Chapter 20

1146 Words
Gama tengah bersandar di kursi teras rumahnya dengan begitu nyaman. Memejamkan mata menikmati hembusan angin menyeruak menembus kulitnya. Dingin. Matanya terbuka yang langsung melihat gelapnya langit malam kala itu tanpa bintang. Ponselnya berdering tertera nama Nadine di layar utama. "Iya Nadh ada apa?" jawab Gama langsung. "Gama kita bisa ketemuan kan hari ini?" ucap Nadine dari seberang sana. Gama melihat arloji yang menunjukkan pukul setengah delapan. "Bisa. ketemuan di mana?" "Aku kirim alamatnya kamu datang kesana ya. Aku tunggu" jawab Nadine sebelum panggilan mereka terputus. Gama masuk ke rumah kembali mengambil sweater juga kunci mobil kemudian keluar menuju alamat yang baru saja Nadine kirim. Selang beberapa waktu Gama tiba di sebuah restoran hotel yang letaknya di lantai paling atas. Di sana Nadine sudah duduk menunggu nya sambil tersenyum. "Tumben ngajak ketemu malam malam gini" Gama menarik kursi di depan Nadine. Nadine melambaikan tangan ke seorang waiter dan waiter itu datang membawa sebuah kue coklat bertuliskan anniversary. Bibir perempuan itu mengembang "Kita udah satu tahun jadian Gam. Jadi buat ngerayainnya aku ajak kamu makan disini" Cowok itu tersenyum tipis melihat kue coklat di depannya sebelum menatap Nadine. "Gama!" panggil Nadine. "Hmm.." "Kapan kamu lamar aku?" Deg Lamar? Maksudnya nikah? Gama tersenyum tipis "Sorry Nadh bukannya aku gimana gimana sama kamu tapi nikah buatku itu terlalu cepat" Nadine menunduk kecewa, Gama menggenggam tangan kekasihnya entah kenapa malah bayangan Lucy yang dia lihat. Gama memalingkan wajah "Aku bakal kasi tau kamu nanti kalau aku akan lamar kamu tapi bukan sekarang. Kamu tau sendiri kan aku bukan orang yang banyak uang aku bahkan baru mulai berbisnis membangun usaha kecil ini" Dalih Gama agar ia bisa mengalihkan pemikiran Nadine. Nadine tersenyum mencoba memahami pilihan Gama. "Kamu mau pesan apa?" Ucap Gama mencoba mencairkan suasana. Beberapa saat berlalu keduanya sudah duduk di kursi mobil. Gama yang di balik kemudi dan Nadine di sampingnya tapi mobil tidak bergerak berpindah dari posisi nya berhenti. Lamar? Tunangan? Nikah? Gama tak habis pikir. Apa benar dirinya akan melakukan hal itu? "Gama kamu masih kepikiran sama yang aku omongin tadi ya?" tanya Nadine. Gama menolehkan kepalanya menatap Nadine kekasihnya yang sudah satu tahun ini menemani dirinya. Tapi jujur Gama akui selama mereka memiliki hubungan pacaran rasanya begitu flat. Kedua tangan Gama menangkup rahang Nadine, ibu jari kanannya mengusap pipi Nadine. "Suatu saat aku lamar kamu tapi tidak sekarang" katanya. Nadine menyentuh tangan Gama di wajahnya membiarkan tangan besar itu untuk sementara tetap di sana. "Aku bakal nunggu kepastian kamu Gam. Aku pasti nunggu" ucap Nadine. Gama mencondongkan wajahnya ke arah Nadine dan mengecup ringan bibir kekasihnya itu. Mereka saling tatap untuk beberapa detik. "Kamu percaya aku kan?" tanya Gama. Nadine mengangguk sembari tersenyum tipis. Sekali lagi Gama mengecup bibir Nadine kali ini lebih lama dan lebih intens tapi kenapa bayangan yang dia lihat adalah Lucy? Gama menarik diri "Aku antar kamu pulang sekarang" katanya sebelum kebablasan. Mobil kembali melaju perlahan dan Gama sebisa mungkin untuk memfokuskan pikirannya pada jalan di depan. ---- Lucy duduk termenung, sebelah tangan nya menopang kepala. Sudah hampir lima hari Felix tidak ada kabar dan selama itu juga Lucy merasa kesepian di sekolah. Menatap keluar jendela di mana anak anak yang lain mulai berdatangan masuk ke dalam area sekolah. Gadis berponi itu menghela nafas panjang. Tentunya dia merasa bosan, rupanya sekolah tanpa sahabat itu tidak menyenangkan. Lucy menepis sesuatu yang menggelitik di bawah hidungnya sambil tetap menatap keluar jendela. Rasa menggelitik itu masih saja mengganggu. Lucy berbalik "Apaan sih ganggu orang--" kata kata Lucy melemah dan belum selesai. Kedua bola matanya membulat kaget. "Felix!" Teriak Lucy senang hingga dia langsung memeluk sahabat nya itu dengan erat. "Eh lepas lepas aku bisa mati kehabisan nafas kalo kamu meluknya kayak mau cekik aku gitu" Ucap Felix. Gadis di depannya itu menatapnya dengan binar bahagia. Felix juga rindu selama lima hari ini tidak bisa bertemu sahabat perempuan nya ini. "Kamu kapan balik ke indo. Aku kangen tau tiba tiba kamu ngilang gitu aja gak kasih kabar. Pas aku datang kerumahmu mbak nur bilang kamu ke luar negeri, nenekmu meninggal. Kamu kok ya jahat banget gak mau kasih tau aku. Aku kan di sini bingung, kesepian, sendirian, gak ada kamu tuh sepi tau" cerocos Lucy tak ada henti. Felix tertawa terbahak membuat Lucy menatapnya aneh. "Kok malah ketawa. Aku serius loh" Tukas Lucy. Cowok tinggi itu meletakkan tas juga bulu ayam yang ia dapat dari kemoceng kelas untuk mengerjai Lucy. "Maaf maaf. Bukannya aku gak mau kabarin kamu kalo aku ke luar negeri tapi pas disana hp ku ketinggalan di mobil yang antar aku ke bandara pas ingat hp ku udah ilang" ucap cowok itu sambil menatap Lucy. "Tapi kamu udah lewatin ujian loh" "Gampang nanti aku tinggal nyusul sama guru nya langsung biar gak ketinggalan. Oh ya ini aku punya hadiah buat kamu" Felix mengeluarkan sebuah mainan berbentuk rumah rumah kecil di dalam kaca. "Coba kamu shake" ucap Felix saat mainan itu sudah di tangan lucy. Lucy pun menurut dan dia terkagum saat benda berwarna putih dari dalam mainan itu terlihat seperti salju yang sedang turun. "Wah.." Falix tersenyum sambil mengusap puncak rambut Lucy. Gadis itu lalu menatap Felix dalam diam. Felix mengerutkan dahi saat Lucy mengembalikan mainan itu. "Kenapa?" tanya Felix bingung. Lucy menggeleng "Aku gak mau kalo ini adalah hadiah perpisahan kita. Bilang ke aku kalo kamu gak akan pindah sebelum lulus bareng bareng tahun depan" Felix terkekeh pelan "kamu omong apa sih. Siapa juga yang mau pindah" "Loh bukannya mbak nur bilang kamu mau pindah ke luar negeri?" tanya Lucy menyampaikan apa yang dia dengar beberapa hari lalu. Cowok itu sekali lagi tertawa kali ini lebih keras dari sebelumnya sampai teman teman satu kelas yang duduk di kursi mereka masing masing menatap dua orang itu, meskipun sudah sering terjadi Felix tertawa keras saat bersama Lucy. "Aww!!" Cowok itu mengusap lengannya yang di cubit Lucy. "Malah ketawa ayo jawab kamu gak akan pindah kan?" Felix menggeleng. "Aku tuh gak pindah. Kamu kenal Mas leon?" tanya Felix mengingatkan sepupu Felix yang bernama Leon itu. Gadis itu mengangguk. "Nah yang pindah itu dia bukan aku. Mas Leon dapat beasiswa ke jerman dan kemarin aku kesana jenguk dia yang katanya tiba tiba sakit" jelas Felix. Lucy mengangguk pelan. "Tapi mbak nur bilangnya kamu keluar negeri karena nenekmu meninggal terus kamu mau pindah jadi aku kira itu bener" Satu detik jantung Felix seperti tak berfungsi namun dengan cepat dia mengubah ekspresi wajah menjadi ceria lagi. Teringat bagaimana dia di jerman kemarin harus adu mulut dengan papanya dan tetap bersikeras menyelesaikan sekolah di indonesia. "Tapi kalo gak jadi pindah aku jadi seneng" Kalimat Lucy membuat Felix tersadar dan mengacak poni gadis cantik di depannya ini. "Iya kok bawel aku gak pindah lagian siapa juga mau pindah" "Ih camel tanganmu jangan rusak poniku dong" seru Lucy yang membuat Felix semakin gencar mengacak acaknya tak lupa di iringi dengan gelak tawanya yang membahana di satu ruang kelas. ________ To be continue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD