"Bagaimana jika Shana nanti menikah dengan Adit? Apa ibu akan terus mengikuti dan menghubungi Shana setiap saat? Shana gak akan kenapa-kenapa kok bu. Lagian ada Adit, tunangannya yang bakal jagain dia. Ibu tenang aja." Timpal Roni lagi.
"Shana baru tunangan seminggu yang lalu ayah, masih jauh buat mikirin pernikahan!" Sergah Mira.
"Bagaimana jika Adit mengajak Shana menikah bulan depan?" tanya Roni lagi.
"Jangan harap ibu merestuinya!" ketus Mira seraya mendelikkan matanya.
***
Selama perjalanan, Mira masih sibuk menghubungi Shana yang tak kunjung ada jawaban. Raut wajah cemas mulai tersirat. Mira menggigiti kuku-kuku tangannya, menandakan rasa khawatirnya sudah sangat tinggi.
Roni yang melihat itu hendak meminggirkan sejenak mobil yang sedang di kendarai mereka. Tetapi tiba-tiba saja dari arah belakang, sebuah truk pengangkut barang melaju sangat cepat tak terkendali. Dan dalam hitungan detik, truk tersebut menabrak mobil corolla yang mereka kendarai hingga terseret cukup jauh dari tempat semula.
Kendaraan sedan itu berguling berkali-kali hingga terseret sejauh tiga ratus meter dan berhenti berguling dengan posisi terbalik.
Seluruh mobil yang melintas segera menghentikan laju kendaraan mereka. Satu persatu pengendara keluar dan segera menghubungi panggilan darurat untuk meminta dikirimkan ambulan, polisi dan tim penyelamat.
Kondisi mobil yang dikendarai keluarga Shana sangat mengenaskan. Tetes demi tetes bahan bakar terus berjatuhan. Sedangkan mobil truk pengangkut barang tadi tergerusuk menabrak pohon besar di pinggir jalan dengan sang sopir yang sudah pergi meninggalkan truknya entah kemana.
Hanya menunggu sekitar sepuluh menit, tim penyelamat, beberapa ambulan dan polisi sudah tiba di lokasi kejadian. Tim penyelamat segera berlari menghampiri korban, sedangkan polisi menutup setengah ruas jalan dan mengalihkan para pengguna jalan untuk menggunakan sisi lainnya.
Tim penyelamat yang bernama Deri mulai membuka pintu mobil sisi pengemudi dan mengeluarkan Roni terlebih dulu. Saga dan Rama yang juga salah satu dari tim penyelamat kini sedang berusaha menyelamatkan Mira dan Shaka yang terjepit dibelakang.
Setelah berhasil mengeluarkan seluruh korban dari dalam mobil, para petugas ambulan berlari mengeluarkan brankar dan alat bantu pernapasan sebagai pertolongan pertama. Mereka memindahkan ketiga korban kecelakaan ke atas brankar masing-masing.
"Bawa ke rumah sakit terdekat!" ujar Deri.
Ketiga tim petugas ambulan segera membawa korban masuk ke dalam ambulan dan pengemudi dengan cepat melajukan mobil ambulan dengan kecepatan tinggi.
***
Tak membutuhkan waktu lama hingga ketiga ambulan tersebut tiba di depan Unit Gawat Darurat salah satu rumah sakit terdekat. Satu persatu pasien dikeluarkan dari dalam ambulan dan di dorongnya brankar masuk oleh para perawat beserta tim ambulan.
"Bagaimana keadaannya?" tanya salah satu dokter ugd yang sedang bertugas.
"Tekanan darah terus menurun, luka dibagian kepala dan perut cukup parah," jelas salah satu tim dari ambulan yang membawa pasien.
Pasien pertama yang tak lain adalah ayah Shana dibawa masuk ke ruang tindakan. Seorang dokter spesialist bedah umum masuk dan mengecek keadaan Roni.
"Pria berusia lima puluh tujuh tahun, korban kecelakaan mobil dengan luka kepala yang cukup parah dan juga luka dalam dibagian perut." Jelas dokter ugd bernama Tomi.
Dokter ahli bedah umum yang bernama Dokter Putra segera memeriksa keadaan pasien. Pakaian yang digunakan oleh Roni pun di robek oleh Tomy agar Dokter Putra bisa memeriksanya lebih lanjut.
"Segera lakukan ct-scan dan rongent secara keseluruhan lalu beritahu hasil test secepatnya!" titah Dokter Putra.
Belum sempat dokter Putra melangkahkan kakinya keluar, terdengar suara Bedside Monitor berbunyi panjang. Dokter Putra segera menghampiri kembali pasien dan mulai melakukan kejut jantung dengan alat Defibrilator yang tersedia disana. Tomy segera mengolesi gel dingin pada kedua permukaan alat kejut di tangan dokter Putra.
"Seratus lima puluh joule." Titah dokter Putra.
Tomi memutar sebuah tombol putar di alat defibrilator untuk mengisi arus listrik sebesar seratus lima puluh joule.
"Terisi."
"Siap, Shoot!" ujar Dokter Putra seraya menekan tombol dari kedua alat yang kini dipegangnya.
Dokter Putra menoleh mengecek bedside monitor dan parameter dalam monitor masih menampilkan angka nol untuk EKG jantung, Respirasi, Saturasi darah, tensi dan temperatur.
"Isi dua ratus joule." Titah dokter Putra.
Tomi kembali memutar tombol putar di alat defibrilator untuk mengisi arus listrik sebesar dua ratus joule.
"Terisi."
"Siap. Shoot!" ujar dokter Putra seraya menekan tombol dari kedua alat yang ditangannya.
Dalam layar bedside monitor, seluruh parameter dalam monitor masih menunjukkan angka nol. Dokter Putra menghela napas panjang lalu menundukkan kepalanya.
"Pasien meninggal tepat pukul tiga belas lebih lima menit." Ujar dokter Putra mengumumkan kematian pasien dengan berat hati.
Ya ...
Dokter Putra sudah mengerahkan seluruh kemampuannya, namun Tuhan berkehendak lain. Ayah Shana harus menjadi salah satu korban meninggal dalam kecelakaan tersebut.
Sedangkan di lain tempat, seorang dokter bagian saraf bernama dokter Ferdi sedang mengecek Shaka yang juga tak sadarkan diri. Wajah pria muda itu dipenuhi darah segar yang terus mengalir tanpa henti hingga membasahi brankar.
"Bagaimana keadaannya?" tanya dokter Ferdi.
Dokter ugd yang bertugas menggelengkan kepalanya dan didetik berikutnya bedside monitor disebelah brankarpun berbunyi panjang. Dokter Ferdi menundukkan kepalanya dan mengumumkan jam kematian pasien.
"Pasien meninggal tepat pukul tiga belas lebih delapan menit." Ujarnya.
Dokter Putra dan dokter Ferdi keluar dari ruang tindakan bersamaan. Mereka berjalan masuk ke ruang tindakan ke tiga. Disana terbaring seorang wanita paruh baya dengan luka dikepala yang cukup serius.
"Bagaimana keadaannya?" tanya dokter Putra.
"Tanda-tanda vitalnya tidak terlalu buruk. Hasil dari ct-scan dan rongent terjadi penumpukan pendarahan dalam otak yang cukup parah tanpa luka dalam lainnya." Sahut Tisa.
Dokter Putra mengecek kondisi pasien, melihat gerak respon pupil dimatanya, lalu menoleh pada Tisa dan Dokter Ferdi bergantian.
"Pasien harus segera di operasi." Cetus dokter Putra.
Dokter Ferdi mengangguk menyetujui gagasan dokter Putra.
"Siapkan ruang operasi sekarang juga! Hubungi pihak keluarga ketiga pasien." Titah dokter Ferdi pada salah satu perawat wanita disana.
***
Drrrttt ...
Drrrttt ...
Drrrttt ...
Terdengar ponsel bergetar berulang kali diatas nakas. Shana yang baru saja terbangun menggeliat sesaat diatas tempat tidurnya cukup lama. Getar ponselnya pun berhenti. Shana yang sangat malas hari itu, bangun dari tempat tidurnya dan hendak berjalan keluar dari kamar.
Namun, secaratiba-tiba foto keluarga Shana terjatuh ke lantai hingga kaca pada bingkainya terpecah berai. Shana seketika terdiam menatap kejadian janggal tersebut, perasaannya mulai tak menentu.
Awalnya, Shana berniat akan ke dapur, tetapi ia urungkan niatnya dan kembali berjalan masuk ke dalam kamar. Gadis itu mengambil ponsel yang sejak tadi bergetar diatas nakasnya lalu mengecek puluhan panggilan tak terjawab dari ibunya, Shaka juga nomor yang tak ia kenal.
Shana menggigiti kuku jarinya untuk menenangkan perasaannya dan mencoba menghubungi nomor ibunya berulang kali, namun tak ada jawaban. Ia pun mencoba menghubungi adik laki-lakinya, dan tak mendapatkan jawaban sama sekali. Pemikiran buruk Shana semakin meliar saat ia mencoba menghubungi nomor sang ayah yang juga tidak dapat dihubungi sama sekali.
Tak begitu lama, panggilan dari nomer tidak dikenal itu kembali masuk. Shana terdiam sesaat, berusaha menarik napas dalam-dalam lalu menekan tombol hijau dari ponsel blackberrynya.
"Halo." Sapa Shana.
"Dengan keluarga Nyonya Mira, Tuan Roni dan Tuan Shaka?" tanya seorang wanita dari seberang telepon.
Deg.
Saat itu juga perasaannya semakin tak menentu. Shana berusaha bersikap setenang mungkin, lalu memberanikan diri menjawab pertanyaan wanita dari seberang teleponnya.
"Ya ... saya Shana, putri Nyonya Mira dan Tuan Roni juga kakak perempuan Shaka. Ada apa ya mbak?" tanya Shana dengan menggigit kuku jarinya tidak terkontrol.
"Saya Putri, perawat dari rumah sakit padjajaran. Ingin mengabari, bahwa keluarga anda mengalami kecelakaan maut di jalan tol. Tuan Roni dan Tuan Shaka dinyatakan meninggal dunia tepat pukul tiga belas siang tadi, sedangkan Nyonya Mira sedang menjalankan operasi saat ini. Kami melakukan prosedur cepat tanpa persutujuan demi menyelamatkan pasien." Jelas Putri lagi.
Bagai tersambar petir, seluruh tubuh Shana melemas. Kakinya bahkan sulit untuk tetap berdiri tegak. Gadis itu terisak dengan ponsel yang sudah terjatuh dan tergeletak di lantai. Ia membiarkan penelepon tersebut terus berbicara dan memanggil-manggil namanya.
Hingga panggilan itu pun terputus dengan sendirinya. Perlahan, Shana meraih kembali ponsel yang tergeletak disisinya lalu menghubungi Adit.
Hanya menunggu beberapa detik saja, dan panggilan pun terhubung.
"Adit ... Ayah, ibu sama Shaka ... " lirih Shana yang kembali terisak cukup kencang.
"Ada apa Sha? Ngomong yang bener dong, jangan setengah-setengah kaya gitu!" sahut Adit dengan nada tinggi di seberang telepon.
"Mereka mengalami kecelakaan." Jawab Shana yang seketika itu juga jatuh pingsan.
"Sha ... Shana!! Shana!!" panggil Adit. Tak ada jawaban apapun dari Shana lagi. Gadis itu sudah tergeletak di lantai dengan air mata yang menetes dari kedua sudut matanya.
***
Perlahan bola mata gadis itu bergerak dan mulai terbuka. Ia menatap sekeliling dan mendapati tunangannya sedang duduk di tepi tempat tidur.
Perasaan sedihnya kembali menyeruak, saat mengingat kembali apa yang terjadi pada kedua orangtuanya juga Shaka.
Gadis itu seketika bangun dari atas tempat tidur dan menarik Adit untuk ikut keluar dari rumahnya.
"Sha, ada apa ini? Jelasin dulu sama aku!" tanya Adit yang kebingungan.
"Ayah sama Shaka meninggal Dit! Ayah … “ sahut Shana kembali terisak.
Adit masih terdiam, menunggu Shana melanjutkan perkataannya.
“Dan ibu sekarang lagi ngejalanin operasi. Anter aku sekarang ke rumah sakit padjajaran. Dit ..." racau Shana tak jelas.
"Kamu jangan ngaco deh Sha. Dengar kabar aneh gitu dari mana sih?" Adit menolak mempercayai semua perkataan Shana.
Bukannya menjelaskan, Shana memilih menarik tangan Adit dan mengajaknya menuju rumah sakit yang penelepon tadi katakan.
Adit tak banyak bertanya lagi dan mengikuti kemauan Shana. Mereka keluar dari dalam rumah susun dan bergegas turun ke lantai satu untuk mengambil motor Adit yang diparkir di halaman.
Berkali-kali Shana hampir terjatuh karena merasa kakinya sangat lemas. Tetapi berkali-kali itu juga, Adit berusaha memegangi Shana.
"Kamu tunggu disini, aku ambil motor dulu sebentar!" titah Adit.
Pria itu pun segera pergi ke halaman parkir motor, menaikinya lalu menyalakan dan membawa motor tersebut ke depan Shana yang sedang berdiri menunggu.
Gadis itu pun tak banyak berdiam lama. ia segera naik keatas motor. Adit pun mulai melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi.
Shana memeluk tubuh Adit dari belakang dan kembali terisak. Semuanya masih terasa seperti mimpi baginya. Ia ingin segera terbangun dari mimpi buruknya dan memeluk Ayah, ibu juga adiknya.
“Aku harap, semua ini cuma mimpi Dit.”
***