"Kau terbangun?" tanya Samuel sambil merebahkan diri di sebelah Ara.
"Maaf, aku mungkin membuat pak Sam tidak nyaman." jawab Ara kikuk.
Setiap Samuel mengajak tidur bersama, Ara menyanggupi meskipun selalu berakhir dengan perasaan khawatir dan was-was. Samuel bisa maklum karena Ara punya trauma kekerasan yang disebabkan oleh laki-laki. Untuk itu, Samuel bersikap sangat hati-hati pada Ara.
"Aku mengantuk. Apa boleh kita tidur sambil berpelukan?" tanya Samuel.
Ara berbalik membelakangi Samuel dan memberi izin pada laki-laki itu untuk memeluknya. Samuel tersenyum sembari menghirup aroma tubuh Ara. Meski tidak terlalu kentara, Samuel tau Ara menahan takut melalui tubuhnya yang gemetar.
"Aku janji tidak akan melakukan apa-apa. Tidurlah dengan nyaman. Ini bukan kali pertama kita tidur bersama. Kau yang paling tau kalau aku tidak mungkin melakukan sesuatu yang kau benci." bisik Samuel.
"Pak Sam bau alkohol. Sepertinya aroma itu yang membuatku sedikit gemetar." jujur Ara.
"Apa begitu mengganggu? Kalau kau tidak suka, aku bisa kembali ke kamarku." usul Samuel.
"Tidak perlu. Jika terus menghindarinya, lalu kapan aku bisa sembuh? Aku terlalu egois jika melarang pak Sam minum hanya karena masa lalu. Mulai sekarang pak Sam bisa melakukan yang pak Sam suka tanpa harus mempertimbangkan keberadaan kami." balas Ara.
Samuel tersenyum. "Kau terlalu banyak berpikir, Adaline. Aku melakukannya untuk diri sendiri. Kau tidak perlu merasa terbebani."
"Tapi..."
"Tidurlah. Kau tau aku orang yang tidak pandai menahan diri." potong Sam.
"Selamat tidur pak Sam. Ah, apa pak Sam benar-benar tidak butuh wanita malam ini? Sepertinya pak Sam cukup cocok dengan wanita yang direkomendasikan teman Pak Sam beberapa hari lalu."
"Kecuali itu kau, aku tidak butuh wanita malam ini." ujar Samuel sembari mencium pundak Ara.
Ara merasakan perasaan aneh menjalar melalui ciuman singkat Samuel. Ciuman lembut yang tidak Ara dapatkan saat kesuciannya di renggut.
"Kalau begitu selamat ti..."
Samuel menahan kepala Ara yang sedikit berputar ke arahnya sambil melayangkan kecupan singkat di bibir wanita itu.
"Maaf tidak meminta izin. Aku yakin aku pasti bisa tidur jika sudah mencium bibirmu." ujar Samuel pelan.
Ara tidak mengatakan sepatah kata. Tubuhnya yang tidak memberi respon ketakutan, menandakan bahwa trauma Ara terhadap laki-laki, sudah jauh berkurang.
"Kau marah?" tanya Samuel.
"Tidak." jawab Ara singkat.
"Aku terlalu terburu-buru. Sepertinya malam ini aku tidak bisa mengendalikan diri. Sebaiknya kita tidur di kamar terpisah, Adaline." ujar Samuel sebelum akhirnya berdiri.
"Maaf pak Sam, maaf karena aku tidak berguna." lirih Ara.
"Aku yang tidak berguna, Adaline. Jangan menyalahkan diri sendiri untuk kesalahan orang lain."
Samuel mengelus rambut Ara sebelum meninggalkan kamar wanita itu. Sepeninggal Samuel, Ara menangis. Ara merasa menjadi orang tidak berguna karena tidak bisa membalas kebaikan Samuel. Sebagai wanita dewasa, Ara tau Samuel sudah lama menginginkannya. Hanya saja, Samuel menahan diri mengingat Ara wanita yang pernah mengalami kekerasan seksual.
***
"Pak Sam sudah bangun?"
Ara bertanya saat melihat Samuel baru keluar dari kamar tepat jam 8 pagi. Di belakang Samuel, tampak seorang wanita mengikuti dengan senyuman nakal. Ini hal yang cukup sering Ara lihat setelah 5 tahun tinggal bersama Samuel. Hanya saja, satu tahun ini, Samuel sudah jarang melakukannya di rumah.
"Kau pulang saja." usir Samuel pada wanita yang masih mengikutinya.
Wanita itu sedikit cemberut sebelum akhirnya melenggang pergi. Samuel mengambil segelas air sebelum menghampiri Ara di meja makan.
"Aku tidak bisa tidur. Walau sudah memanggil wanita jalang itu, aku tetap tidak merasa puas Adaline." ujar Samuel.
"Lalu apa yang bisa kulakukan untuk pak Sam?" tanya Ara ragu.
"Entahlah, aku tidak mau berharap lebih." jawab Samuel.
Ara tertunduk menyesal. Setiap melihat wajah Ara yang merasa bersalah, Samuel jadi tidak tega.
"Apa pak Sam benar-benar menginginkannya?" tanya Ara kemudian.
"Jangan janjikan apapun. Aku tidak ingin kau merasa terbebani." ujar Samuel.
"Apa kali ini aku bisa menebusnya dengan sebuah ciuman?" tanya Ara ragu.
"Menebus apa? Kau tidak salah, Adaline. Aku ini laki-laki b******k yang tidak harus kau layani." jawab Samuel.
Ara mendekat. Dengan mengerahkan sedikit keberanian, Ara duduk menyamping di atas paha Samuel persis seperti wanita jalang yang sering Samuel ajak bercinta. Ara menirunya meskipun dengan tubuh bergetar.
"Apa ini?" tanya Samuel datar.
"Aku tidak tau."
"Kalau tidak tau, kenapa kau melakukannya?"
Ara gelagapan, hendak berdiri tapi Samuel langsung menahannya.
"Setidaknya, selesaikan apa yang ingin kau lakukan sebelum menyingkir." ujar Samuel.
Ara memegang pundak laki-laki itu sebelum akhirnya memberanikan diri memeluk Samuel.
"Aku suka aroma tradisional yang tercium di seluruh bagian tubuhmu. Kau harum, harum yang sangat unik." bisik Samuel sambil melingkarkan tangan di pinggang Ara.
"Apa aroma ini yang membuat pak Sam ingin tidur denganku?" tanya Ara.
"Mungkin iya, mungkin juga tidak Adaline."
"Aku ini wanita yang sudah punya anak. Walaupun melahirkan secara cesar, tubuhku tidak lagi sempurna. Rasanya tubuh ini tidak akan mampu memuaskan hasrat pak Sam yang selama ini selalu menikmati wanita-wanita luar biasa." ujar Ara pelan.
"Kau selalu rendah diri. Jika dibanding mereka, kau jauh lebih berharga. Ah, aku jadi tidak bisa marah kalau kau memelukku seperti ini. Oh iya, hari ini aku akan mengajakmu bertemu calon tunangan Hana. Kita akan menjadi desainer untuk baju pertunangan dan bisa jadi baju pernikahan mereka." jelas Samuel.
Ara melepas pelukan sembari menatap Samuel tanpa beranjak dari pangkuannya.
"Calon tunangan Bu Hana? Bukankah Bu Hana menyukai pak Sam?" tanya Ara bingung.
"Aku dan Hana hanya teman dekat. Kali ini Hana terlibat pernikahan bisnis bersama seseorang yang bisa dikatakan cukup dekat denganku. Kau siap-siap dulu. Berhubung mereka orang penting, kita tidak bisa datang terlambat." ujar Samuel.
"Baiklah." jawab Ara singkat.
Ara sudah hendak kembali ke kamar saat Samuel menahan tangannya.
"Apa kau masih tidak bisa menerima Kayli? Kasihan dia. Kayli butuh kasih sayang dari ibunya." lirih Samuel.
Ara terdiam. Kayli adalah anak dari laki-laki yang sudah menghancurkan masa depannya. Karena alasan itu, Ara selalu menolak keberadaan Kayli. Sesungguhnya Ara menyayangi Kayli. Hanya saja, setiap menatap Kayli, Ara jadi teringat masa lalu. Untuk itu Ara meminimalisir interaksi antara dirinya dan gadis kecil itu.
"Aku akan berusaha."
"Siap-siap saja dulu. Bagaimana kalau hari ini kita ajak Kayli? Sudah lama Kayli tidak diajak jalan-jalan." usul Samuel.
"Apa Kayli tidak akan mengganggu?" tanya Ara.
"Tenang saja, Hana dan calon tunangannya tidak mungkin terganggu dengan bocah cantik seperti Kayli." kekeh Samuel.
Ara mengangguk singkat sebelum kembali ke kamar. Perasaan Ara campur aduk. Saat memeluk Samuel, jantungnya berdebar kencang. Ara tau dirinya tidak pantas mengharapkan apapun. Hanya saja, sentuhan-sentuhan yang sering mereka lakukan, membuat perasaan Ara terusik.
***
Pukul 10 pagi saat Ara, Samuel, dan Kayli sampai di kantor Jade Damon. Awalnya Ara tampak ragu untuk masuk saat melihat logo perusahaan Damon terukir di mana-mana. Ara mencoba berpikir positif dan membuang rasa takut.
"Kayli suka tempat ini?" tanya Samuel.
"Tempat yang membosankan." jawab Kayli cuek.
"Dia ini mirip siapa? Kenapa dia sangat jujur." canda Samuel.
"Tentu saja mirip papa Sam. Kayli cantik dan pandai." ucapnya lugu.
Samuel tertawa kecil sambil mencium pipi Kayli.
"Kita sudah sampai. Sejak masuk kau terus diam, ada apa? Apa kau gugup?" tanya Samuel pada Ara.
"Tentu saja gugup. Aku takut mengecewakan orang penting seperti Bu Hana." jawab Ara.
"Kau terlalu kaku Adaline. Jangan tegang dan jangan terlalu formal. Hana sudah memintamu untuk memanggilnya kakak." jelas Samuel.
"Silahkan masuk pak, Pak Jade dan Bu Hana sudah menunggu di dalam." ujar sekretaris Jade.
Mendengar nama Jade, seketika Ara berhenti. Melihat Ara terpaku, Samuel yang menggendong Kayli, juga ikut berhenti.
"Kenapa?" tanya Samuel bingung.
Ara menggeleng cepat. Wanita itu terus meyakinkan diri kalau nama Jade bukan hanya dimiliki oleh satu orang saja. Karena tidak ingin mengecewakan Samuel, Ara menghela napas panjang sebelum meminta Samuel membuka pintu.
"Akhirnya kau datang." ujar Jade begitu melihat Samuel.
"Tidak tanggung-tanggung kau membawa Kayli dan Adaline juga." sambung Hana.
Samuel terkekeh. Laki-laki itu menarik Ara ke sebelahnya sembari menurunkan Kayli. Ara dan Kayli secara bersamaan menatap Jade Damon. Sekujur tubuh Ara bergetar. Wanita itu mengalihkan pandangan begitu Jade balas menatapnya.
"Jadi dia Adaline yang begitu kau agungkan?" tanya Jade.
"Kenalkan, dia Adaline, dan Adaline dia adalah Jade Damon." ujar Samuel memperkenalkan keduanya.
Jade mengulurkan tangan ke arah Ara, sayangnya Ara justru mundur tanpa berani menatap Jade. Ara tampak berkeringat meskipun suhu ruangan sangat dingin. Sesaat suasana tampak canggung. Beruntung Kayli menyambut uluran tangan Jade dan memperkenalkan dirinya.
"Saya Kayli." ucapnya lucu.
"Papa Sam selalu mengenalkan mama pada orang-orang. Tapi Papa Sam tidak pernah memperkenalkan Kayli." lanjut Kayli.
"Papa Sam?" tanya Jade bingung.
"Iya, papa Sam." jawab Kayli lucu.
Ara masih tidak bisa mengendalikan diri. Rasa cemas dan ingatan-ingatan buruk tentang kejadian malam itu, membuat napas Ara sedikit sesak. Melihat kondisi Ara yang tidak baik, Samuel langsung memapah Ara untuk duduk di kursi. Jade dan Hana ikut khawatir melihat kondisi Ara.
Bersambung