Ddrrtt...ddrrttt
Ditengah tangisannya, ponsel Yana bergetar. Sebuah panggilan telfon dari Kaisar. Dia menstabilkan nafasnya. Segera mengelap ingus dan air mata. Saat merasa agak tenang, baru dia angkat telfon itu.
“Hallo Kai.” Sapanya.
“Lama bener angkat telfonnya. Balik kapan mbak?” tanyanya disebrang sana. Terdengar suara berisik dua orang lelaki. Sudah pasti itu Samuel dan Gavin teman sekolahnya Kai yang hampir tiap sore ngapeli Kai.
“Kaya’nya gue mau resign kerja dari hotel.” Yana kembali menghela nafas beratnya.
“Apa??!” Kai terdengar sangat terkejut. “Kenapa keluar? Belum juga setahun, kok udah mau keluar?”
“Gue dapat kerjaan baru.”
“Kerja dimana?”
Kembali Yana membuang nafas beratnya. “Didaerah kota.”
“kapan kesini nya?”
“Besok pagi.”
“Gue tunggu.”
“Elo kan harus sekolah.”
“Kan masih bisa ikut sekolah besoknya.”
“Iissh kebiasaan bolos.”
“Sepeda elo udah gue taruh bengkel.”
“Elo pakai aja Kai. Itu bisa lo jual buat tambahan bayar kontrakan. Kemarin lo nunggak sebulan kan?”
Kai tercengang. Ah iya, kemarin dia membohongi Yana hanya karna ingin meminjam uang sebagai jalan pedekate nya.
“Iya deh, besok gue jual sepeda yang udah nggak dibutuhin tuannya itu.”
Tot tok tok
“Na, buka pintunya. Kakak mau ngomong.” Suara Jo dari luar kamar.
“Kai, telfonnya udahan dulu ya.” Tanpa nunggu persetujuan Kai, Yana segera menutup telfonnya.
Dia beranjak membuka pintu. Begitu pintu dibuka, Jo masuk dan meraih tubuh Yana dalam dekapan.
“Maafin kakak Na.” Ucapnya lirih.
Yana hanya diam mematung tak membalas pelukan itu. Hatinya kembali terasa nyeri mengingat wajah Radja dan pak Hendra. Dia hanya menggigit bibir bawahnya dan memejamkan mata.
Pukul 10.00am
Yana udah didalam kontrakan. Dia sibuk mengemasi barang-barangnya kedalam koper. Ditengah kesibukannya, Kai muncul dipintu kamar. Diam melihat kesibukan Yana.
“Elo bolos sekolah?” Yana hentikan kesibukan dan natap Kai.
“Gue mau ketemu elo.” Jawabnya dengan wajah sedih.
Yana malah ketawa kecil, walau sebenarnya juga rasain hal yang sama. “Nggak usah melas gitu mukanya.”
“Ini kita nggak bisa ketemu lagi ya mbak?”
“Siapa bilang? Kapan aja pasti kita bisa ketemu kok.”
“Kenapa harus pindah kerja sih? Gajinya di hotel kurang gede ya?” Kai masuk ke dalam kamar dan duduk di atas kasur.
Yana hanya menghembuskan nafasnya berkali-kali tanpa berniat membalas kata-kata Kai.
“Mbak, kok gue ngerasa kehilangan ya? Rasanya udah terbiasa ada elo tiap saat.”
“Lebai lo.” Yana melemparkan remasan kertas ke wajah Kai.
Dia duduk disamping Kai setelah selesai berkemas. Sama-sama terdiam dengan pikiran masing-masing.
“Elo kenapa bolos sih? Kasian orangtua lo cari duit. Mereka banting tulang biar bisa sekolahin elo, malah elo nya bolos gini.”
“Soal sekolah, besok juga masih sekolah. Tapi kalo ketemu elo? Kapan lagi?”
Yana merebahkan tubuhnya, diam menatap langit-langit kamarnya.
“Nggak bisa ya kalo nggak pergi? Harus pindah ya?” Kai natap Yana dengan kesedihan. Keliatan banget kalo dia nggak pengen Yana pergi dari kontrakan.
Dia ikut rabahin tubuhnya disamping Yana. Ikut diam natap langit-langit kamar.
Gue sebenarnya juga pengen disini Kai. Gue udah nyaman sama kerjaan, gue cocok dan betah. Apa lagi selalu ada elo yang nemenin gue di kontrakan. Tapi......ini demi mama.
Bayangan kedua lelaki calon keluarganya itu kembali terlintas. Dia gigit bibir bawah untuk menahan air mata yang sepertinya mau keluar. Cukup lama terdiam dengan mata terpejam.
Cuupp
Terasa sesuatu yang lembut, kenyal menyentuh pipinya. Saat dia buka mata, wajah Kai udah ada didepannya dengan senyum manis khas dia.
“Elo cium gue?” tanyanya sambil pegangin pipi bekas bibirnya Kai.
“Biasanya kalo cewek merem itu minta cium.” Jawabnya dengan masih tersenyum.
“Sinting lo Kai!!” Yana mendorong bahu Kai dan bangun. “Mesti gue basuh pakai kembang tujuh rupa nih pipi.” Yana cemberut membuang muka.
“lo kira gue demit??!!” Kai menarik lengan Yana agar menatapnya. “Mbak gue pengen ngomong.”
Yana natap Kai masih dengan wajah cemberutnya. Sejenak tatapan mereka beradu, sama-sama saling tatap dan diam. Jantung sama-sama gemuruh tak tentu. Kening Kai sampai berkeringat.
“Ngomong apa?” tanya Yana tak beralih pandang.
“Tapi elo jawab jujur ya.”
Yana ngangguk. “Iya gue jawab jujur apa adanya.”
“Elo punya rasa sama gue nggak?”
Deegghh!!!
Jantung Yana berdetak lebih cepat lagi. Dia nggak berani natap Kai. Selama bersama Kai, dia selalu merasa nyaman. Tak tau apa namanya, tapi itu nyaman dan.......menyenangkan.
“Kenapa diem?” Kai meraih tangan Yana, menggenggamnya erat dan mencium punggung tangan Yana.
Susah payah Yana menelan ludah yang terasa mampet di tenggorokannya. Hingga mulai dia rasakan desiran-desiran jantung yang membuat pipinya merona. Nyata, perasaan itu dia rasa juga.
“Plliiiiss, jadi pacar gue ya mbak.” Pinta Kai lirih.
Bibir mereka menyatu perlahan. Ciuman yang hanya sekilas, dan itu yang pertama untuk Yana.
“Kai.....maaf,” Yana menarik tangannya dari genggaman tangan Kai. "Gue nggak bisa." Yana menundukkan kepalanya. "Gue nggak cinta sama elo."
“Kasih alasannya mbak, gue nggak percaya. Gue bisa rasain itu. Elo juga cinta sama gue, nggak usah bohongin hati elo.” Kaisar terus menyudutkan Yana. Kembali dia genggam tangan Yana dengan erat.
“Kai.......” Bingung mau ngomong gimana.
“Mbak, coba tatap mata gue. Elo ngomong jujur, elo cinta sama gue. Ayo mbak.”
Yana tetap menunduk, dia kembali menangis. Perih sekali, sakit harus mengubur perasaan yang nyata adanya. Bahkan cinta yang nggak bertepuk sebelah tangan harus kandas sebelum dimulai.
Kai memegang kedua pipi Yana agar mau menatapnya. “Kenapa harus nangis? Apa terasa sakit untuk mengakui perasaan yang sama?”
Lagi-lagi hanya air mata yang mampu keluar, dia tak bisa berkata-kata. Terlalu takut untuk membalas tatapan Kai. Memilih memejamkan matanya saja.
“Mbak, pliis tatap gue. Bicaralah, katakan sesuatu. Katakan alasannya jika elo nggak cinta sama gue.”
“.........” hanya air mata yang semakin deras menetes hingga kedua bahu Yana berguncang. “Maaf Kai......maa....”
Cuuupp
Kai membungkam bibir Yana. Ciuman yang tak hanya sekilas dan lama.
“Gue tau elo juga cinta. Jangan munafik ya. Sekarang elo resmi jadi pacar gue.”
~~
“Pak, baksonya dua ya, minumnya es teh 2 juga.”
Setelah pesan makanan, Kai nyusul Yana duduk selonjoran bersandar dinding. Mereka sedang makan siang di warung bakso tempat biasa mereka makan.
“Mbak, apa sih yang buat kamu pindah kerjaan? Bukannya di hotel gajinya lumayan ya?” Kai menyandarkan kepalanya di pundak Yana. Mulai mengambil ponsel dan ngecek chat masuk dari beberapa teman sekelas.
Yana diam sesaat, merasa ada yang aneh dengan kata-kata Kai. "barusan lo bilang 'kamu'?"
"Biar kita makin akrab mbak,"
Yana ngangguk. "Ok deh. Suasana baru." Dia membenarkan posisi duduknya. "Emang gede sih gajinya, aku kurang cocok aja kerja di hotel.” Jawabnya bohong. Padahal dia sangat betah. Dia elus rambut Kai yang nempel di pipinya. Wangi banget, bau mint sampoonya Kai selalu nenangin hati.
“Yang baru ini kerjaannya ngapain?”
“Jadi chef dan srabutan.” Yang ini jujur. Karna pasti seorang istri akan memasak untuk suaminya.
“Kamu bisa jadi koki?” Kai mengangkat kepalanya dan menatap wajah Yana dengan serius.
“Bisa masak sih, dikit.” Yana nyengir.
“Iisshh kalo gosong atau bakar dapurnya gimana? Kamu malah suruh ganti rugi lho mbak.”
“Kurang kerjaan banget sih Kai aku bakar dapur.”
“Aku serius sayang, jadi koki itu nggak gampang.” Dia sentil hidung Yana dengan gemas.
Yana tertawa kecil mendengar Kai memanggilnya sayang.
“Kok malah ketawa sih? Yang lucu apanya hum?” Kai menggelitik pinggang Yana.
“Hahahah...enggak Kai, enggak...geli, jangan gini. Malu dilihat banyak orang.” Dia berusaha hentikan tangan jahil Kai.
“Kamu tadi ngetawain apa?” kai hentikan kejahilannya.
“Rasanya aneh kamu panggil sayang gitu.” Yana kembali tertawa kecil.
“Emang nyata mbak. Aku sayang sama kamu. Sayang banget.” Kai menatap lekat wajah Yana. Seperti sedang meneliti setiap inci wajah pacarnya.
“Jangan liatin gitu.” Yana menutupi wajahnya dengan telapak tangan. “Aku malu.”
Kai meraih kedua tangan Yana yang menghalangi pemandangan. “Kenapa harus malu? Kamu tuh cantik, bikin betah natapnya.” Ucapnya tanpa beralih pandang.
Siapapun yang dapat gombalan dari lelaki seimut Kai, pasti dia akan terbang keangkasa, ke langit tertinggi. Ingin sekali Yana menyembunyikan wajahnya yang sudah merona karna seneng dan malu.
“Ciiee malu ciiee....nih pipi jadi jingga gini.” Kai mencubit pipi Yana lembut.
“Apa sih Kai, nyebelin.” Yana mulai manyun.
“Tuh manyun, pengen dicium lagi ya?” bisiknya tepat ditelinga Yana. Yana langsung mencubit pinggang Kai. “aaww...sakit mbak.”
“Ngomong ngaco sih.” Kembali manyun.
Kai Cuma nyengir dan kembali menyandarkan kepalanya dibahu Yana. “Dimana alamat kerjaan kamu yang baru?”
Yana gelagapan, bingung mau jawabnya dimana. “Eemm....di daerah X.”
Kai mengangkat kepalanya dan menatap Yana. “Serius disana?”
Yana diam mengingat alamat rumah Radja. “Iya, emang kenapa?”
“Enggak papa sih.” Kembali nyandarin kepala di pundak Yana. “Di caffe apa mbak?”
“Eemm...lupa namanya. Besok aku kasih tau ya.”
Seorang pelayan mengantarkan pesanan mereka. Menaruh dua mangkuk bakso dan dua gelas es teh.
“Silahkan dinikmati mas.” Ucap si embak.
“Iya, makasih mbak.” Balas Kai sambil senyum. Tentu itu bikin si embak kesenengen. Karna dapat senyum dari cowok ganteng.
Yana nuang sambel dan saos, dia campur kuahnya hingga pedesnya merata. Kai belum nyentuh mangkok, dia fokus liatin si pacar.
“Kamu nggak mau makan?” tanya Yana yang liat Kai malah sibuk perhatiin wajahnya. Kai senyum dan geleng kepala. Yana mulai menggigit baksonya. “Enak deh baksonya.”
Kai langsung merebut garpu yang udah hampir masuk ke mulut Yana. Langsung dia masukkan ke mulutnya bakso bekas gigitan Yana tadi.
“Kai, kamu ngapain sih. Itu bekas gigitanku.”
“Iya tau.”
“Terus kenapa kamu makan?”
“Biar punywku masih utuh.”
“Ya kodok, udah sinting ni bocah.” Yana nggak nanggapi, dia mulai makan mie ya. Lagi-lqgi Kai liatin Yana makan. "Kamu kenapa sih, bikin risih aja.”
"Mana, aku minta." lalu dia mulai makan mie sisa Yana.
Yana mengerutkan keningnya. Heran, ni bocah semenjak menyatakan jadi pacar Yana tingkahnya jadi aneh.
Yana gantian, diam nikmati wajah imutnya Kai. Bibirnya memerah karna kepedesen.
Sumpah, dia imut banget. Bibirnya merah sexi, bikin tambah gemes. Yana tersenyum sendiri saat melihat Kai kepedesen.
“Makanya jangan makan punyaku. Pedes kan?” dia menyodorkan segelas es teh.
“Selera kita sama sayang. Aku juga suka pedes.” Jawabnya setelah minum. “Nih, kamu kasih bumbu tambahan lagi biar enak.” Dia sodorin semangakum bakso jatahnya.
Tanpa babibu Yana ngasih sambal dan saosnya. Dia aduk hingga tercampur. Mulai dia makan pakai sendok yang baru. Kembali sendok yang baru aja masuk mulut Yana di rebut Kai. Dia ngajak tukeran sendok. Yana diam aja menikmati segala tingkah absurdnya Kai. Mereka lanjut makan satu mangkuk berdua.
Sehabis makan dan bayar, mereka pulang ke kontrakan. Gantian Yana yang main ke kamar Kai. Mereka main PS berdua sampai lelah dan ketiduran. Ya, mereka tidur di kamar Kai. Tapi mereka nggak ngapa-ngapain ya, Kai nggak akan lakuin yang lebih dari ciuman.
Kai dan Yana bangun menjelang sore. Lanjut mereka pergi ke pasar malam. Menaiki beberapa wahana dan duduk di dataran yang tinggi dekat area pasar malam itu. Banyak pasangan muda-mudi duduk berduaan disana. Mereka menunggu peluncuran kembang api di tengah malam.
Kai terus menggenggam tangan Yana erat. Dia mainkan jari Yana dengan jarinya.
“Kai, kamu apain tanganku sih?” Yana mulai merasa risih karna sedari tadi dia tak diberi kesempatan menggerakkan tangannya dengan bebas.
Kai Cuma nyengir dan mencium punggung tangan Yana. “Tau nggak, aku hari ini seneng banget. Aku ngerasa hidupku mendekati sempurna.” Muah, dia cium lagi tangan Yana.
Dari awal Kai ngontrak karna Yana. Pertemuan pertamanya dulu di pasar.
Flash back
Lima bulan yang lalu.
Kai bolos sekolah seperti biasanya, bersama kedua temannya pergi ketempat tongkrongan di samping pasar tradisional. Kai masuk ke pasar untuk membeli beberapa minuman dan rokok.
Brraaak
Seseorang telah menabraknya, tepat saat dia berdiri menanti si penjual mengambilkan rokok. Beberapa belanjaan si penabrak berceceran di lantai pasar. Seorang wanita itu langsung sibuk memberesi belanjaan.
“Maaf ya nggak sengaja.” Ucap cewek itu tanpa melihat Kai.
“Ciihh jalan pake mata merem!!” Umpat Kai dengan kesal.
Setelah selesai memberesi belanjaannya, cewek itu berdiri tepat dihadapan Kai dan sedikit membungkukkan badannya.
“Sekali lagi saya minta maaf ya.”
Kai terpaku melihat wajah cantik si cewek. Tanpa menunggu jawaban Kai, cewek itu berjalan pergi meninggalkannya.
Mulailah Kai mencari beberapa informasi tentang cewek itu. Yang jelas dia lebih tua dan seorang karyawan hotel.
Flash on
“Mbak, kamu mau kan nungguin aku sampai lulus sekolah. Kalo kamu nggak betah nunggu sampai aku selesai kuliah, kita bisa nikah walau aku masih kuliah.” Wajah yana berubah gusar, dia memalingkan muka dan menatap kedepan.
“Soal tanggung jawab, aku pasti tanggung jawab. Aku pasti bisa kasih yang kamu mau, kebutuhanmu akan aku cukupi. Kamu nggak perlu kerja lagi.”
Yana melepaskan genggaman tangan Kai. Hatinya mulai terasa aneh, jantungnya mulai berdebar.
“Maaf Kai...aku.....”
Duueerrr...duueerr!!!
Luncuran kembang api menghentikan kata-kata Yana. Langit yang gelap berubah menjadi sangat indah dengan hiasan kembang api di atas. Kai merangkul pundak Yana, tangan yang satunya kembali menggenggam erat tangan Yana.
“Amazing.....indah banget ya mbak.” Kai menyandarkan kepala dibahu Yana. “Ya Tuhan, aku harap gadis disampingku ini bisa jadi pendamping dihidupku kelak. Jaga hatinya buatku ya God. Itu pintaku God.” Kembali dia cium punggung tangan Yana.
Perih banget rasanya. Yana nggak bisa ngomong apapun. Dia nggak bisa bayangin akan nyakiti hati Kai setelah ini.