Sekian Lama Menikah : Part 1

1612 Words
"ANAK bundaaaa....ci ganteeeng uuuu ci ganteeeeeng," nyanyinya sambil mengayun-ayunkan Ferril ke atas sementara ia berbaring. Bayi cilik berusia enam bulan itu terkekeh girang. Sesekali ia diciumi bundanya hingga membuatnya terpingkal-pingkal dan tak berhenti tertawa. Lalu video itu membuat perempuan dan anak lelakinya yang kini beranjak remaja terkekeh menontonnya. Yang merekam videonya tentu saja Airin. Saat itu Icha dan Fadlan masih tinggal di rumah Mami. "Ganteng banget adek ya, Bun," komen anak lelakinya yang paling narsis. Hal yang membuatnya tertawa lalu keduanya kembali menonton video di mana dua bocah berusia satu tahun tertangkap basah mengambil makanan dari kulkas. Siapa? Tentu saja Farras dan Ferril. Kalau Farrel tak pernah membuat pusing Bundanya. Hanya dua bocah itu saja. Saat itu keduanya diomeli Icha karena dicari kemana-mana tak ada lalu saat ketemu ternyata sedang berpegangan pada kulkas yang terbuka. Yang perempuan masih memilih-milih bungkusan kue sementara si lelaki sudah berhasil membuka bungkusan kue brownies itu. Saat itu anak kembarnya baru saja bisa berjalan tapi Icha tak menyangka kalau akan bergerak sejauh itu hingga masuk ke dapur. Suara kekehan Airin yang merekam kejadian itu juga ikut terekam. "Usia adek waktu itu berapa tahun, Bun?" tanyanya saat beralih ke video lain di mana Farras dan Ferril menangis ketika Papa mereka hendak berangkat kerja. Farrel? Hanya kalem digendong Bundanya. "Dua tahun," jawab bundanya. Di dalam video itu, Fadlan terpaksa membawa tiga anak kembarnya memutar-mutar komplek naik mobil lalu pulang lagi ke rumah Mami. Setelah itu, ia baru bisa berangkat kerja. "Gilaak! Adek gantengnya gak luntur bun dari dulu!"pujinya lagi yang membuat Bunda tertawa geli. Selain geli karena komentarnya, ia juga geli melihat video di mana Ferril yang saat itu berusia lima tahun memakai jas pertama mereka saat nikahan Airin. Lalu tampak Ardan yang juga ikut berfoto bersama Farrel dan Ferril dengan jas hitam nan kece. Aisha bahkan terkikik melihat gaya anak tengilnya yang berusia tujuh tahun kala itu berpose sok cool. Dina? Kembarannya Ardan itu tampak pulas digendongan Papanya. Kalau Farras? Fadlan terus mengikuti langkah anak gadis kecilnya itu ke mana-mana demi mengambil beberapa makanan. Gak heran kalau bocah lima tahun itu berpipi gembil dan berisi bukan gendut. Lumayan banyak makannya. Sementara Farrel agak-agak ogah difoto-foto begini tapi pasrah dipaksa Bundanya. Kemudian terlihat Ando yang berlari-lari terkikik dikejar Tiara. Bocah tiga tahun itu enggan memakai jas tapi dipaksa Tiara agar bisa berfoto bersama Farrel, Ferril dan Ardan. Sara nampak terkekeh di kejauhan sana melihat Tiara berteriak-teriak mengejar Ando sambil menggendong Anne yang pulas. Kala itu usia Anne baru setahun dan sangat rewel seharian itu. Sara dan Feri bahkan hanya tidur satu jam lalu disibukkan dengan pernikahan Airin. "Ando iiih!" Farras mendumel gegara Ando yang baru saja lewat tak sengaja menyenggol bahunya hingga kue-kue yang dibawanya hampir jatuh. Gadis kecil itu mendengus sementara Ando sudah berlari jauh dikejar Tiara tapi hampir tertangkap. Tiap Icha melihat video-video ini benar-benar membuatnya merasa anak- anaknya cepat sekali berkembang bahkan sekarang berusia 18 tahun. "Badannya Farras masih segini-gini aja, Bun," komen Ferril yang membuat Bunda tertawa. Ya, anak gadisnya itu memang berisi walau bukan gendut. Pipinya yang gembil itu membuat siapa saja ingin mencubitnya. Sedari dulu, ia memang menggemaskan apalagi kalau rambutnya dikuncir dua. Anak gadis satu-satunya itu kerap sekali menjadi bahan percobaannya dalam mencoba beragam jenis baju dan gaya rambut. "Tapi tetep lebaran kak Aya!" Eh orangnya muncul. Icha dan Ferril yang melihat kemunculannya terkekeh. Farras memang agak sensitif semenjak masuk SMA kalau ada yang membicarakan berat badannya. Mungkin efek jatuh cinta. Hahaha! Kalau Tiara sih memang sudah berisi dari kecil. Mana agak pendek pula tapi suka merajuk kalau diledek gendut. Hingga sekarang pun, gadis itu tak bisa kurus. Hahahaa! @@@ Icha menghela nafas saat melihat suaminya bekerja di depan laptop. Lelaki itu tampak serius sekali. Aaah, omong-omong lelaki itu ganteng walau Icha malas memujinya karena suaminya ini kan lelaki ternarsis di rumah ini selain Ferril. Kalau dipuji sedikit akan besar kepala. "Kenapa, yang?" Akhirnya lelaki itu terganggu juga dengan keberadaannya yang cuma berdiri di dekat pintu. Icha menggeleng lemah. Perempuan itu berjalan masuk usai menutup pintunya. Sementara suaminya kembali fokus pada laptop. "Kak!" "Heum." Icha tersenyum tipis. Tumben-tumbennya ia mendekati suaminya dari belakang, memegang kedua bahunya lantas menaruh dagu di atas bahu kanan Fadlan. Hal yang membuat Fadlan terusik karena hembusan nafasnya. "Kangen anak-anak waktu masih kecil," tuturnya yang membuat Fadlan terkekeh. "Rasanya mereka cepat sekali besarnya." "Baru sadar?" Istrinya berdesis. Hal yang membuat Fadlan lagi-lagi terkekeh. "Namanya juga hidup, yang. Dari yang sendiri jadi berdua lalu sekarang berlima." Icha tersenyum kecil. Sejujurnya, ia sangat-sangat berterima kasih pada lelaki ini karena telah memilihnya untuk menjadi istrinya, untuk menjadi ibu dari anak-anaknya. Mungkin kalau bukan lelaki ini yang menjadi suaminya, hidupnya tak akan sebahagia sekarang. Meski kadang-kadang Fadlan suka sekali membuatnya kesal tapi yaaaa....begitu lah indahnya hidup. Penuh warna dan rasa. Kalau hanya kosong, tak akan seru. Apalagi kalau cuma satu warna, belum tentu indah. "Suamiku ganteng sekali," akhirnya kelepasan memuji. Hal yang membuat Fadlan tertawa lebar. "Baru sadar, yang?" ledeknya. "Udah sekian lama menikah baru sadar kalo punya suami ganteng!" "Iiish!" Fadlan terkekeh. Ia mengambil kedua tangan yang memeluknya dari belakang itu. Lalu membuatnya berputar agar bisa duduk di pangkuannya. Perempuan itu mematuhinya lantas merebahkan kepalanya dibahu lelaki itu. Sementara tangan si lelaki mengelus perut yang dulu pernah bunci begitu besar karena mengandung anak-anaknya. "Dulu kamu sering banget begini. Merusuhi aku setiap malam dengan perut besar itu." Icha terkekeh mendengarnya. Dulu kan ia sedang hamil dan entah kenapa bawaannya selalu ingin dekat dengan suaminya. Namun setelah melahirkan, Fadlan ditinggal. Hihihi! Ia lebih suka terlelap dengan anak-anak kembarnya yang tidur di box bayi. Lagi pula, ia sangat terhibur dengan menatap wajah Farrel dan Ferril yang persis suaminya. "Jujur saja, aku suka kalau kamu manja-manja," tuturnya namun fokusnya tetap pada laptop. Icha memeluk pinggangnya dengan erat. "Tapi kakak semakin tua sekarang," tuturnya lantas terbahak saat melihat mata suaminya menatapnya dengan jengkel. Kalau istrinya ini sudah berbicara seperti ini, kadang membuatnya cukup kepikiran. Karena apa? Istrinya sekian tahun makin terlihat muda sementara ia sebaliknya. Hal yang membuatnya selalu was-was kalau istrinya tak di rumah dan ia tak bisa menemani. Apalagi kalau ia ingat saat di tahun-tahun awal pernikahan dulu. Ia kerap kali datang ke kampus, kadang bersama anak-anak untuk menjemputnya. Untuk sekedar memberitahu pada semua orang kalau perempuan ini sudah menikah dan punya anak. Ketika ada acara di rumah sakit atau di kantor Regan, Feri atau Fadli pun, tangannya tak pernah lepas dari istrinya. Karena ia tahu, setiap ia datang bersama istrinya, semua mata lelaki menatap istrinya yang kian muda dan kian cantik itu. Hingga kini, tiap datang untuk mengambil rapot si kembar pun, Fadlan tak membiarkannya datang sendiri. Ia selalu menemani. Ya, kalau dibilang protektif rasanya sangat wajar karena perempuan ini istrinya. Sementara Icha? Tentu ia merawat diri karena tak mau suaminya melihat perempuan lain. Ia hanya berdandan untuk suaminya dan tak bermaksud membuat lelaki lain tergoda. Kalau Fadlan pulang pun, ia selalu sudah rapi dan cantik agar lelah lelaki itu hilang hanya dengan melihatnya. Bukan kah seorang istri memang harus begitu? "Biar tua begini kamu cinta," narsisnya. Yeah, kalau bukan narsis namanya bukan Fadlan. Dan hal itu membuat Icha selalu tertawa karena sifat ini menurun pada anak bungsunya. Kadang Icha sering menangkap basah anak bungsunya bercermin dan memuji kegantengannya sendiri. Hal yang selalu membuatnya tertawa. Sepertinya dulu, suaminya mungkin sering juga melakukan hal semacam itu. @@@ "Astaga," Fadlan sampai lupa beristigfar lantas geleng-geleng kepala melihat anak sablengnya tidur di lantai. Icha pun terkekeh lalu keduanya berjalan memasuki kamar yang gak kalah berantakan itu. Hampir setiap hari, Icha mengomelinya agar membersihkan kamar tapi percuma karena akan berantakan lagi. "Deek! Tidur di atas," bangun Fadlan yang menepuk-nepuk pipinya. Anaknya itu berhah ria dengan mata terbuka. Fadlan kembali menegurnya lantas membantunya pindah ke atas tempat tidur kemudian menyelimutinya. Anak lelakinya itu sudah terlelap lagi sambil memeluk guling. Sedari dulu juga anaknya yang paling sableng ini selalu pulas di lantai. Entah kapan jatuhnya, tak ada yang pernah tahu tapi syukurnya, badannya tak kenapa-napa. Sementara Fadlan masih geleng-geleng kepala. Untuk urusan tidur, Fadlan tak seperti itu. Istrinya juga. Entah mirip siapa. Tapi biar pun begitu, Icha bersyukur karena anak lelakinya yang satu ini sangat-sangat terbuka. Ia terbiasa curhat apapun pada Icha termasuk soal cewek. Hal yang malah mengundang omelan Icha karena anak lelakinya itu sering PHP (Pemberi Harapan Palsu), bosenan dan....urgh....entah dari mana sifat playboy itu menurun mengingat suaminya bahkan tak begitu. "Kalau yang satu ini persis aku," tutur Fadlan usai berusaha membuka pintu kamar si sulung tapi tak bisa karena terkunci. Keduanya terkekeh di depan pintu kamar itu. Yeah, semenjak SMP, Farrel memang mulai mengunci pintu kamarnya. Anak remaja, pikir Icha. Wajar saja. "Dia gak ada cerita apa gitu, yang?" Pertanyaan yang membuat Icha senewen. Tentu saja tak akan ada karena anak lelakinya yang satu itu sangat tertutup. Melihat wajah sangsi istrinya membuat Fadlan terkekeh. Lalu tak lama keduanya ternganga melihat anak perempuan yang tidur dengan mulu menganga, kaki melebar tak beraturan, selimut di lantai, bantalnya bahkan ada di belakang pintu kamar. Hal yang membuat keduanya lantas terkekeh. Yeah, jangan diharap akan menemukan keanggunan dari anak perempuan mereka yang cablak tapi tertutup ini. Bawelnya sih gak usah ditanya. Apalagi nyolotnya yeah sesuai sama turunan Papanya. Fadlan geleng-geleng sambil mengambil bantal-bantalnya yang berhamburan. Boneka-boneka yang ada di atas tempat tidur juga sudah berhamburan di lantai. Sementara Icha bergerak menyelimutinya usai merapatkan kakinya. Sedangkan Farras mulai terganggu dengan kehadiran dua orang ini. Matanya terbuka sedikit. "Iiih, jangan gangguin Ras tidur sih, Pa," keluhnya karena Papanya baru saja menjentikkan jari dikeningnya. Lelaki itu terkekeh melihat anak gadisnya memunggunginya. "Tidurnya bagusan sedikit, Kak." Farras hanya kembali memejamkan mata. Bundanya terkekeh lalu keduanya berjalan pelan keluar dari kamarnya. "Masih jatuh cinta dia?" Icha terkekeh lantas mengendikkan bahu. Mungkin iya, mungkin tidak. @@@
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD