Sebuah mobil Lamborghini Veneno berwarna hitam baru saja memasuki pelataran apartment mewah berlantai dua puluh lima dan melaju masuk ke halaman parkir baseman di lantai bawah.
Mobil tersebut berhenti tepat di pojok baseman bertulisan Oliver. Pintu sisi pengemudi mulai bergerak naik ke atas, Nathan terlihat keluar dalam mobil tersebut seraya menenteng sebuah jas berwarna navy disebelah tangannya.
Pria itu mulai melangkahkan kakinya menuju lift yang sedang terbuka lalu menekan tombol bertulisan angka dua puluh lima diikuti pintu lift tertutup.
Ting ....
Terdengar suara dentingan tanda lift sudah tiba dilantai yang dituju bersamaan dengan lift yang berhenti dan pintu pun terbuka. Nathan melangkahkan kakinya keluar dari dalam dan berjalan menuju rumah apartment miliknya.
Ya ....
Apartment itu adalah milik Oliver Grup. Nathan memilih tinggal di apartment miliknya agar ia terbebas dari sang ayah. Pria itu menyentuhkan jari telunjuknya hingga terdengar suara kunci pintu apartment terbuka.
Pria itu masuk ke dalam dan kembali menutup pintu apartment. Nathan melempar jas yang sedari tadi di pegangnya ke sembarang tempat, sedangnya ia menjatuhkan tubuhnya diatas sofa panjang di ruang tengah. Sebelah tangannya terangkat dan ditaruh diatas dahinya, menutupi setengah dari wajah tampannya.
Terdengar helaan napas cukup panjang berkali-kali kaluar dari mulutnya. Tanpa ia sadari, setetes air mata menetes begitu saja dari kedua sudut matanyanya.
Bagaimana tidak? Wanita yang selama tiga tahun ini mengisi hidupnya, bahkan sebulan lagi akan ia nikahi, datang dan memberi kabar tentang kehamilannya. Parahnya lagi, Gery yang tak lain adalah sahabat Nathan sejak SMA lah yang menghamili wanita yang di cintainya itu.
“Kalian yang paling aku percaya. Tapi kalian jugalah yang menghianati kepercayaan yang aku berikan!” gumamnya lirih.
***
Di sebuah gedung dua tingkat, seorang wanita berperawakan kecil dan terlihat biasa saja, sedang berjalan cepat dengan membawa beberapa setelan jas mahal untuk dicoba oleh seorang calon pengantin yang akan mengadakan pesta pernikahan.
Dari dalam gedung, terlihat seorang wanita paruh baya yang terlihat sangat cantik sedikit berlari menyusul wanita yang baru saja keluar dari gedung.
“Shana!!” panggil wanita tersebut.
Wanita kecil tadi menghentikan langkahnya dan berbalik kebelakang.
“Ada apa bu Beth?” tanyanya sedikit berteriak.
“Hati-hati! Jangan sampai setrlan jas pengantin pria itu rusak! Kamu tahu kan harga satu setelan yang ada di tangan kamu itu?” pekik Beth lagi.
“Ya bu, aku tahu! Aku akan hati-hati.” Sahut Shana seraya melanjutkan langkahnya.
Wanita itupun membuka pintu mobil hitam yang terparkir di halaman gedung lalu menaruh dengan sangat perlahan pakaian tersebut di kursi bagian belakang.
Untuk sesaat Shana tersenyum menatap setelah jas mewah berwarna hitam tersebut lalu mengusapnya.
“Aku sangat ingin bisa menikahi pria yang mengenakan setelas jas mewah seperti ini.” Gumamnya.
Shana kemudian menutup pintu bagian belakang dan membuka pintu sisi pengemudi lalu duduk diatasnya. Ia mulai menekan tombol merah hingga terdengar suara gemuruh pelan dari mesin mobil. Tak menunggu waktu lama, Shana pun mulai menginjakkan kakinya pada pedal gas hingga mobil mulai melaju keluar dari pelataran parkir.
Hanya membutuhkan waktu tiga puluh menit hingga dirinya tiba di sebuah apartment mewah berlantai dua puluh lima dengan penjagaan yang sangat ketat sejak masuk pintu gerbang pelatarannya.
Shana menghentikan mobilnya di depan sebuah gerbang otomatis yang dijaga ketat oleh beberapa petugas berpakaian hitam-hitam seraya menurunkan kaca jendela.
“Pak maaf, kalau mau ke lantai dua puluh lima lewat mana iya?” tanya Shana.
“Ada keperluan apa? Lantai dua puluh lima hanya ada satu unit apartment milik pemilik gedung apartment Oliver.” Sahut petugas tersebut.
“Saya mau mengantarkan setelan jas untuk pernikahan Bapak Nathan Oliver.” Jawab Shana, membaca secarik kertas yang dipegangnya.
Petugas tersebut saling menatap satu sama lain. Salah satu dari mereka mencoba menghubungi kamar nomor satu, dan salah satu petugas lain berjalan mendekat ke arah Shana.
“Maaf Nona, bisa saya lihat KTPnya?” tanya petugas yang bernama Candra.
Shana menghela napas. Ia lalu mengambil dompet yang ditaruh di kursi penumpang kemudian mengeluarkan ktp yang disimpannya dari dalam sana.
Shana memberikan ktp tersebut pada petugas yang masih berdiri di samping pintu mobilnya. Wanita itu melirik sesaat pada petugas lainnya yang sedang berbicara melalui sambungan telepon seraya mengangguk-anggukkan kepala lalu kembali menaruh telepon tersebut di tempatnya.
Petugas itu menoleh dan mengangguk pada Candra yang kemudian memberikan kembali ktp yang dipegangnya pada Shana.
“Silahkan masuk nona.” Ujar Candra bersamaan dengan pintu gerbang yang mulai terbuka secara otomatis.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Shana segera melajukan mobilnya masuk kedalam. Melewati halaman apartment tersebut lalu memarkirkan mobilnya di pelataran parkir khusus tamu.
Setelah mobilnya berhenti dan terparkir dengan sempurna, wanita itu segera membuka pintu mobilnya lalu turun dan berjalan keluar. Ia lantas membuka pintu mobil bagian belakang, mengambil setelan jas pengantin mahal tersebut denvan hati-hati lalu kembali menutup kedua pintu mobilnya.
Karena tubuhnya yang pendek dan kecil, membuat wanita itu sedikit kesusahan saat berjalan membawa dua setelan jas pengantin yang terlihat cukup besar baginya.
Untuk sesaat Shana terdiam dengan kepala yang mendongak ke atas, menatap takjub pada gedung apartment berlantai dua puluh lima tingkat di hadapannya itu.
“Wah ... Ibu pasti seneng kalau bisa tinggal disini,” gumamnya seraya melanjutkan langkahnya.
Shana menghentikan langkahnya tepat di depan pintu lift yang tertutup. Ia menekan tombol panah ke atas lalu menunggu beberapa detik hingga pintu itu terbuka.
Shana melangkahkan kakinya kedalam lift lalu menekan tombol angka dua puluh lima dan beberapa detik kemudian pintu liftpun tertutup.
Ting ...
Suara dentingan yang menandakan lift sudah tiba di lantai yang ditujupun berbunyi. Shana terdiam sesaat, menunggu lift berhenti dengan sempurna dan pintu terbuka.
Tepat saat ia baru saja keluar dari dalam lift, matanya seketika membelalak, menatap takjub pada pemandangan yang disuguhkan dari sana. Angin terasa menerpa wajahnya dengan lembut. Sensasi dingin yang menyegarkan membelai wajah Shana perlahan-lahan.
“Ibu ... Cepet bangun, nanti Shana bakal ajak ibu kesini cuma buat liat pemandangan indah yang lagi Shana liat sekarang.” Lirihnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Wanita itu seketika menghapus airmata yang terjatuh begitu saja diatas wajahnya, lalu mulai kembali melangkahkan kakinya menuju apartment nomor satu.
Langkahnya berhenti tepat di depan sebuah pintu yang hanya ada satu-satunya di lantai dua lima. Ia menekan tombol merah dengan simbol lonceng yang berada trpat pada sebuah intercom yang terpasang didinding hingga terdengar bunyi suara pintu terbuka.
Shana seketika bergerak mundur dan menengadahkan kepalanya menatap pria tinggi dan tampan dihadapannya. Untuk sesaat, Shana terpesona melihat pria itu dan menundukkan kepalanya sekali tanda memberi hormat.
“Maaf pak, saya Shana dari EO Bethriana. Bu Beth mengirim saya kesini untuk memberikan setelan jas untuk calon pengantin pria,” ujar Shana dengan kepala yang masih menengadah.
Tanpa terduga, pria itu malah mendengkus kesal dan tiba-tiba saja menutup pintu apartmentnya tanpa mengatakan sepatah katapun.
Shana yang terkejut hanya bisa terdiam seraya mengerjap-ngerjapkan matanya. Saat tersadar, wanita itu kembali menekan tombol merah tersebut berulang kali hingga terdengar suara pintu kembali dibuka.
Shana mengacungkan dua setelan jas yang terplastik sempurna itu kedepan wajah pria tersebut hingga menutupi dirinya.
“Pak, saya bawa ini susah payah loh pak. Buat saya bawa ini tuh berat. Bapak jangan seenaknya gitu dong pak!! Ibu saya pasti udah nunggu, sebentar lagi mau adzan magrib.” Gerutu Shana.
Pria itu mengambil jas dari tangan Shana dan tanpa mengatakan apa-apa, ia kembali menutup pintu apartmentnya hingga membuat Shana sedikit tercekat.
“Wah ... orang kaya emang gitu iya kelakuannya! Gak pernah diajarin sopan santun apa?” gerutu wanita itu seraya pergi meninggalkan apartment tersebut.
Tanpa Shana tahu, di dalam apartment tersebut, pria pemilik setelan jas pernikahan itu hanya meremas pakaiannya lalu melempar nya ke sembarang tempat, dan membuat dua orang yang kini sedang duduk di atas sofa terkejut melihatnya.
“Nathan ...” lirih Kanaya.
“Aku akan mengatakannya pada papah agar pernikahan kita dibatalkan. Sebaiknya kalian berdua keluar dari apartmentku. Hubungan kita cukup sampai disini! Kamu bukan lagi calon istriku, dan Gery bukan lagi sahabatku. Jangan pernah menampakkan batang hidung kalian di depan mataku! Pergilah!!” titah Nathan seraya berjalan pergi meninggalkan Gery dan Kanaya di ruang tengah.
“Nathan, dengerin penjelasan aku dulu!!” pinta Gery. Tetapi percuma, Nathan yang sudah terlanjur sangat kecewa tak ingin mendengar apa-apa lagi dan memilih masuk ke dalam kamarnya.
***