bc

(Bukan) Pernikahan Turun Ranjang

book_age18+
336
FOLLOW
1.5K
READ
revenge
HE
boss
drama
bxg
city
rejected
cruel
affair
seductive
like
intro-logo
Blurb

Sungguh sebuah lelucon yang miris bagi Ravelio Panduwinata ketika jatuh cinta pada Karinka Gunadi. Rencana balas dendam pria itu berujung menjadi malapetaka yang membuatnya terrjatuh ke dalam lubang sendiri.

Ravelio tanpa sadar mulai menaruh hati pada Karinka.

Namun, setelah satu per satu fakta terkuak, Karinka memilih untuk pergi, meskipun dia mencintai pria itu setengah mati.

chap-preview
Free preview
1. Pernikahan yang Menyakitkan
Karinka sedang mematut dirinya di depan cermin untuk melihat penampilannya saat ini. Gadis itu bisa melihat jelas pantulan dirinya yang sedang mengenakan gaun tanpa lengan dan menjuntai sampai ke mata kaki. Gaun itu tampak kontras dengan warna kulitnya yang cerah dan bersih. Namun, pakaian itu tetap membuatnya terlihat memukau ketika mengenakannya. Berbeda dengan penampilannya yang sempurna, ekspresi wajah gadis itu tampak pilu dan menyedihkan. Semua orang yang melihatnya pasti akan langsung menyadari bahwa tidak ada perasaan bahagia sedikit pun yang dirasakan oleh gadis itu ketika mengenakan gaun indah yang sedang melekat di tubuhnya sekarang. Rasanya Karinka ingin sekali absen dari acara pernikahan Karinna. Jujur saja gadis itu tidak akan sanggup melihat Karinna berjalan di antara kursi gereja untuk menghampiri pria yang sudah mengisi hatinya dalam diam selama ini, Ravelio Panduwinata. Namun, Karinka tidak bisa menolak dan harus menghadiri acara yang membuat hatinya terasa seperti disayat pisau ketika mengingat kedekatannya dengan Karinna selama ini. Bagaimana pun, Karinna adalah orang yang selalu menemaninya dalam suka mupun duka ketika di panti asuhan dulu. Menghela napas kasar, Karinka kemudian menatap lekat ke arah cermin sebelum berbicara pada pantulan dirinya sendiri di sana. "Karin, kamu pasti bisa. Ingat, setelah mereka menikah, kamu bisa lari sejauh mungkin dan mulai menebang perasaanmu pada Ravel sampai ke akar-akarnya," bisik Karinka menyemangati dirinya sendiri. Mengangguk pada pantulan dirinya di cermin, Karinka kemudian membalikkan tubuh lalu meraih tas tangan yang tergeletak di atas tempat tidur sebelum keluar dari kamar indekos-nya yang tidak terlalu kecil itu. Ketika kedua tungkai Karinka menapaki undukan anak tangga terakhir untuk menuju ke teras indekos, netra gadis itu langsung menemukan sosok pria paruh baya yang sudah ia kenali akhir-akhir ini. Sosok itu adalah Pak Usman—supir Ravel yang diberi titah untuk menjemput Karinka di kost untuk menghadiri acara pernikahannya dengan Karinna. "Siang, Non," sapa Pak Usman dengan nada ramahnya. Mau nggak mau, Karinka pun membalas sapaan itu sama ramahnya seperti yang Pak Usman tujukan padanya. "Siang, Pak," balas Karinka menyapa pria setengah baya itu dengan seulas senyum tipis yang terpatri di bibirnya. "Langsung berangkat sekarang, Pak?" tanya gadis itu melanjutkan. "Iya, Non. Disuruh Den Ravel begitu tadi," jawab Pak Usman sebelum menuntun Karinka untuk mengikuti menuju sebuah mobil sedan berwarna hitam yang terparkir di depan pintu pagar indekos-nya. Selama perjalanan menuju ke geraja di mana acara pernikahan Ravel dan Karinna akan berlangsung, Karinka hanya bisa menautkan tangannya di atas paha sembari memberikan semangat pada diri sendiri di dalam hati agar tidak menghadapi situasi nanti dengan gegabah serta mempersiapkan mental, meskipun hatinya sudah pasti akan berdarah-darah ketika melihat sang pujaan hati bersanding dengan kakak angkatnya sendiri di altar gereja. Waktu dua puluh menit berlalu sangat cepat. Terlebih lagi Karinka lebih banyak melamun dan fokus pada isi pikirannya sendiri sepanjang jalan. Tanpa terasa kini mobil yang ditumpangi oleh gadis itu sudah memasuki area parkiran gereja lalu berhenti di antara dua mobil berwarna putih yang Karinka yakini adalah milik pengunjung yang juga menghadiri acara pernikahan Ravel dan Karinna. "Non, udah sampai nih. Silakan turun. Pasti udah ditungguin di dalam," kata Pak Usman sambil menunjuk ke area gedung gereja dengan gerakan dagunya. "Iya, Pak. Saya turun dulu kalau gitu," balas Karinka sebelum membuka pintu mobil lalu keluar dari kendaraan beroda empat itu. Tampak banyak tamu yang berlalu lalang dan semuanya terlihat rapi dan necis, menandakan bahwa mereka datang dari kalangan yang cukup berada. Meskipun minder karena pakaiannya yang tergolong biasa aja, tetapi Karinka tetap berjalan memasuki area gereja sembari merapalkan doa di dalam hati dan berharap Yang Maha Kuasa menjaga hatinya agar tidak retak berkeping-keping ketika melihat Ravel dan Karinna mengucap janji suci nanti. * Tanpa bisa Karinka cegah, kedua netranya mengucurkan bulir bening setelah Ravel dan Karinna mengikat janji suci di depan pendeta. Pria di depan sana itu perlahan membuka tudung kepala Karinna lalu menempelkan bibirnya pada milik sang gadis yang sudah sah menjadi istrinya itu sesuai dengan instruksi sang pendeta. Karinka segera memalingkan wajahnya karena nggak tahan dengan pemandangan yang disuguhkan dari depan sana. Gadis itu juga nggak tahu apa penyebab pasti dari menahan air matanya, entah itu karena terharu dengan janji suci yang Ravel dan Karinna ucapkan tadi atau malah merasa tersakiti atas kejadian tersebut. Karinka baru berani menghampiri pasangan yang sudah resmi menjadi suami istri itu setelah memantapkan hatinya sembari mengusap lelehan air mata yang terjatuh di kedua pipinya. Gadis itu tidak mau mengundang spekulasi dari orang-orang ketika melihat wajahnya yang sembap seperti habis patah hati dan ditinggal nikah oleh pacaranya. Ya, meskipun terakhir itu terdengar hampir sedikit benar. "Nangis lagi, Neng?" goda Karinna ketika sang adik angkat sudah berdiri di hadapannya. Gadis itu jelas bisa menangkap kemerahan pada kedua netra Karinka dan pipinya yang tampak sedikit basah. "Nggaklah. Siapa juga yang nangis?" tepis Karinka cepat seraya menggelengkan kepalanya. "Mbak ini mah terlalu percaya diri. Masa gini aja nangis, sih? Nggak mungkinlah," lanjut gadis itu menyeletuk tanpa beban seolah-olah memang sesantai itulah kepribadiannya. Namun, tidak ada satu pun orang di dalam gereja itu yang tahu betapa sesaknya bagian dadanya seperti ada ribuan tangan tak kasat mata yang sedang meremas-remas di sana sampai membuat Karinka merasa kesakitan. Hanya Tuhan dan gadis itu sendiri yang tahu bagaimana ia berusaha mengontrol dirinya agar tidak menampilkan ekspresi kesakitan di wajahnya dan membuat Karinna dan Ravel memandang penuh tanya ke arahnya. Kamu memang artis yang handal, Karinka. Udah pantas mendapatkan Piala Oscar dan bersaing dengan para artis Hollywood yang fenomenal itu, batin Karinka menyindir diri sendiri di dalam hati. Gadis itu merasa salut pada dirinya ketika menyadari betapa lebar senyum yang kini sedang terpatri bibir seolah tidak terjadi apa-apa di dalam dirinya. "Untung kamu masih bisa datang, ya, Rin, meskipun jadwal perkuliahanmu rasanya lebih padat daripada jadwalnya presiden," seloroh Karinna dengan nada bercanda. "Mbak pasti bakal nangis gara-gara sedih kalau kamu nggak datang tadi," lanjut gadis itu menambahkan sebelum menarik tubuh Karinka secara tiba-tiba lalu memeluknya dengan erat. Bagi Karinna, Karinka adalah satu-satunya orang yang paling dekat dengannya dari dulu hingga sekarang, terlebih lagi setelah mereka dikembalikan ke panti asuhan pasca kematian kedua orang tua angkatnya. Ia menyayangi gadis situ selayaknya adik kandung sendiri karena mereka hanya memiliki satu sama lain untuk saling menguatkan ketika di panti asuhan dulu. "Ih, Mbak lebay, deh," ledek Karinka lalu menjulurkan lidahnya. "Tapi nggak apa-apa. Khusu hari ini Mbak Iin boleh lebay karena Mbak cantik banget hari ini," lanjut gadis itu memuji sang kakak angkat. Pujian itu benar-benar berasal dari hati Karinka. Gadis itu tidak berbohong ketika mengatakan bahwa Karinna tampak sangat cantik saat ini. "Makasih loh, Rin. Kamu juga cantik banget hari ini. Mbak sampai pangling. Ya 'kan, Mas?" Karinna bertanya pada pria di sebelah yang sudah resmi menjadi suaminya. Ravel mengangguk singkat. Pria itu memang tipikal pria yang kaku dan datar sehingga tidak heran jika ia hanya memberikan reaksi seperti itu. "Selamat, ya, Mas, Mbak. Semoga langgeng terus dan cepat dapat momongan," kata Karinka dengan senyum lebar yang ia ukir sekuat tenaga di bibirnya. Kretak! Itu adalah suara yang berasal dari hati Karinka. Hati gadis itu patah dan hancur berkeping-keping setelah meluncurkan kalimat penuh pengharapan untuk sepasang pengantin yang baru saja resmi menjadi suami istri itu dari mulutnya. Namun, tidak ada yang bisa Karinka lakukan pada hal tersebut. Ia tidak punya kapabilitas apa-apa untuk berbuat apa-apa. Karinka hanya bisa menerima nasibnya yang menyedihkan. Cintanya sudah lebih dulu kandas bahkan sebelum sempat berbunga. Tiga manusia itu berfoto ria untuk mengabdikan momen di hari yang penuh sukacita itu. Karinka masih tetap berusaha mengukir senyumnya untuk mengimbangi kebahagiaan pasangan yang sedang berdiri di kedua sisinya saat ini, padahal hatinya sendiri kini sedang berdarah-darah di dalam sana. Terlebih lagi ketika melihat cincin berwarna perak yang melingkar di jari manis Ravel semakin menambah sesak di d**a gadis itu. Ia bahkan kembali merasakan panas di kedua netranya. Namun, ia merapalkan doa di dalam hati agar bulir bening itu tidak mengucur dari indra penglihatannya karena saat ini bukanlah saat yang tepat untuk menangis karena patah hati. "Nanti kamu ikut acara makan malam, 'kan, Rin?" tanya Karinna setelah mereka selesai berfoto. Ada acara makan malam lagi? Jadi apa nanti hatiku kalau ke sana lagi? batin Karinka bertanya pada dirinya sendiri di dalam hati. "Nggak, Mbak," jawab Karinka pelan dengan kepala yang sedikit menunduk. Mendengar jawaban yang baru saja dilontarkan gadis itu bukan hanya membuat Karinna mengerutkan keningnya saja, tetapi Ravel juga sampai menoleh dan menatap ke arah gadis itu karena penasaran akan alasan ia tidak hadir di acara makan malam nanti. "Kenapa?" tanya Karinna heran sekaligus penasaran. "Aku 'kan jadi panitia makrab. Pas banget makrab-nya hari ini. Nggak mungkin aku kabur dari tanggung jawab dong, Mbak," jawab Karinka menjelaskan. Tentu saja semua yang dikatakan olehnya itu adalah kebohongan. Karinka tidak akan sanggup lagi jika harus dituntut untuk melihat kemesraan Karinna bersama dengan pria yang tidak akan pernah bisa dimilikinya terlalu lama. Ia tak bisa menjamin untuk tidak menangis nanti malam sehingga ia memilih untuk menjadi seorang pengecut yang menghindar dan menggunakan acara kepanitiaan di kampus sebagai alasannya utama kebohongannya. "Yah ...," desah Karinna kecewa dengan jawaban sang adik angkat. "Masa nggak bisa ditinggalin?" lanjut gadis itu bertanya tanpa menutupi ekspresi greget dan kecewanya. "Nggak bisa, Mbak. Nanti aku diteror sama ketua panitianya," jawab Karinka dengan nada penuh keyakinan agar dua manusia yang sedang berdiri di hadapannya tidak mencurigai gerak-geriknya. Lagi-lagi hanya sebuah dusta yang bisa keluar dari mulut gadis itu demi menghindari sepasang suami istri tersebut. Karinna mengangguk lesu pada akhirnya. Tidak ada lagi yang bisa diperbuat. Ia tidak mau memaksakan kehendaknya pada Karinka, meskipun sebenarnya ingin sekali sang adik angkat hadir di acara makan malam nanti. Namun, ia tetap menghargai keputusan gadis itu dan tidak mau mengintervensi terlalu banyak. * Waktu yang Karinka tunggu-tunggu akhirnya datang juga, yaitu berakhirnya acara pernikahan Karinna dan Ravel di gereja. Kini gadis itu sudah berada dalam perjalanan pulang ke indekos dengan disupiri lagi oleh Pak Usman. Selama perjalanan, Karinka tidak mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya. Ia tidak berniat untuk memulai pembicaraan dengan Pak Usman. Begitu juga sebaiknya. Gadis itu hanya menatap ke jalanan di luar sana melalui jendela yang berada di sisi kiri. Suasana terasa bertambah pilu ketika rintik-rintik kecil mulai membasahi Bumi Pertiwi seakan-akan tahu bahwa ada hati yang sedang berduka karena perasaannya tidak sampai pada sang pujaan hati. Begitu mobil yang dikendarai oleh Pak Usman sudah berhenti di depan pagar indekos, Karinka langsung mengucapkan terima kasih lalu keluar dari kendaraan beroda empat yang ia tahu harganya tidaklah murah itu. Bahkan bisa dibilang, mobil yang baru saja ditumpanginya tadi adalah salah satu mobil mewah yang dimiliki oleh Ravel, mengingat harganya yang mencapai milyaran. Beberapa penghuni indekos yang berpas-pasan dengan Karinka menyapa gadis itu dan memuji penampilannya yang tampak memukau, terlepas dari wajahnya yang lesu dan kusut. "Cantik banget, Rin. Habis dari mana? Kondangan?" tebak salah satu teman indekos Karinka yang kamarnya terletak di lantai tiga. "Iya, habis dari kondangan kakak angkatku," jawab Karinka sembari mengangguk singkat, membenarkan tebakan sang lawan bicara dan mengukir senyum tipis di bibirnya. "Bener-bener dah ... sampai pangling aku lihat kamu, Rin. Tadi aja aku hampir nggak kenal loh," celetuk teman Karinka yang lain. Gadis itu terkekeh kecil lalu membalas, "Nggaklah. Aku mah dandannya tipis-tipis aja. Nggak terlalu beda juga mukaku antara sebelum dan sesudah didandani kayaknya." "Huh, kalau udah cantik mah mau tipis mau tebal tetap cantik, Rin," kata temannya yang pertama tadi. Terkekeh lagi, Karinka hanya menganggukkan kepalanya agar percakapan itu cepat selesai karena ia sudah tidak sabar untuk masuk ke dalam kamarnya lalu mengistirahatkan diri, jiwa, dan hati di dalam sana. "Eh, gue duluan, ya. Mau bersih-bersih dulu," ujar Karinka yang langsung dibalas dengan anggukan kepala oleh kedua temannya. "Iya, iya ... kami juga mau ke kampus nih," balas salah satu dari mereka sebelum mengeluarkan motor dari parkiran indekos. Karinka baru bisa bernapas dengan lega begitu masuk ke dalam kamarnya. Ia langsung menghempaskan diri ke atas tempat tidur. Posisi berbaring gadis itu terlentang sehingga kedua netranya menatap nyalang pada langit-langit kamar. Tanpa bisa gadis itu cegah, bulir kristal bening pun mulai meluncur dari indra penglihatannya. Tangis yang awalnya hanya berupa isakan kecil kini sudah berubah menjadi raungan pilu yang menyesakkan d**a. Yang bisa gadis itu lakukan hanyalah menutup mulutnya dengan bantal agar tidak terdengar sampai keluar kamar. Setidaknya biarkanlah ia tampak tegar di luar sana, meskipun hancur lebur di dalam.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
145.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
204.8K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
148.8K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
282.3K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
3.2K
bc

TERNODA

read
190.9K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
221.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook