Bab 1. Hati yang terluka

1177 Words
Harumi membuka matanya perlahan, aroma desinfektan membuat indranya terjaga dan mencoba mengumpulkan nyawanya untuk menyadari dimana keberadaan dirinya saat ini. Selang infus yang tertancap di tangan membuatnya sadar bahwa ia berada dirumah sakit. Perlahan ia menoleh kesamping dan melihat seorang pria tengah tertidur sambil duduk disisinya. Gin. Melihat Gin yang tertidur menunggu dirinya membuat perasaan Harumi berdenyut sakit. Kini ia menyadari mengapa ia terbaring disini. Air matanya kembali mengalir menahan rasa sedih ketika ia teringat memergoki Gin dan Bianca tengah makan siang bersama berdua, dan sebuah kecupan mendarat di kening Bianca membuat Harumi menggila sehingga menyerang suami dan sahabatnya saat itu juga. Sudah tak terpikirkan lagi rasa malu didalam pikiran Harumi, yang ada hanya rasa marah saat ia menjambak dan mencaci maki Bianca karena menggoda suaminya. “Kamu gak pantas bersama mas Gin!” jeritan perlawanan Bianca membuat Harumi tersentak dan membuatnya semakin marah sehingga ingin kembali menyerang Bianca. “Kamu terlalu posesif dan pencemburu! Kamu egois Harumi! Setiap hari yang kamu pikirkan hanyalah dirimu sendiri, kamu gak pernah melihat dan merasakan apa yang mas Gin rasakan hidup bersamamu! Wajar jika ia ingin meninggalkan kamu dan berpaling padaku! Kamu tidak pernah mendengarkan dia! Perempuan egois seperti kamu tak layak untuk mas Gin!” jerit Bianca sambil menangis dan menantang Harumi. “Harumi! Sudahlah!” ucap Gin keras sambil menahan tubuh istrinya agar tak lagi menggila menyerang Bianca. “Aku mencintai mas Gin, Harumi! Bagus kalau kali ini kamu sudah benar-benar tahu! Aku orang ketiga diantara kalian!” ucap Bianca tak ingin kalah, kali ini ia tak akan menyerahkan Gin kembali pada Harumi. Ia ingin mempertahankan kekasihnya yang juga suami sahabatnya. Dada Harumi terasa sangat sakit mendengar ucapan Bianca, ia merasa sangat terkhianati karena selama ini Bianca adalah tempat keluh kesahnya tentang sang suami, ternyata wanita ini yang mengambil hati suaminya. 5 tahun pernikahan mereka kini seolah tak ada artinya untuk Gin,bahkan pria itu tampak tak menyesal. Harumi menatap Gin dengan tatapan berkaca-kaca seolah mencari jawaban tapi Gin hanya diam seolah mengiyakan semuanya. Harumi menangis histeris ketika melihat tak ada reaksi dari Gin, ia memukuli d**a suaminya sambil menangis sedih. “Keterlaluan kamu mas! Dia sahabatku! Dia sahabatku!” jerit Harumi sambil memukuli d**a Gin penuh kemarahan. Tapi Gin hanya diam tak bicara apapun. Di dalam pikirannya ia merasa bersalah pada Harumi, tetapi ia juga marah pada sang istri sehingga ia harus mencari pelampiasan perasaan lain dan jatuh pada Bianca sahabat Harumi. “Pulanglah,” ucap Gin perlahan pada Harumi ketika melihat kemarahan istrinya mulai mereda. Tangis Harumi semakin pecah saat ia melihat Bianca menghampiri Gin dan Gin tak beranjak atau menolak Bianca bahkan Gin tak membujuknya untuk tenang atau merasa bersalah. Harumi segera menghapus air matanya cepat. Harga dirinya sudah jatuh ketitik nadir dan segera bergerak meninggalkan restoran itu sambil menangis. Tiba-tiba ia merasakan dentuman keras menghantam tubuhnya sampai akhirnya Harumi tak sadarkan diri karena tak sengaja tertabrak mobil yang melintas cepat di depan restoran. Kini ia berbaring dengan sekujur tubuh yang terasa sangat sakit, tapi tak sesakit hatinya. Harumi bangkit perlahan dan mencabut infusnya dengan paksa membuat Gin terbangun dari tidurnya dan melihat Harumi dengan sempoyongan mengganti pakaiannya dengan darah yang mengalir di tangan bekas infus. “Apa-apaan kamu! Sudah cukup dramanya Harumi!” ucap Gin kesal melihat sikap istrinya yang selalu membuat ulah jika tengah marah. Pria itu segera memeluk Harumi yang berjalan sempoyongan agar tidak jatuh. “Aku bukan bikin drama! Aku mau pulang!” ucap Harumi keras dan segera keluar dari kamar inap. “Baiklah! Kita pulang! Tunggu disini!” ucap Gin cepat sambil menarik Harumi dan menyuruhnya untuk duduk disofa dan menunggu agar ia bisa mengurus administrasi rumah sakit, tapi Harumi mengibaskan tangannya tampak jijik disentuh oleh suaminya. Gin hanya bisa diam, ia mengerti bahwa Harumi masih marah padanya karena kejadian siang tadi. Saat sampai dirumah perasaan sepasang suami istri itu masih panas membuat keduanya kembali bertengkar. Semua itu diawali karena Gin mencoba untu mengobati luka dilengan Harumi tetapi sang istri menolaknya. “Jangan sentuh aku!” pekik Harumi kesal dan menatap tajam pada suaminya. “Harumi, aku tahu kamu marah padaku, tetapi tanganmu terluka dan harus diobati, bisakah untuk tak membuat satu drama lagi hari ini?” pinta Gin menahan perasaan kesalnya sekaligus merasa cemas. Pria itu kembali mendekati istrinya tetapi Harumi tetap menolaknya. “Aku jijik sama kamu mas! Untuk apa kamu masih mempedulikan aku setelah apa yang kamu lakukan bersama Bianca! Dia sahabatku! Dia sahabatku!” ucap Harumi menangis histeris merasa sakit hati atas pengkhianatan Gin dan Bianca. “Tenanglah, biar aku jelaskan…” “Apalagi yang mau kamu jelaskan?! Jelas-jelas kamu berselingkuh dengan Bianca! Jahat kamu mas Jahat! Kamu pikir aku apa! Keterlaluan kamu! Aku benci! Benci!” teriak Harumi menangis histeris dan kembali memukuli suaminya. “Diamlah! Diam kamu Harumi!” bentak Gin akhirnya tak bisa lagi menahan emosinya dan memegang kedua tangan istrinya lalu mengguncangkan tubuh Harumi dengan kuat. Harumi yang ringkih sampai terhempas ke sofa karena guncangan suaminya. “Ini yang membuatku gak tahan sama kamu! Kamu egois dan tak pernah mencoba mendengarkan aku! Setiap hari aku harus menghadapi drama hidupmu yang selalu membuatku pusing dan malu! Kamu selalu merengek, mengeluh dan cemburu! Aku tak pernah melakukan apapun tetapi kamu selalu curiga!” “Tapi kecurigaanku terbukti! Kamu berselingkuh dengan Bianca!” “Itu semua gara-gara kamu! Aku selalu mencari tahu bagaimana menghadapimu! Hanya Bianca dan aku yang paling sabar menghadapi ulahmu! Ini semua salah kamu!” bentak Gin keras tak bisa mengendalikan ucapannya lagi. Ia memang bersalah karena berselingkuh dengan Bianca, tetapi semua itu semua berawal dari tingkah Harumi yang sudah membuatnya melewati batas. Mendengar ucapan suaminya, Harumi terdiam membisu. Hatinya merasa sakit sesakit sakitnya karena disalahkan. Ia hanya bisa berdiri tegak perlahan dan menatap wajah Gin dalam. “Aku selalu cemburu karena aku cinta banget sama kamu mas! Semua orang marah padaku karena sikapku dianggap seperti anak kecil, tapi semua itu karena aku tak ingin kehilangan kamu! Sekarang, karena sikap pengecutmu kamu menyalahkan aku! Seharusnya jika sudah tidak tahan lebih baik kamu ceraikan aku daripada berselingkuh dan menyalahkan aku sebagai penyebabnya! Pengecut!” jerit Harumi sambil menangis lalu berjalan keluar dari kamar tidur mereka. “Mau kemana kamu?!” ucap Gin sambil menarik tangan Harumi agar kembali ke dalam kamar dengan penuh kemarahan sehingga Harumi hampir saja menabrak pintu. “Aku mau pergi dari sini! Gak sudi aku tinggal disini bersamamu mas!” “Sudah! Diam saja disini! Aku yang akan pergi dari sini! Lebih baik aku yang keluar dari rumah ini dan membebaskan pikiranku yang selalu terkukung gara-gara kamu!” ucap Gin penuh rasa marah dan segera mendorong Harumi ke dalam kamar dan membanting pintu kamar mereka. “Alasan! Bilang saja kamu sudah tak sabar untuk bisa bersama Bianca! Ceraikan aku mas! Ceraikan!” teriak Harumi mengejar suaminya yang bergegas meninggalkan rumah dan terus berteriak- teriak mengejar Gin sampai ke mobil dan memukul jendela mobil. Tetapi Gin sudah terlalu emosi, ia segera menggerakan mobilnya dan membiarkan Harumi yang terjatuh karena mengejarnya. Harumi hanya bisa menangis terisak-isak dan segera ditolong oleh beberapa asisten rumah tangganya. Ia menatap mobil suaminya dengan pandangan nanar. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD