Chapter 6

1077 Words
Nina mengetuk pintu rumah fathir beberapa kali sampai pintu itu terbuka sendiri. Nina menunggu sampai fathir keluar ia kira fathir yang membuka pintunya. Gadis itu tau jika masuk ke dalam rumah orang tanpa permisi adalah kesalahan tapi nina tetap melakukannya. Rumah fathir terlihat seperti  rumah pada umumnya hanya saja lampunya tidak menyala. “Fathir” panggil nina. “Fathir aku nina” panggil nina lagi. Hening.. “Fathir” suara nina sampai bergema di ruangan itu. Suara langkah kaki dari lantai dua membuat nina sontak mendongak di sana fathir melihatnya tanpa ekspresi seperti biasa. Meski melihat ke hadiran nina di sana fathir masih belum mengucapkan apa-apa. “Jadi ini benar rumahmu? Maaf aku tak bermaksud lancang memasuki rumahmu tanpa izin” “Aku cuman mau mengucapkan terima kasih karna waktu itu kau menolongku” Tak mendapat respon dari fathir nina menghampiri lelaki itu di lantai dua dengan menaiki tangga. “Kau mengenalku bukan? Aku nina teman kelasmu pasti kau mengenalku” “Setidaknya katakan sesuatu aku sudah jauh jauh kemari menemuimu bukan untuk melihatmu terlihat seperti orang bisu” geram nina, fathir hanya menaikkan sebelah alisnya, nina mengulurkan tangan tapi fathir bergerak mundur. “Menjauh dariku” ucap fathir yang terdengar seperti mengusir nina dari sana. “Hei aku bukan orang jahat kenapa kau memintaku menjauh” protes nina. “Kau tidak jahat aku yang jahat” “Dari mana kau dapat menyimpulkan jika kau itu jahat bahkan aku tak pernah melihatmu bebicara lebih dari satu kata kecuali hari ini jadi bertemanlah denganku” nina mengulurkan tangannya, fathir memalingkan wajah. “Pergi dari sini atau kau akan celaka” “Tidak sebelum kau menerima tawaranku menjadi temanmu” nina menarik tangan fathir untuk berjabat tangan, fathir segera melepaskan tangan dia dari nina. “Kau tidak mengenalku” “Lalu apa salahnya jika kita mulai saling mengenal” sela nina keras kepala. “Kau akan celaka” geram Fathir. “Tidak akan saat kau sudah menjadi temanku” keukuh nina dengan senyum mengembang sempurna. “Pergi dari sini” “Tidak sebelum kau menerima tawaran untuk menjadi temanku” nina mengikuti fathir dari belakang saat lelaki itu mulai menjauhinya. Tangan nina menarik lengan fathir, lelaki itu berhenti lalu kemudian menoleh manatap tepat ke leher nina yang menggiurkan tapi fathir tidak mau melukai nina. “Aku hanya ingin menjadi temanmu, oke sepertinya caraku agak memaksa tapi tidak ada cara lain selain memaksa orang sepertimu untuk berteman” Fathir melepaskan tangan nina pada lengannya “Menjauh dariku aku berbahaya” Nina malah tertawa kecil mendengar ucapan fathir. “Ya kau sangat berbahaya aku tau itu mangkannya banyak gadis yang selalu mengerubungimu saat di sekolah, iya kan” kekeh nina seakan menganggap fathir sedang main-main. Fathir kembali berjalan meninggalkan nina namun sekali lagi nina menahan tangan fathir, cukup kesabaran fathir di uji sampai di sana lelaki itu berbalik lalu mencengkeram kedua bahu nina mendorong gadis itu sampai menabrak dinding sedikit keras. “sudah ku katakan aku berbahaya” kata fathir sarkastis. Nina menggeleng “Kau mengatakan itu hanya agar aku takut padamu tapi kau salah aku sama sekali tak takut padamu jadi bertemanlah denganku” Entah kegilaan dari mana sehingga nina dengan beraninya berkata demikian di depan fathir. Fathir mendekati leher nina, nina memejamkan matanya tak tau harus berbuat apa karna kedua tangan fathir masih mencengkeram kuat kedua bahu dia. Bola mata fathir sudah berubah warna taring sudah keluar tapi yang di lakukan fathir hanya menjilati leher nina. Fathir mencoba menenangkan dirinya hingga gairahnya kembali terkendali agar ia tidak menghabisi nina saat ini juga. “Jadi apa kau takut padaku sekarang” kata fathir, cengkeramannya mulai mengendor. “Jika aku takut padamu aku pasti sudah lari dari tempat ini” Fathir menatap ke dalam manic mata nina tapi yang dia dapatkan hanya keseriusan gadis itu di setiap katanya bahkan tak ada rasa takut di dalam sana. Angin berhembus membuat tirai jendela menyingkap dan cahaya matahari masuk ke dalam, fathir segera menyingkir dari tempat itu dan lagi nina mengikutinya. Sekali lagi nina menahan tangan fathir “Ini yang terakhir kali ku katakan apapun jawaban darimu aku terima, jadilah temanku atau tidak?” Fathir terdiam sebenarnya bisa saja dia menerima tawaran nina tapi mengingat dirinya adalah seorang vampire dia bisa saja menghabis gadis itu jadi tidak mungkin dia dan nina bisa berteman lebih lama. Manusia dan Vampir tidak di takdir kan bersama. Setelah memikirkan keputusan apa yang harus fathir jawab lelaki itu melepaskan kembali lengannya dari tangan nina. “Kita lihat saja nanti” jawab fathir, nina tersenyum itu artinya dia dan fathir akan berteman bukan? Jika tidak nina akan memaksa lelaki itu lagi. Terdengar keras kepala tapi biarlah.. “Ku harap ini adalah jawaban iya darimu jadi terima kasih sekarang kau adalah temanku dan aku juga harus pulang dari rumahmu” kata nina, namun kali ini fathir yang menahan tangan nina sebelum gadis itu keluar dari rumahnya. Fathir mendorong nina ke dinding di himpit tubuh tegakanya di depan nina, nina cukup terkejut tapi dia berusaha bersikap biasa. “Aku tidak bisa menjamin keselamatanmu jika kau dekat denganku” ucap fathir dengan nada mengintimidasi. “Aku yakin kau pasti akan melindungiku jika kita berteman” Nina menaikkan alisnya menantang Fathir. Fathir mendekatkan wajahnya hingga jarak di antara dia dan nina hanya tinggal beberapa centi. “Kau akan lari jika mengetahui siapa aku yang sebenarnya” Bisik Fathir. “Emang siapa dirimu, yang ku tau kau hanyalah anak sekolah biasa sepertiku jadi mengapa aku harus lari darimu?” “Kau akan mengingat kejadian hari itu jadi bersiaplah” Nina terlonjak dari tidurnya  mengusap wajahnya dengan gusar, ternyata dirinya ketiduran sampai pukul lima sore jadi yang tadi itu mimpi? Gadis itu segera bangkit dari tempat tidur kemudian mencuci muka dan menghampiri retya yang sedang memasak di dapur. “Udah bangun, sekarang bantuin mama masak sini kamu potongin bawang sama wortelnya ya” “Iya mah, mama kok gak bangunin nina sih tadi” “Mama mau bangunin kamu tapi mama lihat sepertinya kamu itu kecapekan jadi mama gak tega bangunin” “Tadi nina pulang jam berapa mah?” “Mama gak ingat seingat mama kamu sudah tidur di kamar pas mama baru pulang” Nina hanya menganggukkan kepalanya mungkin tadi hanya mimpi mana mungkin dia bisa sampai ke rumah fathir tapi rasanya itu tadi seperti nyata. Nina menyentuh lehernya bahkan saat fathir menjilati lehernya pun masih dia rasakan. Jadi benarkah itu tadi mimpi? nina menggeleng pelan. Namun jika iya, itu sulit untuk di percaya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD