Barra masih merasa kesal, jadi dia hanya diam, menunggu kelanjutan ucapan Detektif Rhe.
“Apa kamu mau memaafkan?” Rhe menatapnya dengan gugup. Barra balas menatapnya, ia memperhatikan, Rhe sepertinya takut atau malah gugup? Tiba-tiba mata mereka bertemu.
Mata detektif ini indah.
“Ehm..” Ia berdehem, menenangkan dirinya, melihat mata perempuan di hadapannya ini membuatnya ikut merasa gugup. “Saya tidak bisa komentar apapun tanpa penjelasan.” Rhe diam, ia melihat jam di tangannya, pukul 11. 50. Inka janji datang pukul 12.. Sepuluh menit lagi. Apa yang harus ia ungkapkan?
Lelaki di hadapannya ini membuatnya gugup. “Mmm.. Aku.. Hanya membantu sahabat baikku..” Rhe menunduk. Barra hanya diam. Ah, suasana tanpa suara ini membuatnya tidak nyaman.. Tidak suka!
Kenapa Barra tidak bicara sepatah katapun?
Sunyi.. Senyap.. Tidak ada suara.. Tidak ada percakapan sepatah katapun. Ini baru 10 menit, tapi rasanya seperti berjam-jam.
Sampai tiba-tiba, ada suara perempuan terengah-engah, “So-so-ri.. Aku baru selesai pengadilan. Traffic.” Rhe menatapnya tersenyum, INKA! Akhirnya.. Rhe berdiri dan menarik Inka untuk duduk, “Mmm.. Mmmm.. Perkenalkan, ini sahabatku, Inka Garini.”
Barra melihat ke arahnya. Inka hanya tersenyum, lalu dengan gaya kocak seakan tidak salah apapun, Inka tersenyum lebar, “Hai.. Aku Inka.. Asli. Bukan Fake! Maafkan aku dan Rhe.. Ini semua salahku.”
Inka mulai duduk di hadapan Barra, “Sejujurnya, aku.. Memiliki kekasih, dan dia sedikit pencemburu. Saat papa bilang pertemuan kita, aku sudah menolaknya. Tapi, papa seperti marah. Ah, maafkan aku.. Aku hanya seorang anak yang tidak ingin membuat papaku marah. Lalu Rhe melakukan ini semua karena aku memintanya. Kita sahabat lama.. Jadi, mmm.. Apa kamu mengerti?” Inka dengan beraninya tersenyum lebar.
Rhe menggenggam tangan Inka lalu mengajaknya berdiri dan membungkuk 45 derajat di hadapan Barra, “Maafkan kami..” Keduanya mencoba tersenyum.
Barra berusaha menahan tawanya. Tapi, ada citra yang harus ia jaga, jadi ia pura-pura tidak terpengaruh. Ia melihat, Inka yang tersenyum lebar dan Rhe yang terlihat gugup menunggu jawabannya. Barra melirik matanya sekilas, tatapan itu seperti memohon untuk dimaafkan. Ia tidak tega..
“Ehm.. Saya mengerti.. Saya tidak ingin memperpanjang urusan ini. Saya.. Menerima penjelasan dan permintaan maafnya,” Barra sedikit grogi saat bicara, entah kenapa.
Dan, ia melihatnya, Rhe tersenyum lebar.. Memperlihatkan senyumnya yang menawan. Barra merasakan jantungnya tiba-tiba berdegup agak kencang. Ia menunduk, menghindar..
Rhe dan Inka kembali duduk. “Terima kasih sudah memahami perbuatan kita. Sungguh, aku tidak bermaksud jahat,” Rhe masih saja tersenyum. Barra mencoba tenang dan membalas senyuman itu.
“Ah, aku harus kembali pergi.. Maafkan aku. Tidak bermaksud kasar dengan langsung pergi begitu saja, tapi jam 12 ini ada meet up dengan klien. Dan, aku sudah terlambat. Tapi, kopi ini aku traktir, sebagai permintaan maafku,” Inka berdiri dan melangkah menuju kasir.
Rhe melihat ke arah Inka yang sedang menyelesaikan p********n di kasir. Setelah selesai, ia menghampiri mereka, “Please, kita harus ketemu lagi lain waktu. My treat! Aku pergi dulu.”
“Barra, thanks a lot sudah memahami, please ini antar kita. Papa tidak perlu tahu,” Inka tersenyum dan melambaikan tangannya bergegas pergi. Barra hanya mengangguk.
Rhe memutuskan, ia pun sebaiknya segera pergi, “Saya juga pamit.. Terima kasih sudah…” Belum selesai Rhe bicara, Barra memotong ucapannya, “Sebentar.. Urusan kita belum selesai.”
“Hah? A-apa yang belum selesai?” Rhe sedikit kaget. “Kebohongan kalian.. Aku memahami alasannya dan menerimanya. Tapi, sikapmu saat pertemuan kita, itu masih membuatku kesal..” Barra menatap Rhe langsung ke matanya. Ia mencoba menahan tawanya.
Entah kenapa, ia ingin membalas perbuatan perempuan ini yang telah membohonginya dan bersikap tidak menyenangkan.
“Maksudmu?” Rhe bingung. “Ehm.. Apa kamu menyadari, sikapmu saat pertemuan itu membuat kesal?” Barra bertanya. “Apa harus bersikap seperti itu?”
“Ahhh..” Rhe langsung menunduk dan menutupi mukanya dengan kedua tanganya. “Iya, iya aku tahu.. Itu menyebalkan..” Barra menggigit bibirnya dan berusaha keras agar tidak tertawa.
Perempuan ini menunduk dan bahkan sekarang meletakkan kepalanya di atas meja. Apa yang dia lakukan?
Tiba-tiba, Rhe mengangkat kepalanya, “Ok, apa yang harus aku lakukan agar kamu bisa melupakannya? Please..” Barra balas bertanya, “Apa yang bisa kamu lakukan?”
“Hmm.. Kenapa kamu bertanya balik? Aku bingung..” Rhe mengerucutkan bibirnya. Barra hampir saja tertawa, ia menyamarkannya dengan batu-batuk. Ekspresi detektif cantik ini begitu menggemaskan.
“Apa kamu memang seperti itu?” Barra ingin tahu. “Seperti apa?” Rhe balas bertanya. “Seperti perempuan yang aku temui malam itu?” Barra tersenyum.
Rhe menggigit bibirnya, “Aku akui, aku ingin membuatmu kesal. Pertama, karena Inka memintaku untuk membuatmu tidak menyukaiku. Kedua, karena ingin pertemuan kita cepat selesai. Penyebabnya, hari itu aku sangat mengantuk. Dan, hari itu satu-satunya hari libur setelah dua minggu di lapangan. Ahh.. Tapi, Inka memaksa… Kalau tidak percaya, lihat mataku! Mata panda. Aku kurang tidur.”
“Bahkan, aku tadi bangun kesiangan, tidak sempat memilih baju dengan benar. Sampai-sampai, aku baru sadar kalau mengenakan kaos kaki yang berbeda. Lihat..” Rhe berdiri mengangkat sedikit bagian bawah celana jeans-nya.
Barra berdehem beberapa kali.. Ah, perempuan ini lucu sekali, jauh dari kesan menyebalkan yang ia rasakan malam itu. Ia mulai merasakan, kalau perempuan di hadapannya ini low profile dan apa adanya.
“Jadi please, maafkan aku.. Lupakan semuanya, “ Rhe menatapnya dengan memohon, “Oh, aku sungguh tidak enak, dan ingin kejadian ini tidak mengganggu hubungan kerja kita. Jadi, apapun, akan aku lakukan agar kamu melupakan itu semua,”
Barra mengeluarkan segala kendali dirinya agar tidak tertawa. Perempuan ini memang sangat menggemaskan. Bagaimana mungkin perempuan selucu ini bisa menjadi detektif?
“Buktikan kalau kamu tidak seperti itu,” Barra tersenyum. “Bagaimana caranya?” Rhe bingung. “Makan malam denganku, bagaimana?” Barra bicara dengan tegas. Rhe hanya membelalakan matanya.
***
Suasana kantor RV Jewellery makin siang makin ramai. Hari itu ada pengambilan gambar produk koleksi terbaru. Eva hanya diam mengawasi, sampai suasana sedikit tenang, ia mencoba menghubungi Daniel.
Daniel, “Ya..”
Eva, “Siang pa.. Tadi pagi detektif itu kembali datang.”
Daniel, “Ok, kamu bilang sesuai yang aku minta?”
Eva, “Iya pa.”
Daniel, “Ok good..”
***