Adakah yang bisa menyelamatkan Rose dari situasi amat menjengkelkan ini. Sudah cukup dengan sifat kolot Ayahnya yang melampaui batas. Dan haruskah laki-laki itu juga terlibat akan kehancuran masa depannya.
Rose masih terdiam di kursinya. Mengamati lelaki yang menjadi kandidat terkuat sebagai calon suaminya. Laki-laki itu terlihat sedang berbincang serius dengan Ayahnya. Sesekali dimple lelaki itu terlihat ketika tersenyum, cukup membuat degup jantung Rose berulah abnormal.
Apa Ayahnya gila? Kenapa ia harus dijodohkan dengan lelaki ini?
Bukannya Rose tak suka. Dari segi penampilan laki-laki ini tampan, tubuhnya atletis, dan suaranya seksi. Dia juga cukup terkenal dikalangan wanita dan dunia bisnis. Bahkan Rose sering mendengar desas-desus tentang lelaki ini. Seorang pria sukses di usia muda yang menjabat sebagai CEO di stasiun televisi terbesar seAsia.
Ia juga sering mendengar rumor atau gosip dari mulut ember teman-temannya tentang cerita laki-laki tampan ini. Bahwa pria ini adalah type laki-laki yang tidak banyak pergaulan. Istilahnya ia bukan laki-laki nakal yang sering menjadi partner keliaran Rose.
Sangat tidak terdaftar di list lelaki idaman seorang Rose.
"Sapa Alex. Dia calon suamimu."
Seketika Rose terkejut bukan main. Ayahnya blak-blakan sekali, laki-laki itu kini jadi mengalihkan fokus ke arahnya. Terlihat memperhatikan Rose, lalu kening pria itu mengernyit ketika tatapannya tertuju pada pakaian Rose yang sedang melambai-lambai penuh aura murah.
Rose berdeham sejenak, terlalu canggung dengan tatapan tidak suka mata laki-laki itu. Dengan inisiatif sopan santunnya Rose kemudian menarik dressnya agar sedikit naik ke atas. Setidaknya untuk menutupi belahan dadanya.
Rose masih memperhatikan Alex. Ia ingin sekali berkata. 'Kau sama sekali bukan typeku. Lebih baik kau enyah dari sini!' namun semua itu hanya bisa tertelan di tenggorokan, tatapan tajam Ayahnya memperingatkan bahwa ia tidak punya pilihan selain menerima. Jika tidak. Ia akan jatuh miskin seketika.
Oh, s**t! Kemiskinan adalah hal yang sangat Rose takuti.
Tidak punya pilihan, Rose memilih mengembangkan senyum hambar lalu menyapa laki-laki itu dengan berat hati.
"Hai, aku calon istrimu. Namaku Rose."
Tangan Rose terangkat di udara. Dan menanti balasan dari laki-laki di depannya. Tetapi laki-laki itu malah menatap tangannya dengan tatapan yang sedikit, em… seolah sedang jijik dengan tangan lentik bak pahatan dewi kemakmuran itu.
Apa ada kotoran di tanganku? Rose bingung kenapa laki-laki itu menatap tangannya seperti itu.
"Aku Alex."
Oh, apa itu tadi?
Tangannya terasa disentuh namun hanya beberapa detik, ah tidak bahkan hanya berdurasi satu detik.
Mulut Rose menganga. Tidak ada laki-laki mana pun yang berani bersifat dingin terhadapnya bahkan menolak mentah-mentah bersentuhan dengan kulit mulusnya, itu tidak tercatat di buku sejarah seorang Rose sedikit pun. Tetapi ada apa dengan lelaki ini? Kenapa dia begitu berbeda, seolah tidak tertarik sedikit pun. Lalu untuk apa ia menyetujui perjodohan ini jika bukan karena kecantikannya.
Tuan Adams yang melihat interaksi kedua anak manusia itu segera berdeham mencoba memecah kecanggungan dan kebingungan di otak masing-masing.
"Alex, jika kau tidak keberatan. Mungkin kita bisa makan siang bersama."
Mendengar ucapan Tuan Adams, Alex langsung melirik ke arah pria itu. Lalu melirik arloji di pergelangan tangannya.
"Mohon maaf, saya tidak bisa." Senyuman Alex merasa tidak nyaman. "Pesawat sudah menunggu saya. Saya datang kemari hanya ingin memberitahu bahwa minggu lusa kita bisa memulai pernikahannya. Orang tua saya yang mempersiapkan tanggal pernikahan ini. Karena sekarang mereka sedang berada di Tokyo untuk urusan mendadak. Saya mewakili langsung mereka untuk menyampaikan kabar ini."
Rose terbelalak terkejut dengan apa yang ia dengar. Ini kabar yang sangat mengejutkan. Tuhan, kebebasannya hanya sampai dua minggu ke depan. Ini tidak adil. Seharusnya mereka merundingkan terlebih dulu dengannya dan bertanya apakah ia mau atau tidak dengan pernikahan ini.
"Ayah, ini terlalu cepat. Aku tidak mau menikah. Dan dia juga terlihat tidak menyukaiku."
Rose menunggu jawaban belas kasih dari Ayahnya. Tolong jangan nikahkan putri cantikmu dengan makhluk terkaku di dunia ini. Kau sama saja menyuruh putrimu mati perlahan. Tolong. Kumohon batalkan!
"Baiklah, aku setuju."
"Ayah!"
"Tidak ada penolakan Rose."
Dan Alex hanya melihat perdebatan anak dan ayah itu tanpa minat. Persetan, ia juga tidak setuju dengan pernikahan ini. Namun apa boleh buat, hubungan dengan kekasihnya bisa hancur bila ia menolak semua ini.
Dan Alex tidak punya pilihan lain selain menyetujui.
***
Rose terkurung di sini sekarang. Kamar istana yang di dirikan Ayahnya khusus untuk Rose. Beberapa kali Rose menggebrak pintu, namun nihil tidak ada seorang pun yang mau menolongnya.
"Yak! Jovan keluarkan aku sialan! Buka pintunya!"
"Maaf Nona. Tuan Adams menyuruh saya untuk memastikan Nona tidak pergi ke mana-mana sebelum hari pernikahan dimulai."
Agh sial! Tua bangka itu benar-benar.
Apa dia sungguh-sungguh menginginkan anaknya membusuk secara perlahan di pernikahan sialan itu.
Ketika selesai dengan pertemuan dan pembicaraan tentang pernikahan. Rose sudah memikirkan ancang-ancang ia akan mencoba berlari kabur dan menginap di rumah temannya, tidak akan pernah kembali lagi, kemudian dipastikan pernikahan itu akan gagal.
Namun terkutuklah dengan laki-laki sialan bernama Jovan yang berhasil menculiknya dan menyekapnya di kamarnya sendiri, seperti ini hingga Rose susah untuk mencari celah jalan keluar sedikit pun. Semua pintu terkunci rapat termasuk pintu balkon.
"Akan kubunuh kau Jovan. Lihat saja!"
"Saya tunggu Nona."
Sialan! Rose mendengar kekehan laknat Jovan dari balik pintu. Demi Tuhan, ia benci Jovan bahkan ketika lelaki itu masih menjadi sel telur di dalam rahim ibunya. Kebencian Rose sudah tertanam permanen di jantungnya.
Tidak ada pilihan. Rose sudah lelah mengiba. Ia mulai beringsut ke arah ranjang dan menjatuhkan tubuhnya terlentang di sana. Menatap langit-langit kamar yang sedang merenung mengerti akan kesedihannya.
***
Alex tiba di mansionnya. Terlihat mewah dan juga elegant. Mungkin sebentar lagi mansion ini akan kedatangan penghuni baru. Istri dari hasil perjodohan.
Alex melangkah ringan ke arah tangga menuju lantai atas kamarnya. Ia ingin sekali beristirahat. Dia lelah. Lelah dengan semua ini. Bisakah semua ini mencapai tahap habis agar Alex sedikit saja bisa merasakan kebahagiaan dengan pilihannya, walau pun itu terlarang.
Drett drett
Getar ponsel di atas nakasnya bergetar. Panggilan dari Ibunya?
"Halo," ucap Alex malas. Dan mendapat sambutan antusias dari wanita di seberang sana.
"Kau sudah melihatnya?"
Alex mengembuskan napasnya secara kasar. "Ya."
"Bagaimana menurutmu?"
"Dia seperti wanita."
Tawa Ibunya terdengar. Dan Alex merasa terusik dengan tawa itu.
"Dia cantik kan?" tanya Ibunya lagi. Sedikit tersirat nada jahil di dalamnya.
"Sudah kukatakan. Dia cantik seperti wanita."
"Dia wanita baik untukmu."
Alex mendengus. "Wanita baik? Dia terlihat seperti w************n di mataku."
"Jangan seperti itu. Bisa-bisa kau nanti jatuh cinta kepadanya."
"Mom, aku lelah. Aku ingin tidur."
Helaan napas Ibunya terdengar. Seperti sudah terbiasa menerima sikap acuh Alex terhadapnya.
"Baiklah. Tidur yang nyenyak Mommy dan Daddy sangat menyayangimu."
Alex tidak berniat lagi mendengarkan. Ia langsung menutup panggilan dan melemparkan sembarang ponselnya ke arah sisi ranjang. Cih mereka terlalu menyayangi harta benda mereka dibanding perasaan anaknya sendiri.
Alex sudah siap dengan kantuknya. Namun getar ponsel kembali terdengar. Berhasil membuat Alex mendengus kesal dibuatnya, mencoba mengabaikan ponselnya tetapi notifikasi pesannya berbunyi lagi. Alex tidak peduli, ia ingin tidur. Mulai meraih bantal dan menutupi kepalanya. Namun suara ponselnya masih terdengar hingga Alex menyerah. Melemparkan bantal dengan keras ke lantai lalu meraih ponselnya dengan letupan penuh amarah.
Namun amarah itu tidak berselang lama. Ketika melihat pesan itu dari seeorang yang berarti di hidupnya. Membuat Alex tersenyum tampan. Dan segera mengetik balasan untuk kekasihnya.
Ah, Alex merindukannya. Sudah lama sekali ia tidak menemui kekasihnya.