Bab 30 Tentang Kafka Bimantara

1156 Words
“Masih juga memikirkan mereka berdua? Yana, aku sungguh tidak mengerti dirimu,” sindir Kafka dingin. Yana membalasnya dengan penuh perlawanan. "Kamu tidak perlu mengerti apa pun tentang diriku. Yang jadi masalah adalah perlakuanmu kepada orang lain. Kafka, selama kita menikah, apakah kamu pernah melihatku menyiksa orang seperti itu? Benar, aku adalah wanita yang kejam dan jahat, tapi itu hanya aku lakukan kepadamu karena aku sangat marah dan benci gara-gara malam terlarang kita." Kafka sedikit melembut di kedua bola matanya, tetapi ada kesedihan yang melintas, juga kekecewaan di sana. "Sudah kubilang, malam itu aku juga korban," kata Kafka lirih, tapi Yana tidak menyadari perubahan suaranya. Yana mengurutkan kening dalam. "Sekarang, itu tidak penting, bukan? Tidak perlu mengungkit masa lalu lagi." "Kalau begitu, lanjutkan makanmu. Tidak perlu memikirkan dua pengawal itu. Mereka sudah mendapatkan perawatan terbaik. Tidak akan mati." Yana ingin mengatakan sesuatu, tapi dia tidak tahu harus berkata apa lagi. "Masih tidak mau makan? Apa perlu aku menyuapimu? Haruskah aku ke sana?" ucap Kafka dengan nada menggoda yang dingin. Yana merasa keringat mulai mengalir deras di punggungnya. Dia takut kalau Kafka akan melakukan sesuatu dengan niat buruk jika dia benar-benar ingin membantunya makan. "Tidak! TIdak perlu! Aku bisa makan sendiri!” Cepat-cepat dia mulai melahap makanan di depannya, dan tiba-tiba terbatuk kesakitan. Kafka menghela napas berat, seolah tak percaya dengan apa yang dia lihat. "Kamu memang selalu saja menyusahkan orang lain." Yana menepuk-nepuk dadanya sambil meminum segelas air. Matanya melotot ke arah pria di ujung meja. Setelah menyeka bibirnya yang basah, Yana berkata dengan kesal, "Maaf, Tuan Bimantara. Aku tidak akan menyusahkanmu jika saja kamu tidak membawaku kemari. Jika kamu masih ingin mengungkit masalah 100 miliar itu, seharusnya yang berada di sini adalah ibuku, bukan aku." "Jadi, kamu ingin menjual ibumu sendiri? Begitu?" Yana rasanya ingin menjadi gila. Kenapa Kafka terus menekannya seperti ini? "Keluarga Jazada sudah hancur dan kami jatuh miskin. Aku juga sudah memiliki reputasi yang sangat buruk dibandingkan semua anggota keluargaku di ibu kota. Apalagi yang kamu inginkan dariku?" Kafka kehilangan selera makan ketika Yana berkata demikian. Dia langsung berdiri dari duduknya dan membanting marah serbet putih ke atas meja. "Habiskan makananmu. Jika dalam waktu setengah jam aku kembali dan menemukanmu masih belum selesai makan, aku akan memberimu hukuman yang tidak akan kamu lupakan," ancamnya dengan mata dingin yang berkilat menakutkan. Yana merasakan punggungnya menegang. Kedua kepalan tangannya gemetar hebat. Sejak kapan Kafka yang lembut berubah seperti ini? Begitu berbakat mengintimidasi orang lain hanya melalui kata-kata dan tatapan mata? Kesedihan menghantam hati Yana. Wajahnya berubah murung. Dia sungguh merindukan Kafkanya yang dulu. Sebelum Yana sempat mengatakan sesuatu, pria dingin itu sudah berbalik meninggalkan ruang makan. Bibi Jelita buru-buru keluar dari persembunyiannya, lalu memarahinya dengan nada sangat cemas yang tertahan. "Nona Yana, apa yang Anda lakukan? Tuan muda sengaja capek-capek pulang dari kantor hanya untuk makan bersama Anda. Apakah Anda tidak tahu kalau Tuan muda jarang sekali pulang ke mansion hanya untuk makan siang? Bahkan dia memiliki jadwal makan yang sangat buruk." Yana terdiam menatap kepergian mantan suaminya. Dia termenung dengan tatapan kosong Kenapa mereka berdua bisa berakhir seperti ini? Apakah karena memang kesalahan masa lalunya? Ataukah ada hal lain? *** Satu jam kemudian, Kafka akhirnya kembali ke perusahaan. Sebelum berangkat, dia memberikan peringatan kepada Yana agar bisa bersikap lebih baik dan penurut. Setelah mendengarkan nasihat Bibi Jelita, Yana akhirnya hanya terdiam dan melakukan apa pun yang diperintahkan oleh mantan suaminya. Bukan hanya untuk mencegah pertengkaran lebih lanjut, tapi dia juga merasa kasihan mendengar cerita dari Bibi Jelita mengenai jadwal makan Kafka yang berantakan. "Apakah dia sungguh sesibuk itu, sampai makannya tidak tepat waktu?" tanya Yana yang duduk di meja dapur sambil mengamati Bibi Jelita melakukan tugasnya. "Aduh, Nona Yana, Anda tahu kalau Tuan Bimantara baru saja mengambil alih Grup Bimantara, bukan? Ada banyak hal yang harus dilakukan olehnya sampai sekretaris dan beberapa orang keluar masuk mansion ini hanya untuk menyelesaikan masalah pekerjaan. Tidak peduli itu pagi maupun malam. Mereka benar-benar sangat sibuk," jelas Bibi Jelita dengan raut wajah prihatin. Yana melamun kembali mengingat beberapa hal di masa lalu. Posisi yang didapatkan oleh Kafka saat ini sebenarnya tidak dia raih begitu saja. Setelah bercerai darinya, Kafka menunjukkan kekuasaannya sebagai pebisnis baru yang memiliki bakat dan pengaruh besar di Ibu kota. Tidak lama kemudian, identitasnya sebagai pewaris yang hilang dari keluarga Bimantara membuat semua orang gempar dan tidak percaya melalui konfrensi pers yang sangat sensasional. Jika bisa menebak, Yana menduga bahwa selama mereka menikah dan menerima perlakuan tidak menyenangkan, Kafka diam-diam membangun perusahaan miliknya hingga bernilai jutaan dolar di luar negeri. Setelah merasa cukup, dia menghubungi keluarga Bimantara dan mengklaim posisinya sebagai pewaris yang hilang. Menurut rumor yang beredar, ibu Kafka adalah istri sah dan juga merupakan istri pertama dari ayah Kafka yang kini telah menikah dengan wanita pilihan keluarganya. Jika saja Kafka mengklaim posisinya tanpa kekuatan di belakangnya, tentu saja tidak akan mudah untuk mencapai kesuksesannya sekarang. Bagaimanapun, istri kedua ayahnya juga memiliki seorang anak laki-laki yang bisa mengisi posisi pewaris berikutnya. Sepanjang hari itu, Yana membantu Bibi Jelita semampunya dan dilarang melakukan hal-hal berat. Dia juga berkeliling mansion dengan ditemani oleh Mia, pelayan muda yang sangat ceria dan energik. :Apakah mereka semua harus berjaga tanpa henti?" tanya Yana penasaran ketika melihat beberapa pria berpakaian hitam berjaga di beberapa tempat. Ada juga yang berlalu lalang seperti sedang berpatroli. Mia yang sibuk mengunyah apel, mengangguk cepat. “Tentu saja, Nona. Biasanya ada dua shift. Semenjak mansion ini diambil alih oleh Tuan Bimantara, keamanannya diperkuat hingga semua orang takut melakukan sesuatu yang mencurigakan. Tapi lama-kelamaan, kami sudah terbiasa. Hanya saja jangan sampai membuat para penjaga itu marah. Anda lihat sendiri, bukan? Apa yang mereka lakukan pada rekan satu sama lain jika melakukan kesalahan?” Yana sedikit terkejut. "Jadi, itu bukan kali pertama terjadi di sini?" Mia mengangguk serius. "Sebenarnya, sudah ada beberapa kejadian yang menakuti banyak pengurus mansion, tapi tidak ada yang berani membicarakannya. Kami juga tidak bisa menceritakan secara detail apa yang sebenarnya terjadi setiap kali mereka memberi hukuman kepada pengawal yang membuat masalah. Tidak yang mau mengambil risiko untuk melihatnya secara langsung dari dekat.” Yana merasa tidak berdaya. Dia berjalan gontai sepanjang jalan setapak, matanya melirik sedih ke arah taman bunga yang sangat luas. Semuanya masih terlihat sama, tetapi aura di mansion ini sudah berubah. Sama dinginnya dengan pemilik barunya. Di malam hari, Yana berbaring sendirian di kamar barunya. Dia menatap langit-langit dengan tatapan melamun. Hidup sungguh lucu. Dari yang dulunya tidur di kamar yang sangat mewah dan luas, kini dia hanya berbaring di ranjang tunggal dengan kamar yang sangat sederhana. Walaupun kamar ini bekas gudang dan bisa dibilang lebih luas dibandingkan kamar pembantu lainnya, tetap saja suasananya membuat Yana merasa sedikit kesepian. Ponsel di atas nakas tiba-tiba bergetar. Yana buru-buru meraihnya. Sebuah pesan membuat hatinya terasa seperti baru saja naik roller coaster! Ryan Wilson akhirnya menghubunginya, setelah sebelumnya memberinya nomor kontaknya beberapa waktu lalu. Ryan: Apa aku boleh meneleponmu sekarang? Aku ingin membicarakan tentang pengobatan terbaru terkait penyakit kanker yang kamu miliki.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD