BAB 3

845 Words
Beberapa menit yang lalu, Bram memperhatikan Agni dari kejauhan. Wanita itu tengah sibuk memasang baju di manekin. Bram melangkahkan kakinya menuju butik berkelas itu. Bram memperhatikan secara intens, wanita itu kini sedang berdiri di meja counter itu. Bram juga tidak tahu apa yang di catat wanita itu. Ada beberapa pramuniaga menghampirinya dan melayaninya dengan ramah. Tapi Bram tidak mengubrisnya dan ia lebih memilih melangkah mendekati Agni yang sedang sibuk mencatat itu. "Bisakah kamu mencarikan kemeja putih untuk saya"  Agni lalu menoleh ke arah Bram, "Ya tentu saja". Agni tersenyum kepadanya, senyum itu begitu cantik dan membuat hatinya berdesir. Bram menatap punggung Agni dari belakang, wanita itu sangat rapi, bahkan tidak ada helaian rambut yang jatuh di lehernya Agni kembali memandang Bram, memperhatikan keseluruhan tubuhnya. Tubuh laki-laki itu begitu bidang, dan ia pastikan tubuh itu hasil olah raga teratur. Agni lalu mengambil kemeja yang menggantung yang di rak. Ia lalu mengambil kemeja putih, yang cocok dengan Bram. "Saya pikir kemeja ini cocok untuk anda" ucap Agni, Agni memperlihatkan kemeja itu untuk Bram. Alis Bram terangkat, ia kembali memperhatikan Agni dan lalu mengambil kemeja dari tangan Agni. Bram sengaja menyentuh tangan Agni. Bram merasakan sentuhan kulit itu, kulit itu begitu lembut seperti bayi. "Terima kasih"  "Setelah itu, carikan jas hitam untuk saya" Bram lalu melangkahkan kakinya masuk ke kamar pass. Bram mencoba kemeja pilihan Agni. Pilihan tidak diragukan lagi, sangat pas padahal ia pikir wanita itu memilihnya asal, tapi lihatlah, tanpa memandang ukuran, wanita itu seakan tahu apa yang pas di tubuhnya. Bram keluar dari kamar pass, ia menatap Agni tepat di hadapannya, wanita itu tersenyum kembali kepadanya. Senyumnya begitu manis, hatinya kembali berdesir. "Anda sangat cocok memakainya"  "Ini jas pilihan saya, jas ini sangat pas untuk anda" Agni menyerahkan jas berwarna hitam itu, kepada Bram. Bram lalu mengenakan jas itu tepat di hadapan Agni, karena jas memang tidak perlu masuk ka kamar pass. Pilihan jas hitam itu juga sangat pantas ia kenakan. "Jas itu, sepertinya memang di takdirkan untuk anda"  "Saya pikir dasi ini cocok untuk kamu", Agni lalu mengambil dasi berwarna biru yang tidak jauh darinya. "Bisakah kamu memakaikan dasi itu untuk saya" ucap Bram seketika. Agni mengerutkan dahi, permintaan laki-laki itu terlalu banyak, lihatlah ia meminta memasangkan dasi itu untuknya. Agni juga tidak bisa menolak, karena supervaisornya disana tengah memperhatiannya. Bagaimanapun ia pembeli adalah raja. Agni menarik nafas, dan ia lalu mengalungkan dasi itu di leher Bram. Agni bersyukur bahwa ia mengenakan hak tinggi, hingga tubuhnya hampir sejajar, ia bisa mengalungkan dasi itu sempurna di leher Bram. Bram memperhatikan Agni yang menyimpul dasi itu dengan cekatan. Posisi Agni seakan memeluknya, hembusan nafas itu terasa di permukaan wajahnya. Bram merasakan harum stroberi dari tubuh Agni. Dulu inilah yang ia inginkan, ia ingin sekali Melisa di posisi ini. Ia ingin Melisa memasangkan dasi di kerah bajunya. "Sudah"  "Terima kasih" ucap Bram. Bram memandang pantulan bayangannya di cermin. Pilihan Agni memang sangat bagus, pantas saja ia bekerja di dunia fashion. "Agni Anggraeni" ucap Bram. Agni mengerutkan dahi, "anda tahu nama saya?" Tanyanya. "Ya, tentu saja, itu name tag kamu". "Ah, ya saya hampir lupa". "Saya Bram, senang berkenalan dengan anda" ucap Bram, ia mengulurkan tangannya. Agni meraih tangan Bram, ia rasakan tangan kasar dan hangat itu menyentuh permukaan kulitnya. Sedetik kemudian Agni melepaskan tangannya. Suasana nampak canggung, begitu juga Bram, ia berusaha tenang. "Saya ambil semua," ucap Bram seketika. "Iya, saya ambilkan yang baru," Agni lagi lalu melangkah menjauhi Bram. Beberapa menit kemudian, Bram membayar semua pembeliannya, ia melirik Agni. "Bolehkah saya meminta nomor ponsel kamu?" Tanya Bram. "Untuk apa?" Tanya Agni, ia menggesek kartu kredit Bram dan di serahkan kembali kartu itu kepada Bram. "Untuk memesan baju lagi, siapa tahu saya dapat diskon" ucap Bram, ia memasukkan kartu itu ke dalam dompetnya. Agni tertawa, ia melirik Bram "disini enggak ada diskon". "Ya, diskonnya nomor ponsel kamu Agni". Agni tersenyum, dan ia tidak menolak ketika Bram meminta nomor ponselnya. "Mana ponsel kamu" ucap Agni memelankan nada suaranya, agar tidak terdengar oleh supervaisornya. Bram merogoh ponselnya, disaku celananya, menyerahkan kepada Agni. Agni menekan nomor ponsel miliknya ia menyerahkan ponsel itu lagi kepada Bram. "Terima kasih" ucap Bram, ia memasukan kembali ponsel itu di saku celananya. "Umur kamu berapa?" Tanya Bram penasaran. "20 tahun". "Kamu masih muda" gumam Bram. "Dan kamu sudah tua" timpal Agni. "Kamu mengatakan sudah tua?" Tanya Bram. "Ya, saya prediksi umur kamu 36 tahun" ucap Agni lagi. "Sayangnya prediksi kamu salah, Agni". "Biasa saya selalu benar, jadi umur kamu berapa?" Tanya Agni penasaran. "35 tahun Agni". "Setidaknya hampir mendekati" timpal Agni. "Bukankah berteman tidak memandang umur". "Ya, memang tidak memandang umur". "Terima kasih telah memilihkan pakaian untuk saya". "Iya sama-sama". "Semoga kita bertemu lagi" ucap Bram, sebelum meninggalkan Agni. Agni menatap tubuh Bram dari kejauhan. Sementara Adel lalu merapat kearahnya. "Gila, keren banget, kamu kenal laki-laki tadi?" Ucap Adel. "Enggak". "Yang, bener !, Cowok sekeren dia mau kenal sama kamu". "Dia memang keren". "Agni, sumpah nih, kamu beruntung banget !" Ucap Adel antusias. Percakapan itu berlanjut, dan Agni hanya bisa tertawa. Jujur ia tidak percaya bahwa ada laki-laki tampan seperti Bram ingin berkenalan dengannya. ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD