Sesampainya di Jakarta Nathan mengantar Alika pulang.
"Makasih Pak, eh Mas," ucap Alika yang masih belum terbiasa dengan panggilan Mas.
Nathan hanya menganggukkan kepala pelan sambil terus melihat sampai Alika masuk ke dalam tempat kostnya.
"Tunggu, tunggu, tunggu! Mau ngapain kamu?" tegur Ibu kost dengan wajah garangnya.
"Mau masuk Buk, emang kenapa?"
"Enak aja main masuk-masuk aja! Bayar dulu uang sewa kostnya kamu kan sudah tiga bulan nggak bayar kost, kamu pikir listrik sama air itu gratis! Cepat lunasi dulu baru kamu bisa masuk ke dalam!"
"Tapi Buk, saya kan sudah minta keringanan. Saya minta waktu satu bulan lagi. Saya belum ada uang Buk. Kalau saya di usir, terus saya mau tinggal dimana?"
Wajah Alika tampak memelas ia sangat terkejut dengan kemarahan pemilik kost, ia tau kalau ia sudah tiga bulan tidak membayar uang sewa kost, ia sudah minta keringanan tetapi ternyata pemilik kost sudah bosan mendengar alasan-alasannya. Alika yang sama sekali tidak memegang uang merasa kebingungan dengan situasi seperti ini.
"Mau tinggal dimana kek itu bukan urusan Saya. Yang penting kamu bayar uang sewa kostnya. Lunasi sekarang juga atau kamu keluar dari sini! Saya sudah beri waktu cukup lama tapi kamu selalu beralasan."
Wajah garang pemilik kost membuat Alika merasa terintimidasi, ia tak punya pilihan lain selain keluar dari kostan-nya sekarang juga, tetapi ia sama sekali tidak punya tujuan untuk menjadi tempat tinggal sementara sampai waktunya gajian dan ia baru memegang uang.
"Iya Buk, Saya bereskan barang-barang saya dulu," kata Alika pelan.
"Jangan lama-lama ya! Soalnya kamar ini sudah ada yang mau mengisi."
"Iya Buk, nggak akan lama," sahut Alika air matanya tak bisa dibendung lagi. Entah kemana tujuannya sekarang, ia sangat membutuhkan pertolongan saat ini.
Tak tak tak
Suara langkah kaki terdengar dari belakang pemilik kost. "Tiga bulan, apa ini cukup untuk melunasi uang kost tiga bulan?"
Suara laki-laki yang terdengar sangat berat, tiba-tiba memecah keheningan di dalam kamar kost Alika. Pemilik kost dan Alika menoleh ke suara berat itu secara bersamaan.
"Pak Nathan?" Kedua bola matanya membulat sempurna saat melihat laki-laki tinggi, kekar dan juga tampan sedang berdiri di depan pintu kamar kostnya.
"I-ini lebih dari cukup, Alika kamu bereskan kembali barang-barangmu. Ibu tidak jadi menyewakan kamar ini, kamu bisa tinggal di sini sampai waktunya habis. Kamu bisa memperpanjangnya lagi. Tidak usah pikirkan ucapan Saya tadi," ujar pemilik kost dengan senyum cerah karena diberi uang segepok dari Nathan.
"Alika, cepat bereskan barang-barangmu! Saya tidak mau menunggu lama!" titah Nathan.
"Tap-tapi Pak."
"Cepat!" teriak Nathan.
"Loh, kenapa? Kamu bisa kok tinggal disini, uang ini sudah lebih dari cukup untuk bayar uang sewa kost selama empat bulan," tanya pemilik Kost wajahnya tampak kecewa dan takut kalau sampai Nathan mengambil uangnya kembali karena Alika tak memperpanjang sewanya.
"Ibu, ambil saja uang itu! Anggap saja itu untuk membayar uang sewa Alika selama tiga bulan ini. Alika akan ikut dengan Saya dan tinggal dengan Saya, karena Saya adalah suaminya."
"Suami? Apa benar itu Alika, apa dia suamimu?"
Pemilik kost tampak tak percaya dengan pengakuan laki-laki kaya yang berada di hadapannya.
"Iya, Buk," sahut Alika pelan.
Apa Pak Nathan benar-benar serius mengakui aku sebagai istrinya? gumam Alika dalam hati.
Alika tampak tersipu malu, ia tak berhenti tersenyum tipis saat mendengar Nathan mengakui dirinya sebagai suami.
"Ibu boleh pergi sekarang! Saya dan Istri saya mau membereskan barang-barang," kata Nathan.
"Oh, iya tentu saja saya akan pergi, makasih banyak ya untuk pelunasan uang sewanya."
Pemilik kost pergi dengan wajah cerah dan bahagia, baru kali ini Alika membawa keberuntungan untuknya.
"Kalau semua penghuni kost punya suami kaya raya kayak begitu aku pasti jadi ikut kaya juga," gumam Ibu kost.
Alika masih sibuk membereskan beberapa baju dan barang-barang nya, rasa penasaran menyelimuti hatinya.
Sejak kapan pak Nathan ada di sini, apa ia tau kalau Ibu kost memarahi aku tadi? gumam Alika dalam hati, perasaan malu dan juga senang bercampur menjadi satu.
"Cepat! Saya masih banyak pekerjaan. Apa kamu mau tinggal di jalanan! Kalau saja tidak ada aku pasti kamu sudah jadi gelandangan di jalan," pekik Nathan sambil membanggakan diri karena sudah menjadi penyelamat Alika.
"Maksud Pak Nathan. Apa Saya akan tinggal di rumah, Bapak?"
Alika menoleh ke arah Nathan dan menyempitkan ke dua bola matanya.
"Iya, kamu 'kan sudah sah menjadi istri Saya. Sudah seharusnya kamu tinggal bersama Saya, kita akan ke apartemen sekarang," ujar Nathan.
"Tapi, apa Pak Nathan tidak takut kalau ada yang akan tau tentang status kita?"
Alika mencoba untuk mengingatkan perjanjiannya dengan Nathan, agar ia tak jadi bahan bulan-bulanan Nathan nantinya. Alika tak ingin suatu hari nanti Nathan menyalahkannya.
Nathan mengubah posisinya dari berdiri di depan pintu menjadi duduk di sebelah Alika."Saya mau kamu menjaga rahasia ini. Selama kamu tutup mulut, semua akan aman," desis Nathan tepat di telinga Alika nafasnya yang sangat hangat membuat jantung Alika mau copot.
"Iya Pak, Saya akan menjaga rahasia," sahut Alika sambil mengangkat tangan memberi hormat.
Setelah selesai mengemasi barang-barang mereka pun berangkat menuju apartemen Nathan.
"Cepat turun!" titah Nathan setelah mereka sampai di tempat parkir apartemen. Pandangan mata Alika mengedar melihat bangunan tinggi apartemen mewah yang berada di pusat Ibu kota Jakarta. Ini adalah kali pertama Alika menginjakkan kaki di apartemen semewah itu.
"Kamu ngapain?" tegur Nathan saat melihat Alika tengah sibuk mengambil barang-barang yang berada di bagasi mobil.
"Saya, mau bawa barang-barang ini."
"Tinggalkan itu semua! Kamu tidak akan membutuhkannya lagi, Saya akan belikan yang lebih bagus dari itu."
"Tap-tapi Pak."
"Cepat! Aku sudah lelah, aku mau istirahat sebentar lagi kita akan ke kantor."
Lalu untuk apa aku bereskan barang-barang ini, tadi? Alika mengeluh dalam hati, ia menghela nafas panjang dan berjalan mengikuti Nathan dari belakang.
"Cepat! Kamu manusia atau siput sih?!"
"Iya Pak, tunggu sebentar, galak amat sih! Kamu itu manusia apa petasan! Meledak-ledak terus!" gerutunya pelan.
Alika berlari mengejar Nathan sampai akhirnya mereka sampai di unit apartemen milik Nathan.
Wah ... Apa apartemen ini milik Pak Nathan. Alika mengedarkan pandangannya dia tampak sangat mengagumi isi apartemen milik Nathan yang sangat mewah dan pastinya mahal.
Saat Nathan baru merenggangkan otot-ototnya di sofa, tiba-tiba terdengar suara deringan ponsel yang ia letakan di atas nakas, dengan cepat Nathan mengambil ponselnya dan mengangkat telpon.
"Ssttt!"
Nathan memberi kode agar Alika tak mengeluarkan suara.
Alika menganggukkan kepala pelan wajahnya tampak muram seakan ia tau siapa yang menelpon Nathan.
"Pasti Mbak Nadine. Kekasih Mas Nathan," gumam Alika pelan, ia tak bisa memungkiri perasaan cemburu di hatinya, karena suami sahnya sedang menerima telpon dari wanita lain, dan wanita itu adalah kekasihnya.