Kami berkendara dalam kesunyian saat aku menyandarkan kepalaku di kaca jendela sambil memandangi pemandangan yang lewat. Ruang antara pangeran dan membuatku terasa tercekik dan aku ingin membuka jendela tetapi tidak memiliki keberanian untuk bertindak seakan aku memang berhak untuk melakukannya. Pangeran sudah mengeluarkan aku dari Sablestone dan menjauh dari ratu, sesuatu yang sudah aku syukuri. Tapi, itu tidak berarti aku merasa nyaman dengannya sedikit pun. Tidak, justru sebaliknya. Lebih dari sebelumnya, aku takut dengan apa yang mungkin dia katakan kepadaku tentang teh yang dibius atau lebih buruk lagi, identitasku. Dia sepertinya menghindari dua topik itu dan aku tidak ingin membuat gerakan tiba-tiba yang bisa memicu percakapan tentangnya. Dengan hanya sopir di depan yang sepertin