Bab 8 Bertemu Lucas

1252 Words
Baru beberapa jam setelah kepergian Kafka, Yana tiba-tiba menerima telepon dari sahabatnya. Suaranya terdengar panik dan sangat cemas. "Tenanglah, katakan pelan-pelan," ujar Yana, berusaha menenangkan diri, meskipun jantungnya berdebar kencang. "Ada apa sebenarnya? Kenapa dengan kakakku?" Suara di seberang telepon terdengar sangat panik dan cemas, meski sudah selembut mungkin, "Yana, kakakmu terlibat perkelahian dengan beberapa narapidana. Sekarang, dia sedang dirawat oleh dokter. Katanya, lukanya cukup parah. Lawannya adalah pemimpin geng yang terkenal brutal di rumah tahanan itu. Untungnya. Nyawanya masih bisa ditolong.” Yana merasakan tubuhnya gemetar mendengar kabar dari sahabatnya. Perasaannya sangat kalut. Marah, sedih, dan ketakutan yang bercampur jadi satu. Kakaknya, anggota keluarganya yang suka sakit-sakitan dan lemah, kini terlibat masalah besar lagi? Bagaimana dia bisa bertahan? Selama beberapa detik, dia terdiam sejenak, merasakan jantungnya hampir berhenti berdetak. Pikirannya serasa tidak nyata. “Bukankah kakakku seharusnya ditahan sementara dulu karena memukul ayahku? Bagaimana bisa dia langsung masuk ke rumah tahanan? Lalu, kenapa dia malah bertengkar dengan narapidana lain?" Sahabatnya menjawab dengan suara terputus-putus, "Aku juga tidak tahu pasti. Tiba-tiba saja, dua jam yang lalu dia dipindahkan ke rumah tahanan tanpa prosedur resmi dan setengah jam kemudian, dia sudah terlibat pertengkaran dengan geng yang ditakuti di dalam penjara. Yana... bisakah kamu kembali sekarang?" Suara sahabatnya terdengar ingin menangis. Perasaannya sangat tidak enak mendengarnya. Pasti masalahnya sangat besar sampai Arini sendiri berkata begitu. Yana meremas perutnya yang masih sakit akibat operasi. Keringat dingin mulai membasahi dahinya. Dia berusaha keras untuk tetap tenang, meski pikirannya berputar liar. Dulu, dia sudah menghadapi kehancuran besar ketika Grup Jazada bangkrut. Semua harta benda keluarganya dijual, hanya menyisakan beberapa ratus juta untuk membeli sebuah rumah kecil dan memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Saat itu, ayah dan ibunya bergantian mencoba bunuh diri, membuat seluruh keluarganya panik dan trauma. Kini, kakaknya terjebak dalam masalah baru dan Yana merasa seolah-olah dunianya kembali runtuh. Yana memejamkan mata, mencoba mengumpulkan kekuatan di tengah situasi yang menekannya. Meski tubuhnya masih lemah, dia tahu bahwa hanya dirinya yang bisa membantu kakaknya. Ayahnya sudah tidak bisa diandalkan sama sekali. "Aku akan kembali," jawab Yana dengan suara yang terdengar mantap, meski hati kecilnya ragu apakah dia mampu menghadapi badai baru yang sedang menanti dengan tubuh seperti sekarang. Setengah jam kemudian, Yana sudah bersiap untuk meninggalkan rumah sakit. Karena tubuhnya masih lemah, dia terpaksa melakukan semuanya secara hati-hati. Ketika berjalan pelan di sebuah lorong, Yana meringis kesakitan dengan perut yang sedikit nyeri. Ketika hendak berbelok ke kanan, dia tidak sengaja menabrak seseorang. Dia menyadari bahwa dirinya akan jatuh menghantam lantai, tapi tiba-tiba saja, tubuhnya dipeluk oleh dua tangan yang sangat panjang dan kokoh. “Kamu tidak apa-apa?” tanya pria yang sedang memeluknya erat. Yana tertegun dingin dengan mata membulat kaget. Suara ini sangat familiar. Kenapa di saat dia sedang kacau, malah harus mendengar suara yang sangat mirip dengan cinta pertamanya? "Yana?" lanjut pemilik suara itu dengan nada kaget, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ketika mendongak, Yana seperti tersambar petir di wajahnya. "Lucas? Kenapa kamu ada di sini?" Lucas yang berwajah tampan mengernyitkan kening dalam-dalam, menatap pakaian pasien yang melekat di tubuh sang wanita. "Seharusnya aku yang bertanya kepadamu. Apa yang terjadi sampai kamu masuk rumah sakit?" Tidak nyaman dengan sentuhan pria itu, Yana berusaha melepaskan diri, tapi Lucas tidak ingin melepaskannya. "Tolong lepaskan. Ini rumah sakit. Ada banyak yang melihat kita." "Apakah kamu masih marah? Yana, kamu tahu kalau pertunanganku itu hanyalah sandiwara belaka, bukan? Aku sudah lama putus dengannya." Yana sudah berkali-kali mendengar alasan darinya. Ketika pria itu kembali dari luar negeri di tahun perceraiannya dengan Kafka, dia sama sekali tidak merasakan kegembiraan tentang kepulangannya. Tidak peduli meski pertunangannya dibatalkan dengan alasan misterius dan membuat semua orang terkejut. "Apakah kamu berencana menghindariku untuk selamanya?" tanya Lucas dengan wajah memelas. Dia meremas kedua bahu wanita itu dengan ekspresi yang sulit untuk dijelaskan. Yana tidak nyaman dengan sikapnya. Dengan pelan, dia melepaskan salah satu tangan Lucas yang menempel di tubuhnya. "Lucas, aku tidak peduli alasan apa yang membuatmu kembali. Momen saat kamu memutuskan untuk memilih wanita lain, kita sudah berakhir. Lagi pula, seperti yang kamu dengar tentang diriku yang beredar luas di luar sana, sekarang, aku adalah mantan istri seseorang. Reputasiku juga sudah sangat buruk. Jadi, jangan terlalu terlibat denganku saat ini jika tidak mau mendapat masalah yang tidak perlu.” "Yana, kamu tahu perasaanku padamu, bukan? Apa kamu sungguh menyerah dengan kita berdua?" Suaranya terdengar muram dan menyedihkan di saat yang sama. Mereka berdua hanya bertemu sekali setelah kepulangannya dari luar negeri. Itu pun karena Lucas ingin menolongnya dengan mencarikan investor untuk grup Jazada dan meminta maaf. Namun, Yana malah mengucapkan perpisahan agar mereka tidak bertemu lagi. Tak disangka, dia serius. Sejak saat itu, mereka tidak pernah bertemu lagi. Namun, sepertinya Tuhan mengasihani Lucas yang selalu merindukannya setiap hari. Siapa sangka kalau dia malah akan bertemu dengannya di sini? "Maaf, aku tidak bisa mendengarnya lagi, Lucas. Yang kamu rasakan sekarang mungkin bukanlah cinta, melainkan rasa bersalah dan penyesalan. Hubungan kita tidak akan berhasil dengan dasar semacam itu. Tolong, jangan bertemu lagi denganku. Anggap saja kamu tidak mengenalku di masa depan." "Kenapa kamu begitu kejam? Haruskah kamu bersikap seperti ini kepadaku? Saat itu, aku terpaksa tidak memberitahumu karena tekanan dari keluargaku. Jika tidak...." Perkataannya segera dipotong oleh Yana dengan nada dingin tanpa emosi. "Lucas, aku sudah tidak mencintaimu lagi. Perasaan itu sudah lama hilang." Lucas mencengkeram kedua bahunya sekali lagi tanpa tersenyum, malah menatapnya dengan gelap, seolah-olah hendak kehilangan kendali. "Kamu menyukainya, kan? Kamu menyukai Kafka Bimantara, bukan? Katakan. Siapa yang lebih kejam, aku atau dia? Siapa yang lebih membuatmu menderita sejauh ini? Katakan, Yana!” Yana tahu maksud perkataannya, tapi dia berpikir lebih baik diam. Semakin banyak dia berbicara, semakin rumit masalah yang akan menjerat mereka berdua. Dengan perlahan, dia menyentuh kembali lengan Lucas untuk melepaskannya. "Sepertinya Tuan Bayanaka sangat sibuk. Kita berpisah di sini saja." "Yana, dengarkan dirimu. Apakah aku ini orang asing bagimu?" Yana menatapnya sekilas, hendak mengatakan sesuatu. Tapi, tiba-tiba saja, suara marah yang terdengar seperti auman serigala membuat mereka berdua terkejut. "Kalau tahu kamu orang asing, sebaiknya segera pergi dari hadapannya." Lucas berbalik. Wajahnya berubah gelap dan suram. "Kafka Bimantara," ucapnya dingin. Kafka menatap sinis dengan penuh kebencian ke arah Yana. Sambil mendengus penuh hina, dia mengejek wanita yang berdiri di hadapannya. "Aku baru meninggalkanmu beberapa jam, tapi kamu sudah bertemu pria lain? Yana, apakah kamu sangat kekurangan pria atau kekurangan uang? Ataukah keduanya?” "Berhenti menghinanya! Kamu sendiri sedang apa di sini? Bukankah kalian sudah bercerai?" ujar Lucas setengah menggeram. Dia menarik Yana ke belakang punggungnya, seolah-olah sedang melindunginya dari bahaya yang sangat mengerikan. Yana ingin menghindarinya, tetapi pria di depannya menahan lengannya dengan kuat, seolah-olah akan mematahkannya. Adegan itu tidak luput dari tatapan dingin Kafka. Suara tawanya dingin dan mengerikan, wajahnya gelap penuh amarah. "Sangat romantis. Apakah kamu akan memiinta bantuannya? Tidak disangka ternyata kamu sungguh murahan dan tidak tahu malu. Setelah dicampakkan, kamu ingin kembali merangkak kepadanya setelah merasa ada kesempatan? Apa kamu serendah itu, Yana Jazada?" Kafka memandang Yana dengan tatapan penuh penghinaan, dia melanjutkan lebih dingin, "Yana, aku meremehkan ketamakan dan kehausanmu tentang pria dan harta. Apakah karena aku tidak pernah menyentuhmu setelah menikah, makanya setelah bercerai, kamu malah menjadi wanita gila?" "Cukup!" bentak Lucas marah, sorot matanya memancarkan permusuhan yang sangat kuat. Kafka hanya menyipitkan matanya dingin, lalu berjalan cepat menuju kedua orang itu dan menarik Yana ke arahnya. "Kamu!" Lucas menggeram marah, tetapi bahunya segera didorong keras dan sebuah tendangan menghantam perutnya. Lucas jatuh duduk ke lantai sambil mengerang kesakitan. "Lucas!" teriak Yana panik, mencoba untuk menolongnya, tetapi Kafka malah menariknya lebih erat, mencegahnya mendekat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD