Digerebek warga

1133 Words
"Cepat ambilkan Saya selimut di kamar lain!" pekik Nathan melepas tangan Alika. Sekaligus membuyarkan apa yang dipikirkan Alika tadi. "I-iya Pak, tunggu sebentar," sahut Alika pelan, ia berlari kecil keluar kamar dan mencari kamar lain untuk mengambil selimut. "Astaga! Alika, kamu mikir apa sih tadi. Untung pak Nathan enggak sadar," gerutu Alika saat ia sudah masuk ke dalam kamar, lalu naik ke tempat tidur dan menggulung selimut tebal di atas tempat tidur, ia membawanya ke kamar Nathan. "Ini Pak, selimutnya," kata Alika pelan ia masih merasa malu dengan pikirannya tadi. "Selimutin, Saya!" titah Nathan. "A-Apa?" tanya Alika "Cepat! Kamu tuli ya!" "Baik, Pak," sahut Alika ia sedikit ragu saat Nathan menyuruhnya memakaikan selimut ke tubuh kekar yang tidak memakai pakaian lagi, perasaan berdebar masih saja ia rasakan. Manja banget sih ini orang! Masa pakai selimut aja harus aku yang pakaikan! Tapi badannya masih panas apa dia baik-baik saja, gumam Alika dalam hati walau kesal tetapi perasaan khawatir tentang keadaan Nathan masih menyelimuti hati dan pikirannya. "Pak, Bapak. Apa Anda baik-baik saja?" tanya Alika ia melihat Nathan kembali terbaring saat ia sudah selesai memakaikan selimut. Tubuhnya yang masih panas tinggi membuat Alika semakin khawatir, apalagi saat Nathan tak merespon pertanyaannya. "Pak," panggilnya lagi, ia mencoba menggoyang-goyangkan tubuh besar Nathan. "Saya masih hidup. Cerewet!" desis Nathan. Alika menghela nafas lega saat mendengar sahutan dari Nathan. "Aku pikir dia mati," gumam Alika pelan. "Kamu ngomong apa!" "Enggak Pak, saya cuma bilang di sini banyak sekali nyamuk," sahut Alika ia tidak menyangka kalau pendengaran Nathan sangat jelas walau dirinya sedang sekarat seperti itu. Udah sekarat aja masih nyebelin! batinnya. Alika merasa badannya juga mulai tidak enak karena bajunya yang tadi basah kuyup sudah kering ditubuhnya, tetapi ia tidak ingin menjadi lemah. Kalau ia ikut sakit lalu siapa yang akan mengurus mereka berdua di vila ini. Jam sudah menunjukan pukul tiga pagi. Hujan juga sudah sedikit reda Alika yang sedari tadi menjaga Nathan sudah tampak kelelahan matanya sudah tidak sanggup lagi untuk terbuka. Akhirnya Alika ikut terpejam di sofa dalam kamar. Pagi pun tiba, matahari mulai terbit dan cahayanya masuk ke dalam kamar vila, cahaya matahari menyilaukan mata Nathan yang masih terbaring di dalam selimut tebal. "Bik ... tolong tutup jendela kamar!" titah Nathan ia mengira kalau dirinya sedang berada di rumah dan tidur di kamarnya. Saat Alika mulai membuka kedua bola matanya perlahan ia mendengar ada suara samar-samar dari luar, suara itu seperti suara laki-laki yang sedang berteriak-teriak. "Usir mereka! Usir mereka dari Desa kita!" Suara samar yang Alika dengar ternyata suara warga yang bergerombol mendatangi vila tempat Alika dan Nathan bermalam. "Iya usir ke dua muda-mudi itu! Mereka sudah mengotori kampung kita!" Suara warga yang bersahutan meminta untuk mengusir Alika dan Nathan yang berada di dalam vila. "Tenang Bapak-bapak, Ibu-ibu! Kalian harus tenang, kita tanyakan dulu sama mereka berdua, sedang apa mereka di vila itu," ujar Ketua RT setempat mencoba menenangkan warga yang sudah emosi. "Halah! Nggak akan ada maling yang mau ngaku!" sahut warga lainnya. "Iya sudah jelas-jelas mereka berdua berada di dalam vila itu semalaman, pasti mereka sudah melakukan hal yang tidak-tidak di dalam sana," sambung salah satu warga yang ikut mengompori warga lainnya. "Baik kalau begitu, sebaiknya kita panggil mereka berdua keluar terlebih dahulu. Baru kita tanyakan baik-baik." Ketua RT masih mencoba menenangkan warganya. Alika yang hanya mendengar samar-samar mencoba memastikan asal suara ramai-ramai itu, ia berjalan keluar kamar dan mengintip disela jendela pintu luar. Matanya membulat sempurna saat melihat banyaknya warga yang sudah mengepung Villa Nathan. "Astaga! Semua warga-warga itu mau apa kesini?" gumam Alika wajahnya tampak panik dan gelisah baru kali ini dia di kepung oleh warga sebanyak itu. Alika berlari menuju kamar tempat Nathan beristirahat, sesampainya di kamar ia berteriak-teriak membangunkan Nathan. "Pak, gawat Pak, gawat. Pak Nathan bangun Pak! Ada warga yang mengepung kita." Alika mencoba menggoyang-goyangkan tubuh Nathan sekuat tenaga, tetapi Nathan tampak masih terlena dalam mimpi indahnya. "Apaan sih kamu ganggu aja!" desis Nathan, kedua bola matanya masih terpejam tak memperdulikan teriakan Alika. "Bangun Pak! Di luar banyak warga mengepung kita. Mungkin mereka pikir kita sedang berzina di sini." "Apa katamu, warga! Apa mereka sudah gila! Untuk apa mereka kesini!" Nathan terperanjat bangun dari tempat tidur, membuka matanya lebar-lebar, lalu melepas selimut yang membungkus tubuh kekarnya, berjalan keluar kamar tanpa memakai pakaiannya terlebih dahulu. "Pak, apa nggak sebaiknya pak Nathan pakai baju dulu?" Nathan tak memperdulikan ucapan Alika ia tetap berjalan menemui warga di luar vila. "Pak tunggu!" teriak Alika ia mengejar Nathan, berjalan beriringan keluar vila. "Ada apa ini Bapak-Bapak? Suruh siapa kalian masuk ke halaman vila, Saya!" pekik Nathan dengan wajah yang emosi. "Ini dia orangnya, ini dia yang sudah berbuat m***m di kampung kita. Ayo bapak-bapak kira arak mereka keliling kampung!" teriak salah satu warga yang menjadi kompor. "Ehh, enak aja main arak. Ini maksudnya apa? Kenapa kalian semua ada di sini? Ini vila milik keluarga Saya!" teriak Nathan. "Sebaiknya mas sama mbak ikut kami ke kantor kelurahan untuk menyelesaikan masalah ini," kata pak RT. "Emang saya berbuat apa? Saya dan perempuan ini cuma berteduh dan tidak melakukan apa-apa di sini." "Bohong! Mana ada wanita dan lelaki bermalam di vila dan tidak melakukan apa-apa," hardik salah satu warga yang paling banyak bicara. Alika memberanikan diri melangkah maju ke depan untuk memberikan penjelasan. "Benar Pak, Saya dan bos saya cuma berteduh dan tidak melakukan apa-apa. Saya berani bersumpah," sahut Alika wajahnya tampak pucat pasi saat di gerebek oleh warga-warga. "Ayo, kita arak mereka keliling kampung!" teriak salah satu warga yang ikut mengompori. "Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu, sebaiknya kita semua tenang! Kita selesaikan masalah ini di kantor Kelurahan. Jangan main hakim sendiri!" kata ketua RT. "Nikahkan saja mereka berdua!" teriak salah satu ibu-ibu yang ikut di kerumunan warga. "Apa, nikah? Apa kalian sudah gila! Saya dan dia tidak melakukan apa-apa. Kenapa kami harus menikah!" Nathan mulai tersulut emosi mendengar ucapan salah satu warga tadi, ia benar-benar sudah kehabisan kesabaran. "Menikah? Saya nggak mau! Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu, ini semua hanya salah paham kami berdua tidak melakukan apa-apa untuk apa kami menikah." Alika tak kalah panik saat warga meminta untuk menikahkan mereka berdua. "Bohong! Lihat itu si lelaki tidak memakai pakaian. Mana mungkin mereka tidak melakukan apa-apa," pekik salah satu warga mencoba memanasi suasana. "Mas dan Mbak, sebaiknya kita selesaikan di kantor Kelurahan. Kalau terus seperti ini kalian bisa jadi amukan warga," usul pak RT. "Tapi Pak, Saya dan wanita ini tidak melakukan apa-apa kami hanya beristirahat karena hujan dan badai semalam. Mobil Saya terperosok dan tidak bisa keluar," terang Nathan pada pak RT dan para warga yang mengepung vila milik keluarganya. "I-iya, Pak," sambung Alika. "Nanti kalian jelaskan di kantor Kelurahan sebaiknya kalian ikut saya ke sana!" Nathan dan Alika tak punya pilihan selain mengikuti ketua RT karena mereka juga tak ingin jadi bulan-bulanan warga yang tampak emosi. Sial! Kenapa ini semua harus terjadi, gerutu Nathan dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD