"Aku tidak melihatnya di sekitar sini. Apa kau sudah membohongiku, hah?!" Jose bicara pada seorang bartender sambil mencengkeram kerah kemeja pria itu. Dia menatapnya dengan tajam.
Si bartender tergugup ketakutan. "Aku bersumpah melihatnya di sini, tapi sepertinya mereka sudah meninggalkan bar!"
"Kampret!"
Jose mendengus kesal seraya melepaskan si bartender lantas pergi.
"Mereka sudah pergi dari bar, aku gagal menyadap ponselnya." Sambil mencari-cari Meghan, Jose menelepon temannnya. Langkah sepasang tungkai jenjang itu terayun menuju ke luar bar.
"Kemana perginya Meghan? Astaga, aku harus segera pulang." Pria dengan jaket hitam itu bicara sendiri kali ini sambil menyapu pandangan ke sekitar. Dia masih belum menemukan Meghan.
"Ahhh, hmmmh!" Suara aneh itu terdengar dari lorong di sudut bar yang sepi dan gelap.
Meghan berdiri dalam kendali Michele. Punggungnya sudah merapat ke dinding. Sementara miliknya sedang di hentak oleh pria itu.
Sensasi gila yang di timbulkan membuat mereka tak henti melenguh menikmati penyatuan h4sr4t yang tak hentinya mendidih.
Michele sangat menggila. Tangannya merengkuh punggung Meghan dengan pelukan erat. Dia mendesak dengan cepat sampai dalam. Sensasi itu benar-benar membuatnya nyaris melupakan dunia.
"Oh, Honey!"
Michele semakin gencar menelusuri lembah cinta Meghan. Tangannya menangkap tungkai kiri gadis itu hingga memudahkan ia masuk.
Mereka akan segera mencapai puncak. Oh tidak! Ini sensasi yang dia cari! Michele mengerang kencang saat miliknya membanjir di dalam pusat bagian inti dari Meghan.
Gadis itu jatuh lemas ke pelukan Michele dengan nafas terengah-engah. P3rcintaan yang dahsyat! Dia sangat lelah tapi menyukainya.
"Ikutlah ke mansion ku. Kita akan bercinta sampai matahari terbit," bisik Michele sambil merangkum wajah putih Meghan yang bercahaya dalam kegelapan. Dia tersenyum kagum sekaligus puas atas permainan singkat mereka.
Meghan menggeleng."Itu tidak mungkin," ucapanya seraya memandangi wajah pria di hadapanya dengan mata sendu.
Entah siapa nama Tuan Mafia ini, tapi dia mulai jatuh cinta padanya. Bukan karena kemahiran pria itu bercinta saja, tetapi dia seperti telah menemukan belahan jiwanya yang hilang.
Meghan rasa ini hanya mimpi. Bisa bertemu kembali dengan Michele. Namun ternyata ini memanglah nyata. Entah akan seperti apa kisah mereka berakhir? Ia tak bisa membayangkannya.
Mendengar jawaban Meghan, Michele menatapnya heran."Kau menolak ajakan dari seorang Bos Mafia? Apa kau sudah bosan hidup, Nona Meghan?" ucapnya sedikit menakut-nakuti.
Meghan benar-benar dibuatnya takut."Bukan begitu, tapi ..."
"Meghan!"
"Kau di sana?!"
Seruan dari ujung lorong membuat keduanya menoleh.
Jose?
Meghan sangat terkejut melihat kakaknya sedang menuju pada mereka. Dia buru-buru merapikan penampilannya yang berantakan karena ulah Michele.
"Meghan, apa itu kau?!" teriak Jose lagi.
Meghan menjadi panik. "Tuan Mafia, cepatlah pergi. Itu kakakku, dia seorang polisi! Ayo cepat pergi!" pintanya pada Michele seraya mendorong pria tinggi di depannya.
Michele tenang-tenang saja."Aku tidak takut padanya."
Meghan menatap tak percaya."Ya, aku tahu kau seorang Bos Mafia, tak ada yang kau takuti. Akan tetapi, kakakku tidak akan suka melihatmu di sini bersamaku. Ayo cepat pergi," bujuknya.
Benar, jika sampai Jose tahu dirinya berhubungan dengan seorang Bos Mafia maka tamatlah riwayatnya. Pasti sang kakak akan melarangnya bertemu dengan Michele lagi. Bahkan, bisa jadi lebih buruk dari itu.
Sepertinya Michele mengerti apa yang dimaksud oleh Meghan. Dia menoleh sesaat ke arah Jose sebelum kembali menatap Meghan.
"Kita harus bertemu lagi," bisiknya lalu menyapu b!b1r Meghan dengan penuh penghayatan.
Meghan membalas ciuman Michele meski Jose sudah hampir sampai pada mereka. Kemudian dia segera mendorong pria itu."Cepat pergi," lirihnya.
Michele mengusap bibir basah Meghan sambil menatapnya penuh n4fsu. "Aku mau ini setiap hari," ucapnya lantas pergi.
Meghan menyentuh bibirnya yang terasa kebas akibat ulah Michele. Sambil mematung dia memandangi punggung pria itu menghilang di antara mobil-mobil yang berjajar di area basement.
"Meghan, apa yang sedang kau lakukan di sini? Di mana pria yang tadi bersamamu? Kau tadi bersama seorang pria, kan?" Bak seorang penyidik, Jose menginterograsi Meghan.
"Pria itu sudah pergi," jawab Meghan dengan acuh, lantas berjalan melewati Jose,"ayo kita pulang! Aku lelah sekali!"
Jose masih tampak keheranan. Namun dia tak mau ambil pusing. Pria itu bergegas menyusul Meghan.
Michele segera masuk mobil setelah seorang bodyguard membukakan pintu untuknya.
Ekor matanya menoleh pada Carlo yang sudah tertidur pulas di dalam mobil."Dasar bayi," katanya sambil meraih seat belt.
Ferrari merah melaju meninggalkan area basement. Michele melihat Meghan yang sedang berdiri di samping Alfa hitam.
Pria itu bergegas membuka kaca mobilnya. Dia mengedipkan satu matanya sambil tersenyum smirk ke arah Meghan. Gadis itu dibuat tercengang melihatnya.
"Hei, apa yang kau lihat?! Ayo masuk!" teriak Jose mengejutkan Meghan yang sedang memandangi Ferrari merah yang baru saja melintas di depannya. Gila! Dia benar-benar dibuat gila karena pesona Bos Mafia!
Jose mengemudikan mobil sambil bersenandung mengikuti lirik lagu yang di putarnya. Dia menoleh pada Meghan. Gadis itu tampak diam saja sambil memalingkan wajah ke jendela mobil.
Entah apa yang sedang dia pikirkan. Jose tak mau tahu. Dia kembali bersenandung sambil menatap jalan di depannya.
'Aku mau ini setiap hari.'
Malamnya Meghan tak bisa tidur. Dia terus saja teringat pada Michele. Deru nafas mereka, lenguhan keduanya, sentuhannya dan ... cara pria itu, semuanya membuat dia benar-benar gelisah.
Tuan Mafia ...
Sepertinya dia mulai candu kepadanya.
*
Mobil Bugati Divo warna metalic melaju dengan kecepatan santai disusul oleh beberapa Alfa hitam yang mengikuti. Mobil-mobil itu melintasi jalan di tepi tebing yang letaknya tak jauh dari laut.
Sinar jingga yang nyaris terbenam menerpa kaca mobil mewah yang berada di barisan paling depan.
Sosok pria dengan stelan jas hitam sedang duduk pada bangku tengah mobil. Michele Lazaro Riciteli, dia tampak sedang berbincang lewat sambungan ponselnya.
"Aku sudah sampai di Milan, temui aku di kastil. Bawa barang yang aku pesan," ucap Michele dengan intonasi pelan tapi menekan.
Entah siapa yang dia hubungi. Seringai tipis terbit pada sudut bibirnya setelah panggilan itu berakhir.
Perjalanan dari bandara menuju kastil cukup jauh. Bugatti Divo metalic yang membawa Michele melaju memasuki terowongan yang menghubung ke kastil yang letaknya di atas tebing.
"Selamat datang, Bos!"
Alando, kaki tangan Michele yang menjaga kastil menyambut kedatangan bos mereka dengan penuh rasa hormat.
Michele keluar dari mobil sambil membuka kacamata hitamnya. "Apa Dante sudah datang?" tanyanya pada Alando.
Pria berambut cepak itu mengangguk."Tuan Dante sudah tiba sepuluh menit yang lalu. Beliau sedang menunggu di ruangan Anda."
Michele tidak mengatakan apa-apa lagi, pria dengan tinggi 1,9m itu berjalan cepat menaiki puluhan anak tangga menuju kastil.
Alando mengekor dari belakang bersama sepuluh orang bodyguard. Mereka tampak sangat siaga mengawal Michele.
Gegar otak ringan bisa saja terjadi pada bos mereka yang tampan dan psikopat itu jika dia sampai tersandung lalu jatuh dari tangga.
Namun Michele tidak seceroboh itu pastinya. Dia Pangeran Mafia Riciteli, otaknya jenius dan sudah di rancang khusus oleh para dewa.
Michele berjalan gagah menyusuri lorong di kastil menuju ruangannya. Alando bergegas maju dan langsung membukakkan pintu saat mereka tiba di tempat yang di tuju.
Di dalam ruangan itu terlihat Dante yang sedang berdiri menghadap jendela besar yang menampilakan panorama laut yang begitu eksotis.
Kedua tangan pria itu dimasukan ke masing-masing saku celana kainnya. Bibirnya mengulas senyum tipis saat indera pendengarannya menangkap suara ketukan sepasang pantofel mendekat.
"Kau telah membuatku menunggu sampai sepuluh menit, aku rugi sepuluh ribu dolar," ucapnya dengan sinis.
Michele memasang wajah dingin seperti biasanya. "Akhir-akhir ini aku kesulitan bangun pagi."
Dante menaikan sudut bibirnya. "Kau sibuk dengan gadis mu?" tanyanya, lantas memutar tubuh menghadap pada Michele yang sedang duduk pada sofa sambil menikmati batang cerutunya.
"Aku tak tahu gadis mana yang kau maksud," jawab Michele acuh.
Dante tersenyum tipis sambil berdiri di depan Michele. "Jangan main perasaan dengan para wanita. Nikmati saja tubuhnya lalu buang. Mereka makhluk yang paling merepotkan."
"Juga penguras kantong yang handal," timpal Michele dengan acuh.
Dante tertawa kecil mendengarnya. Michele hanya menikmati batang cerutunya dengan santai.
"Bagaimana dengan gadis mu yang itu? Apa kau sudah bertemu dengannya lagi?" tanya Dante setelah tawanya mereda.
Michele menatapnya kali ini."Kami bahkan bermain panas di lorong bar yang gelap."
Dante menarik seringai tipis pada sudut bibirnya. Sambil duduk dan menikmati segelas kokain, ia memperhatikan Michele.
Dilihatnya pria itu yang tampak tersenyum sendiri. Entah apa sebab, ia curiga jika Michele telah jatuh cinta pada gadis asal Virginia itu.
"Aku ingin semuanya selesai dalam dua hari. Aku ingin segera kembali ke Roma," ucap Michele sambil berdiri di tepi pagar balkon kastil. Matanya memandangi laut luas di depan yang membentang bebas.
"Apa ini karena gadis itu?" Dante bertanya sambil memutar gelas kokain dalam genggaman.
"Apa ada yang salah?" Michele berbalik tanya pada Dante sambil menatapnya dengan dingin.
Dante membuang pandangan ke arah laut, menghindar. "Aku sudah katakan padamu, jangan pernah libatkan perasaan saat bermain dengan wanita. Kau bisa hancur dibuatnya."
Michele terkekeh mendengar ocehan Dante yang menurutnya sangat konyol. "Aku akan menghabisinya setelah aku bosan," tegasnya kemudian.
Dante menoleh cepat. Michele hanya tersenyum dingin, lantas membuang pandangan ke laut.
Menghabisinya setelah bosan?
Apa dia serius dengan ucapannya itu?
Entahlah..
Bagi seorang Mafia, tak ada waktu untuk mencintai seseorang. Bahkan dia tak tahu apa itu cinta. Dia hanya butuh kepuasan saja.