Sean melirik jam di tangannya yang kini telah menunjukkan pukul 12.00 WIB, tapi sepertinya masih belum menunjukkan adanya tanda-tanda akan selesai dalam waktu dekat, kalau di lihat dari apresiasi pengunjung yang terus berdatangan untuk mendapatkan produk terbaru dari Olivia, di tambah kedatangan para sahabat-sahabat Olivia yang membuatnya tak bisa meninggalkan calon tunangannya sendirian di mall tersebut sesuai kesepakatan mereka berdua. Bahwa Sean akan menemaninya sampai akhir.
Sean mengawasi dari jauh bagaimana antusiasme pengunjung yang saat itu tengah di liput oleh beberapa reporter.
Sean hanya menunggu dan duduk di sofa, berbaur diantara para pengunjung pria yang menunggu pasangannya tengah memilih-milih barang yang akan di beli.
Sean mendengkus kesal, Meskipun selama ini dia hanya diam dan menuruti semua permintaan Olivia, tapi kali ini dia marah karena waktunya terlalu banyak terbuang sia-sia, yah walaupun kepergiannya kali ini sudah di rencanakan. Bahkan Sean telah mengalihkan semua pekerjaannya kepada sang sekretaris. Tapi dia adalah Sean, pria yang tidak memiliki memiliki tingkat kesabaran yang tinggi, dalam hal menunggu.
Wajahnya mulai masam, karena perutnya telah mulai keroncongan.
Hal itu tak luput dari perhatian Olivia yang tengah sibuk melakukan wawancara dengan beberapa majalah Mode dan Fashion.
" Sayang, kalau kau merasa lapar, kau bisa makan di restaurant yang ada di sini, abaikan aku, tidak masalah. Aku akan selesai dalam satu jam kedepan, aku tak ingin orang melihatku berjalan sendirian di hari launching produk baruku. Aku janji, akan menuruti permintaanmu menunda acara pertunangan kita bulan depan, oke?”
Mendapat pesan singkat itu, Sean langsung meninggalkan Butik milik Olivia yang tengah di padati pengunjung, berjalan menuju restaurant Jepang.
“ Ok”
Hanya itu balasan yang Sean berikan kepada Olivia.
Tak perlu menunggu lama, setelah petugas restaurant datang mengantar pesanan miliknya, Sean langsung menyantap makanan drngan lahap. Otaknya tak mampu berfikir normal karena lapar.
Sean merasa lega setelah menghabiskan menu pesanannya, tak biasanya dia makan begitu lahap dan sampai menghabiskan lebih dari setengah, entah mengapa kali ini dia begitu menikmati makanannya, entah karena amarahnya yang tak terlampiaskan sehingga dirinya melampiaskan ke makanan yang ada di hadapannya atau memang dirinya tengah benar-benar kelaparan.
Setelah bisa berdamai dengan perutnya, Sean beranjak berdiri dan merogoh saku celananya untuk mengambil dompetnya, dan matanya terbelalak seketika mendapati dompetnya tak lagi ada di saku celananya.
Mati, gue! Mo di taruh dimana muka ganteng gue? Mana rame lagi, trus makanan gue abis. Gak mungkin gue masih disini. Atau gue pura-pura mainin sendok di piring? Ahh gak lucu Sean. Inget, lo CEO sekaligus putra pemilik Sutani Group. Emang sial langkah gue kesini!
Sean menepuk jidatnya setelah menyadari bahwa dompetnya berada di tangan wanita lipstik yang secara tak snegaja dia tabrak mobilnya karena terburu-buru parkir mengingat jam launching Olivia sudah sisa beberapa menit lagi.
Sean menghela Nafas panjang dan terduduk lemas di kursi yang hampir dia tinggalkan. Untung saja dia belum sampai menuju kasir, dan langsung sadar tentang dompetnya.
Sean memijit kepalanya yang tiba-tiba sakit, dia pura-pura mengaduk makanan yang sudah sedari tadi dia tinggalkan agar di anggap masih menikmati santapan menu yang sudah habis.
Wajahnya memerah menahan malu walau tak seorangpun mengetahui permasalahannya tapi dia malu mengetahui bahwa dia kini tak memiliki uang sepeserpun.
Dia menyesali kebodohannya memberikan dompetnya kepada wanita tadi.
Bukan karena dia takut akan uang yang akan hilang tetapi dia lupa meninggalkan Credit Card nya untuk berjaga-jaga situsi seperti ini.
Dia memejamkan mata sejenak memikirkan bagaimana caranya.
Tak mungkin dia meminta Olivia yang tengah sibuk wawancara mendatanginya, sedangkan menemaninya makan saja Olivia tak sempat konon lagi harus mendatanginya dan hanya sekedar membayarkan makanannya sepertinya hal itu tidak mungkin.
Sean menghubungi sahabatnya sayangnya sang sahabat sedang tak bisa datang karena berada di luar kota.
Lalu dia menghubungi sang adik yang pasti saat itu tengah berada di kampus.
Namun seperti biasa sang adik tak bisa mendatanginya karena sedang bersama sang kekasih.
Sean mendengkus kesal.
Sial banget emang! Awas saja wanita itu kalau ketemu. Tamat riwayatnya berani berurusan dengan seorang Sean.
Ucapnya dalam hati sembari menggertak kan gigi dan mengepal tinju.
Akhirnya Sean terpaksa menghubungi ibunya yang selalu ada untuknya dalam hal apapun.
Dan Sang ibu meminta sopir untuk mengantarkan Credit Card beserta ATM miliknya ketempat sang putra berada.
Tiga puluh menit menunggu akhirnya pengawal sang ibu menghampirinya. Tak ingin menunggu lebih lama, Sean segera melakukan p********n menu yang telah di santapnya.
Sumpah, gue gak bakal nginjek tempat ini lagi, titik!
Sean bergegas meninggalkan restaurant Jepang menuju Olivia berada, hampir 1 jam 30 menit ia berada di Restoran itu, namun masih juga Olivia belum menyelesaikan urusan nya dan hal itu membuat nya muak.
Wanita laknat! tak sedikitpun berbasa-basi, dasar egois. Lo pikir, lo siapa?! Dan wanita beginian yang bakal jadi bini gue? Cuihhh!
Sean semakin meradang ketika Olivia justru sedang menikmati santap siang bersama Awak Media yang hadir untuk mewawancarainya dengan senda gurau seolah tak berdosa.
Mata tajamnya memperhatikan gerak-gerik Olivia yang terlihat santai menikmati makan siangnya sembari mengobrol santai bersama awak media dan para sahabat sosialitanya.
Tanpa berpamitan dia meninggalkan butik yang ramai pengunjung tersebut dengan mata merah menahan marah.
Sean membawa mobilnya ke bengkel, lalu menuju Twin Tower Sutani Group, menaiki taxi, perusahaan tempatnya bekerja membantu ayahnya.
Sesampainya di gedung kembar milik keluarganya, kehadiran Sean yang langsung mendapat sambutan dari seluruh petugas, melanjutkan melangkah mengabaikan yang menyapanya, dia terus menaiki lift menuju lantai tertinggi lalu menuju ruangannya.
Dengan Kasar Sean membuka pintu dan menghempaskannya lalu menuju meja kerjanya dan di kursi kebesarannya, dia juga mengabaikan sang sekretaris yang menyapa dengan ramah.
Sean duduk di balik meja megah serba Kaca, dimana di atasnya tertuliskan plakat namanya
Sean Wesley Sutani
CEO of Sutano Group
Tangannya membuka laci dan meraih pena andalannya, jemarinya mulai memainkan pena tersebut smebari memutar-mutarkan kursi kebesarannya dengan kepala menyandar dan mata terpejam, sekilas orang memandang seolah dia tengah mencari inspirasi.
Sebuah ketukan halus di balik pintu, dengan di iringi suara merdu wanita cantik yang membuka pintu sembari menyapa.
“ Selamat siang, Pak Sean. Mau kopi siang ini, atau pesan makanan?” Senyum teduh mengembang di balik wajah itu.
Wanita itu berdiri dengan wajah ramah menantikan respon sang CEO yang masih fokus menikmati suara yang keluar dari pena yang dia tekan-telan tombol atasnya.
Tik…tiikkk…tik…tiiikk…
Fokusnya sang CEO justru membuat Hanin, sekretaris cantik yang sudah setahun bekerja untuknya sedikit ketakutan.
Wajahnya tertunduk, dia berfikir kesalahan apa yang di buatnya, hingga membuat sang CEO begitu ingin mengontrol emosi. Karena sepengetahuannya, ketika sang CEO memainkan pena, saat itu adalah waktu dimana putra pemilik twin tower itu tengah mengontrol emosi.
Terlebih saat ini, posisi duduknya yang membelakangi meja, seolah menyembunyikan marahnya, membuat Hanin semakin gemetar ketakutan, keringat dingin mulai membasahi tubuhnya.
Setahun bersama, membuatnya semakin memahami bagaimana karakter sang CEO. Tak ingin mengulang kesalahan dalam mengganggu fokus sang pimpinan, Hanin memutuskan terus berdiri hingga sang CEO meredakan emosinya seperti yang biasa dia lakukan.
" Apa yang kau lakukan di hadapanku.?Aku tak butuh patung, jadi menyingkirlah. Aku sedang tak ingin di ganggu. Handle semua panggilan untukku. Dan ubah janji dalam tiga hari ke depan. Aku tidak akan menemui klien manapun dalam tiga hari ini.."
Ujarnya kemudian seraya memutar kursi kebesarannya dan menatap sang sekretaris. Lalu dia kembali memutar kursi untuk menatap pemandangan kota Jakarta dari lantai tertinggi gedung itu.
" Baik, Pak. Hanin akan reachedule semua jadwal bapak minggu ini, Hanin permisi, Pak. Jika membutuhkan sesuatu silahkan hubungi Hanin, Pak…”
Jawab Hanin dengan suara bergetar dan bergegas meninggalkan ruangan luas nan megah sang pimpinan menuju kursinya yang ada di balik pintu masuk menuju ruangan tersebut.
Sementara Sean tak menghiraukan ucapan sekretarisnya. Karena otaknya terus memutar memory memalukan hari ini.
Semua karna si Olive! Coba aja gak setuju ajakan dia, pasti gue bakalan di kantor dengan wibawa seperti selama ini, gila!
Sean menghela nafasnya sembari memejamkan mata sejenak, dia menghentikan tangannya yang memainkan pena, lalu dia mengerutkan dahinya dan berfikir
Tu cewek, kenapa belum pake CC gue? Ataukah dia pake uang cash gue di dompet? Tapi bukankah uang di dompet gue, kaga bakal cukup buat ngebengkel?
Sean menepuk jidatnya karena dia melupakan sesuatu.
“ Dia siapa? Namanya siapa? Tinggal dimana? Kenapa belum ngubungin gue. Nomor gue ada di dompet. KTP gue juga disana? Ataukah dia terpesona ama gue dengan mandangin foto gue di dompet?
Senyum sontak mengembang tanpa sadar menghias wajah Sean yang tiba-tiba terlalu percaya diri.
Tunggu! Jangan-jangan wanita itu adalah komplotan penjahat. Dia sengaja setting adegan agar bisa ngambil dompet gue? Buktinya sudah beberapa kali kita berdua ketemu tanpa sengaja, bukankah hal ini dia sengaja ngintai gue? mencurigakan bukan? Gawat, Sean! Di dompet lo ada memory card itu bukan? Mati gue! Kesempatan dia buat meras gue semakin luas.
Sean mendengkus kesal pikirannya berkecamuk tapi tak menemukan jawaban.
Tak terasa hari telah sore dan dia menutuskan untuk pulang kerumah karena merindukan kamar dan sang ibu yang sudah hampir seminggu tak dia kunjungi karena dia memilih tidur di Apartement miliknya.
Sean bergegas menuju loby dimana sopirnya berada disana, dia menaiki mobilnya dan menuju ke rumah orang tuanya berada.
Mendapati sang putra pulang, sang ibu langsung menyambutnya dengan sebuah pelukan hangat.
" Long time no see, my Son... miss you always…Mommy like crazy waiting you here every time…Thankyou for come back home..."
Wajah cantik Jennifer Wesley, wanita berdarah Amerika mengusap wajah sang putra.