersenang-senang atau melakukan hal lain. Bukan malah bersenang-senang atau bengong seperti yang dilakukan Auryn.
Gadis dengan seragam biru dongker dengan bawahan kotak-kotak biru itu berdiri di depan pembatas. Dia bertopang dagu sambil memperhatikan lapangan basket dari lantai tiga. Dari posisinya dia bisa melihat dua pacarnya itu asyik mengoper dan menangkap bola.
“Dor!!”
Kagetan itu membuat Auryn tersentak. Dia mengalihkan pandangan dan melihat Wiska berdiri dengan senyum jail.
“Bengong mulu,” kata Wiska. “Tumben nggak ke kantin.”
Auryn menggeleng pelan. Gimana mau ke kantin, Yohan saja latihan basket. Ke kantin sendiri jelas Auryn enggan. Untungnya dia terbiasa sarapan. Jadi di saat tak ada teman yang diajak ke kantin dia tak akan kelaparan.
“Tanding berapa lama sih? perasaan anak basket latihan mulu,” kata Wiska sambil bertopang dagu, mengikuti gaya Auryn.
“Nggak sampai sebulan mereka tanding. Habis UAS pokok,” jelas Auryn tanpa menatap lawan bicaranya.
Dari posisinya, Auryn bisa melihat Yohan yang mengangkat tinggi-tinggi karena berhasil mencetak point. Gadis itu lalu melambaikan tangan saat Yohan mendongak ke arahnya. Tapi sama sekali tak ada tanggapan dari cowok itu. Membuat Auryn langsung menurunkan tangannya.
“Sian banget dicuekin,” kata Wiska yang melihat kejadian itu.
“Ck! Gue yakin dia nggak tahu.”
“Dia kayaknya tahu kita ada di sini deh.”
Auryn membuang napas panjang. Dia juga merasa seperti itu, Yohan tahu keberadaannya. Tapi masa iya cowok itu tak memberi respons apapun.
“Lo lagi marahan sama dia?” tanya Wiska sambil memutar tubuh, menyandarkan punggungnya di pagar pembatas.
“Enggak.”
Seingatnya Auryn memang tak marahan dengan Yohan. Bahkan kemarin cowok itu memaafkan kesalahan Auryn.
“Lo udah minta maaf ke dia belum? Kan lo udah nuduh dia,” lanjut Wiska ingat cerita Auryn tempo hari.
“Udah.”
“Lah terus kenapa dia kayak tadi?”
Bahu Auryn terangkat menjawab pertanyaan itu. Dia lalu menatap ke arah Yohan, di mana cowok itu sedang men-dribble bola. Lalu pandangan Auryn tertuju ke Redo. Cowok yang sejak semalam memohon maaf ke Auryn.
“Eh gue jadi penasaran deh siapa sebenernya yang mukul Virgo,” Wiska kembali memutar tubuh, sekarang kedua tangannya terlipat di tembok pembatas.
“Ternyata Redo.”
“Redo?”
Suara keras Wiska membuat Auryn seketika melotot. Gadis itu memukul lengan temannya, membuat Wiska meringis. Sadar dengan tindakannya barusan.
“Kok bisa Redo?” selidik Wiska.
“Tahu.”
Jawaban itu tak membuat rasa penasaran Wiska hilang. Justru dia semakin penasaran. Cowok dengan rambut yang mulai kembali tebal itu ingat kalau Auryn bilang yang mukul Virgo itu pacar gadis itu.
“Eh bukannya Virgo bilang yang mukul pacar lo ya? kok malah jadi Redo?”
Sial!!
Dalam hati Auryn menggerutu. Kadang dia tak suka dengan kepintaran Wiska yang tak bisa ditebak datangnya kapan itu. Dan sekarang bukan waktu yang pas.
“Berarti Redo pacar lo dong?”
Bam!
Pertanyaan itu membuat Auryn seketika panas dingin. Dia menoleh lalu mendekat ke Wiska.
“Bisa nggak kalau ngomong itu pelan? Bisik-bisik aja,” perintah Auryn tajam.
Wiska tak begitu mendengar perintah itu. Dia hanya menatap Auryn saksama. Tak menyangka cewek itu punya dua pacar. Benar Auryn itu cantik, wajar sih banyak yang naksir. Tapi yang nggak wajar itu sampai ada yang mau jadi selingkuhan Auryn.
“Lo sejak kapan pacaran sama Redo?” tanya Wiska dengan berbisik.
Auryn mengernyit, mengingat kapan dia jadian dengan Redo. “Jalan sebulan.”
“SEBULAN?”
Teriakan Wiska membuat Auryn melotot tajam. Bahkan tangannya tak tinggal diam, mencubit lengan Wiska kencang.
“Aw. Aw. Sakit,” Wiska menjauhkan tangan Auryn dari lengannya. Cowok itu mengusap lengannya yang terasa panas lalu memperhatikan Auryn.
“Lo nyelingkuhin Yohan?”
Auryn mengangguk, lalu menggeleng. Membuat Wiska kebingungan.
“Redo bilang sayang sama gue, terus minta jadi yang kedua.”
“Dan lo iyaian?”
Kepala Auryn mengangguk. Dia menoleh dengan senyum kecut. “Gue kasihan ngelihat dia.”
Wiska geleng-geleng. Dia tahu bagaimana kondisi keluarga pacar kedua Auryn itu. Redo berasal dari keluarga berada, donatur terbesar yayasan, dan sekarang keluarga Redo mengembangkan binsis jewelery sampai ke kanca Internasional. Dari sisi mana cowok itu perlu dikasihani?
“Ck. Cinta emang bikin lo buta ya,” jawab Wiska setelah jeda cukup panjang.
Auryn terdiam, menatap langit yang begitu cerah. Di pikirannya sibuk mengingat bagaimana mata Redo yang terlihat hampa. Seperti menyimpan kesedihan di dalamnya. Entah itu benar atau salah, yang jelas Auryn merasa seperti itu.
“Ryn, tetep aja sih yang namanya kasihan nggak usah sampai jadiin pacar,” nasihat Wiska. Meski dia selama ini tak serius dan terkesan slengekan, tapi dia setidaknya tahu mana yang salah dan mana yang benar.
“Udah deh. Inikan pilihan gue. Niat gue nggak mau nyakitin siapapun,” jawab Auryn enggan dinasihati.
“Yaudah sih,” jawab Wiska tak memaksa. “Jadi yang tahu lo punya dua pacar siapa?”
Arah pandang Auryn teralih ke Wiska. Gadis itu menunjuk ke lawan bicaranya, lalu menjawab. “Lo sama Virgo kayaknya.”
“Virgo tahu?”
Auryn mengangguk tak yakin. Dia pernah ngotot kalau Yohan yang memukul, tapi Virgo menjawab tidak. Dan yang dimaksud Virgo adalah Redo. Jelas cowok pintar itu langsung paham kalau pacar Auryn ada dua.
Drtt!!
Ponsel di saku jas Auryn bergetar. Dia merogoh ponsel dan melihat ada satu chat masuk.
Virgo: mana tugas lo?
Auryn: Tugas apa?
Virgo: biologi. Gue bantu.
Tanpa menjawb chat terakhir Virgo, Auryn langsung memasukkan ponsel kembali ke saku. Dia kembali memperhatikan siswa yang bermain basket. Yohan terlihat sibuk, bahkan sejak awal Auryn menonton sampai sekarang cowok itu tak menoleh. Membuat Auryn merasa, apa Yohan sedang marah?