PART. 7 GUNJINGAN

2216 Words
***DARA*** Aku sudah duduk didalam mobil Mas Faiz dalam perjalanan kembali menuju lokasi proyek. "Dara" "Ya" "Sebenarnya apa yang terjadi diruangan kantor Juan tadi?" "Maaf Mas aku tidak bisa mengatakannya" "Owhh tidak apa-apa, aku yang harusnya minta maaf karena sudah lancang bertanya" "Ya" aku menyahut singkat. Aku sangat kecewa pada Juan. Benar-benar tidak mudah, merubah perilaku yang sudah berurat, dan berakar di dalam diri seseorang. Pasti butuh waktu yang sangat lama, untuk bisa merubah perilaku Juan yang suka mengumbar rayuan pada wanita. Tapi aku sudah berjanji pada Ayah, untuk berusaha menuntunnya menjadi lebih baik. Tiba-tiba aku merasa ingin menangis, tapi aku tidak mungkin menangis di sini aku harus bisa menahan diri. "Dara" suara panggilan Mas Faiz mengagetkanku. "Ya Mas" kutolehkan kepalaku untuk memandang Mas Faiz yang duduk disebelahku. Duda tampan dengan dua orang anak di sebelahku ini tengah lekat menatap wajahku. "Kamu tidak apa-apa?" "Aku baik-baik saja Mas" "Tapi kamu diam saja dari tadi" "Ehmm maaf Mas" "Ada yang mengganggu pikiranmu Dara? Kalau kamu ingin bercerita aku siap mendengarnya, kamu bisa mempercayaiku" Aku tersenyum untuk Mas Faiz, dia selalu lemah lembut dalam berbicara, dan bersikap. Tapi aku tidak boleh memiliki perasaan lebih kepadanya, hubungan kami tidak boleh lebih dari hubungan kerja saja. "Tidak ada apa-apa Mas" "Baiklah Dara, mungkin kamu tidak ingin bercerita sekarang, tapi kamu harus tahu, aku akan selalu siap kapan saja jika kamu butuh teman untuk berbagi kegelisahan hatimu" "Terimakasih Mas" Andai aku bertemu Mas Faiz sebelum .... Astaghfirullah hal adzim apa yang kamu pikirkan Dara? Jangan menggugat apa yang sudah Allah takdirkan untukmu. Batinku mengingatkan akan posisiku sekarang. Aku seorang wanita bersuami, tidak pantas memberi celah di hatiku untuk pria lain. Meskipun sikap Juan buruk tapi dia tetap suamiku. Tapi sayangnya aku hanya manusia biasa, yang punya rasa ingin dimiliki ingin memiliki, ingin dicintai ingin mencintai. Ya Allah. Aku mohon pada MU tolong jangan goyahkan niatku. Kuatkan selalu hatiku dalam menghadapi suamiku. Mudahkan aku untuk menuntun Juan, agar kembali kejalan yang KAU ridhoi. Aamiin "Dara ... melamun lagi ya?" suara lembut Mas Faiz membuyarkan lamunanku. Kulihat supir Mas Faiz menatap kami dari kaca spion, ada senyum tulus yang bisa kulihat terukir di bibirnya. "Tidak Mas" "Apa kamu merasa kurang sehat Dara?" "Tidak. Aku baik-baik saja" "Benar?" "Iya Mas" ku anggukan kepala agar Mas Faiz percaya aku baik-baik saja. *** ***JUAN*** Aku menyalami, dan cipika cipiki dengan Bu Ayuna, Mami Gigi. "Apa kabar Tan?" "Baik, kamu apa kabar Juan" "Baik juga Tan" "Silahkan duduk. Gi ... ambilkan Juan minum sana" "Mau minum apa?" "Apa saja" "Tunggu ya" Gigi masuk ke dalam meninggalkan aku, dan Maminya di ruang tamu. "Kamu ya Juan, selama Gigi di Itali tidak pernah mampir ke sini" "Maaf Tan, aku memang sedang sedikit sibuk akhir-akhir ini, karena dipercaya Ayah menangani beberapa proyek" jawabku sedikit berbohong. "Owhh ... baguslah kalau begitu, eeh bagaimana kabar Ayahmu?" "Ayah baik Tan" "Harusnya Ayahmu itu sudah istirahat dari aktifitasnya di kantor Juan, sudah waktunya hanya menikmati hidup, toh ada kamu yang bisa menggantikannya" "Iya Tan, tapi Ayah belum mau istirahat, tidak enak hanya santai saja katanya" "Yah mungkin karena Ayahmu takut kesepian di rumah, ehmm Ayahmu memangnya tidak berniat menikah lagi ya, Beliau kan sudah cukup lama menduda" Mendengar pertanyaan Bu Ayuni barusan, membuatku jadi teringat pada Dara. Kepada kecurigaan Gigi tentang hubungan Ayah ku, dan Dara. "Juan!" "Oh ya Tan, kalau itu aku kurang tahu" "Nah ini minumnya" Gigi datang bersama Bibik, yang membawa nampan berisi tiga gelas es sirop dan kue kering. "Om kemana Tan?" "Papi Gigi masih ada urusan di Itali" "Oooh" aku menganggukan kepala, dan memutuskan tidak melanjutkan bertanya soal Papi Gigi lagi. Percakapan kami lanjutkan dengan hal-hal yang ringan saja. Tapi pikiranku saat ini sedang dibebani oleh hal berat. Tentang kecurigaan Gigi yang entah mengapa, terasa sangat mengganggu pikiranku. Begitu Mami Gigi pamit untuk pergi keluar . Gigi langsung menggiringku menuju kamarnya. Tanpa diminta Gigi langsung melepaskan seluruh pakaiannya, dan menggodaku dengan berbaring telentang di atas ranjang. "Ayolah Juan aku sungguh merindukanmu" desahnya manja merayu. Biasanya juniorku langsung bereaksi begitu melihat wanitaku seperti ini, tapi entah mengapa, kali ini adik kecilku ini adem ayem saja. Bahkan menelan ludahpun aku tidak, melihat pemandangan yang sungguh menggoda di depanku. Tapi mungkin ini semua karena aku sudah lama tidak bercinta dengan Gigi. Saat aku ingin melepaskan pakaianku, tanpa sengaja mataku memandang ke sudut kamar Gigi. Dara tengah bersandar di dinding di sudut sana, tangannya terangkat, dan jari telunjuknya bergoyang, matanya melotot gusar, seakan dia memperingatkanku agar jangan meneruskan niatku. Aku menarik napas panjang, bayangan Dara kembali merusak moodku lagi. "Juan!" "Maaf Gi, aku sudah kehilangan moodku untuk bercinta sejak di kantor tadi, kenakan lagi pakaianmu, kita ngobrol atau jalan-jalan saja ya" Gigi bangkit dari rebahnya. "Ada apa Juan? Apa aku sudah tidak bisa membuat gairahmu bangkit lagi?" "Bukan begitu Gi, tapi aku memang sedang tidak mood, maafkan aku ya. Mungkin sebaiknya aku pulang saja, bye Gi sampai bertemu lagi." Aku langsung ke luar kamar Gigi, meninggalkannya yang masih polos tanpa busana. Kekesalanku pada Dara semakin menjadi, aku sungguh kesal karena bayangannya mampu mengintimidasiku dengan sempurna. 'Argghh ... Daraaaaa Perawan tua itu, entah magic apa yang dimilikinya?' ***AUTHOR*** Juan mondar mandir di dalam kamarnya. Sudah jam 9 malam, tapi Dara belum pulang juga. Mau telpon menanyakan keberadaannya, Juan merasa gengsi. Suara mobil yang baru masuk ke halaman, membuat Juan berdiri di dekat jendela kamar untuk melihat siapa yang datang. Juan melihat Ayahnya turun dari mobil bersama Dara. Dari tempatnya berdiri, Juan bisa melihat kalau lengan Ayahnya memeluk bahu Dara. Juan jadi teringat lagi ucapan Gigi tadi siang. Apa mungkin itu benar? Apa Ayahnya, dan Dara ada affair. Pikiran Juan mulai dipenuhi hal-hal yang yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Juan ingin ke luar kamar, tapi pintu kamar terbuka, Dara masuk dengan wajah yang terlihat letih. "Dari mana?" "Bukan urusanmu" jawab Dara datar, tanpa membalas tatapan Juan. Dara merasa sangat lelah Ia malas bicara dengan Juan. Tanpa diduga oleh Dara sama sekali, Juan tiba-tiba menyambar pergelangan tangan Dara. Dengan sekali sentakan, Dara sudah berada dalam pelukannya. Satu tangan Juan di pinggang Dara, yang satu lagi berada di tengkuk Dara. Bibir Juan tanpa ampun mengulum bibir Dara dengan kasar. Dara memukuli bahu Juan dengan sekuat tenaga. Tapi tubuhnya yang lelah, membuat tenaganya tidak sebesar biasanya. Tangan Dara yang tadi sempat memukuli Juan, kini justru bertumpu di bahu Juan, untuk menahan beban tubuhnya yang terasa lemas. Kepala Dara mendongak, karena tangan Juan yang menekan tengkuknya, agar Juan bisa lebih dalam mencium bibirnya. Rasa lelah yang menguasai tubuhnya, membuat Dara seperti pasrah pada ciuman Juan. Dara memejamkan mata, tapi Ia masih mampu mengontrol dirinya, agar tidak membalas ciuman Juan. Rambut Dara yang tadinya masih tergulung rapi di kepala, kini gulungannya sudah terlepas karena ulah tangan Juan. Juan memiringkan kepalanya ke kiri, dan ke kanan, berusaha mencuri udara untuk bernafas. Sepertinya Juan sangat enggan melepaskan bibir Dara meskipun Dara tidak membalas ciumannya. Juan bisa merasakan tubuh Dara yang bergetar halus, Ia yakin sebentar lagi Dara pasti tidak akan mampu lagi menolak sentuhannya. Juan yakin Dara akan membalas ciumannya, bahkan mungkin akan lebih b*******h dari ciumannya. Tapi Juan salah. Dara tetap bertahan untuk tidak membalas ciuman Juan. Akhirnya Juan merasa lelah sendiri, hatinya merasa kesal, karena Dara tidak juga merespon ciumannya, dilepaskan ciumannya, dan dilepaskan juga tubuh Dara begitu saja. Dara terhuyung sesaat, tapi kemudian Dara kembali bisa menguasai dirinya, dan mampu berdiri dengan tegak. Dengan nafas terengah, dan punggung tangan menghapus bekas ciuman Juan di bibirnya, mata Dara memandang wajah Juan dengan tatapan tajam, seakan ingin mencabik-cabik tubuh Juan. "Sudah puas Tuan Juan, sudah mendapatkan apa yang kamu inginkan? Apa ciuman dari wanita di kantormu tadi kurang memuaskanmu, sehingga kamu masih perlu untuk menciumku juga?" Tanya Dara dengan suara yang terdengar sangat dingin bagi telinga Juan. "Kau sendiri ... apa cukup puas bersenang-senang dengan Tuan Faizmu itu? Atau malam ini kamu baru saja bersenang-senang dengan Ayahku?" Tanya Juan tajam membuat Dara mengernyitkan keningnya. "Apa maksud ucapanmu Juan? Kenapa Ayah dibawa-bawa?" "Jujur Aku mulai curiga dengan hubungan di antara Kamu, dengan Ayahku" "Apa maksudmu?" "Apa maksudku? Kau pikir aku tidak memperhatikan kedekatanmu dengan Ayah. Tiba-tiba Ayah mengirimmu sebagai sekretarisku, setelah 10 tahun kamu hanya bekerja sebagai staff di kantor Ayahku. Kemudian tiba-tiba Ayah memintaku menikahimu, tanpa aku tahu apa alasannya. Jadi menurutmu, apa yang harus ku pikirkan tentang hubungan kalian. Tentu saja aku curiga, ada affair di antara kamu dan Ayah!" seru Juan dihadapan Dara. Tubuh Dara yang sedang letih bergetar hebat mendengar tuduhan Juan. Meski Dara tahu gosip seperti itu sudah menyebar di kantor mereka, semenjak ia menjadi sekretaris Juan, tapi ia tidak menyangka kalau Juan juga punya pikiran seperti itu. Dara berusaha menenangkan hatinya dengan memejamkan matanya sesaat. Saat Ia membuka matanya tubuhnya terhuyung tanpa disadarinya. "Dara!" Juan ingin menahan tubuh Dara yang oleng. "Stop!! Jangan mendekat! Aku tidak sudi menerima bantuan dari orang berpikiran picik sepertimu. Otakmu ... otakmu, hanya berisi kemesuman, sehingga ... sehingga kamu tidak bisa membedakan lagi, antara cinta, dan nafsu. Kamu ... kamu tidak bisa melihat ketulusan kasih sayang seorang Ayah, dari Ayahmu sendiri. Kamu ... hhhh ...." Dara menghempaskan nafasnya, lalu melangkah perlahan ke dalam kamar mandi. Dara masuk ke dalam kamar mandi, lalu disandarkan tubuhnya di dinding kamar mandi, dinyalakan shower, dan membiarkan tubuhnya yang masih terbungkus pakaian menjadi basah. Tangis yang berusaha ditahan sejak siang tadi akhirnya pecah juga. Dara sadar, ternyata ia tidak sekuat yang dipikirkannya. Ia tidak bisa menahan rasa sakit, atas tuduhan yang dialamatkan Juan kepadanya. Selama ini ia menutup telinga akan pergunjingan orang-orang dikantornya. Tapi ia tidak menyangka kalau gunjingan itu sampai juga ketelinga Juan. Dulu Dara pernah menerima tuduhan serupa, Ia pernah dituduh menggoda dan berselingkuh dengan suami orang. Saat itu Dara sangat merasa terhina dengan tuduhan itu, Ia sempat terpuruk dalam kesedihan, tapi untungnya Ia memiliki Ibu yang luar biasa. Ibu yang mampu membuatnya bangkit dan sanggup bertahan dalam badai cobaan hingga sekarang. Teringat Ibunya membuat semangat Dara bangkit lagi. Aku harus kuat. Demi Ibu yang sudah membuatku bisa berdiri tegar sampai saat ini. Demi Pak Juni yang sudah memberi kepercayaan padaku untuk bisa menuntun Juan pada kebaikan. Aku tidak boleh lemah. Aku tidak boleh kalah. Ada Allah bersamaku. Dara kembali bersemangat. Cepat Dara melepaskan pakaiannya dan menyelesaikan mandinya. Dara baru sadar, kalau Ia tidak membawa pakaian ganti ke dalam kamar mandi. Hanya ada handuk yang menutupi, dari atas d**a sampai ke lututnya. Akhirnya Dara memutuskan mengenakan dua handuk sekaligus. Diambilnya handuk dari lemari gantung di dinding bagian atas kamar mandi. Satu anduk dililitkan diatas buah dadanya, sedang yang satu lagi ditutupkan diatas kedua bahunya. Dara keluar dari dalam kamar mandi, dilihatnya Juan tengah duduk disofa menonton acara televisi tanpa baju hanya memakai celana pendek saja. Bergegas Dara membuka lemari ingin mengambil pakaiannya. Ia tidak ingin Juan melihatnya dalam keadaan hanya memakai handuk saja. Ia khawatir pikiran m***m Juan akan langsung bekerja. Saat Dara menutup pintu lemari, ia terjengkit mundur, karena Juan berada tepat di balik pintu lemari yang ingin ditutupnya. "Mau apa?" Tanya Dara sengit. "Mau menciummu" Juan mengambil pakaian di tangan Dara, dan melemparkannya ke lantai begitu saja. "Aku tidak mau". "Harus mau, tidak tertulis didalam kedua lembar perjanjian kita, kalau aku dilarang menyentuhmu iya kan" Juan sudah memepet tubuh Dara kepintu lemari. Mata mereka bertemu, ada peperangan dalam pancaran mata mereka. "Aku bilang jangan sentuh aku, sebelum kamu bisa berhenti menyentuh wanita lain" "Itu tidak tertulis dalam perjanjian Dara" Juan menggigit cuping telinga Dara pelan. "Juan, menyingkirlah!" "Tidak mau, aku menginginkanmu, kamu harus membayar akibat dari perbuatanmu" desis Juan.Bibir Juan menelusuri pundak Dara yang terbuka, karena Juan sudah melemparkan handuk penutup bahu Dara. Sedangkan kedua tangan Dara tengah mencengkeram erat handuk yang masih bertahan melilit dadanya. "Apa maksudmu dengan membayar akibat dari perbuatanku?" "Kau tahu Dara, sejak aku menikahimu, bayanganmu selalu menguntitku kemana aku pergi, sehingga membuatku tidak lagi bisa bebas bersenang-senang, karena selalu merasa kamu amati" desis Juan. Dara tertawa mendengar ucapan Juan. "Aku curiga kalau kamu mulai jatuh cinta, pada perawan tua yang kamu benci ini Juan" sahut Dara diantara tawanya. "Jangan pernah berharap aku jatuh cinta padamu Dara, aku tahu dimana tempat yang pantas untuk meletakan cinta, dan pastinya bukan di hati perawan tua sepertimu!" sahut Juan gusar. "Kalau begitu lepaskan aku sekarang" "Tidak akan, aku sudah bilang kamu harus membayar kekacauan yang ditimbulkan oleh bayanganmu" "Itu bukan bayanganku Juan, tapi itu apa yang ada dalam pikiranmu, karena kamu memikirkan aku jadi kamu merasa seakan bayanganku mengikutimu. Kamu tahu Juan, itu adalah pertanda mulai tumbuh cinta di hatimu untukku" sahut Dara dengan penuh percaya diri. "Mengaku saja Juan tidak perlu malu" kata Dara berusaha mempermainkan perasaan Juan. "Apa yang harus ku akui haah? Aku tidak mencintaimu dan tidak akan pernah!" "Hmmm ... kalau begitu biar waktu yang akan menjawabnya Tuan Juan Daniel, berharap saja saat kamu menyadari cinta itu memang untukku, aku masih ada di sini untukmu" "Apa maksudmu Dara?" "Kesabaran ada batasnya Juan, mungkin aku akan lelah untuk menunggumu berubah dan mungkin aku akan tergoda untuk memilih pria lain un .... hmmmpppp!" Dara berusaha melepaskan ciuman Juan dengan mendorong d**a Juan sekuat tenaganya. Ia sudah lupa kalau ia harus mencengkeram anduknya agar tidak lepas dari tubuhnya. "Kamu tidak akan pernah kuijinkan tergoda pada pria lain Dara ... apa lagi untuk memilih mereka!" desis Juan diantara ciumannya. "Juan ... Juan, lep ... aaakkhh!" Dara menjerit tertahan saat menyadari handuknya sudah jatuh dibawah kakinya. ***BERSAMBUNG***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD